Chapter: BAB XXVIIIJarum di piringan hitam turun perlahan.Alunan musik klasik mengalir memenuhi ruang kerja Tama—cukup keras untuk mengaburkan percakapan, cukup padat untuk menutup kemungkinan didengar orang lain.Aku berdiri di dekat jendela, memperhatikannya dari kejauhan.Tama duduk di balik meja. Punggungnya tegap, jasnya rapi. Tak ada sisa pria rapuh yang mereka lihat kemarin. Hanya ujung jarinya yang mengetuk permukaan meja—pelan, teratur.“Kau yakin?” tanyaku akhirnya.Ia tidak langsung menjawab. Pandangannya tetap pada berkas di depannya.“Kurasa Miranda dan Hans tak cukup” ucapnya kemudian, suaranya rendah, hampir tenggelam oleh suara musik.“Aku ingin Dewan duduk di meja yang sama.”Aku menegang.“Kau gila? Kalau Dewan duduk di sini,” kataku, “mereka akan melihatmu lemah.”“Mereka sudah melihat itu,” jawabnya.“Sekarang aku ingin tahu apa yang mereka lakukan setelahnya.”Aku menatapnya.“Kita sudah melakukan itu,” balasku lebih pelan. “Dan kau tahu bagaimana reaksi mereka.”Tama mengangkat k
Last Updated: 2025-12-23
Chapter: BAB XXVIIAku terbangun sebelum fajar.Bukan karena mimpi.Hanya perasaan ganjil—seolah udara di kamar ini terlalu sunyi untuk ukuran pagi.Aku menatap langit-langit beberapa detik, mencoba mengenali apa yang salah. Tak ada suara. Tak ada bayangan. Tapi dadaku terasa sesak, seperti sedang ditatap tanpa bisa melihat balik.Lengan Tama masih melingkar di pinggangku.Aku melepaskan diri perlahan, berusaha tak membangunkannya, lalu berdiri dan berjalan ke kama
Last Updated: 2025-12-22
Chapter: BABA XXVILampu kamar sudah padam, menyisakan setitik cahaya kuning dari lampu tidur di sisi ranjang.Aku duduk di sofa, masih dengan pakaian yang sama sejak pagi tadi. Rasanya tubuhku terlalu berat bahkan untuk sekadar berdiri dan mengganti baju.Tanganku terasa dingin, tapi pergelangan kiriku berdenyut panas.Di bawah cahaya redup, bekas cengkeraman Hans tampak semakin jelas—ungu kebiruan, kontras dengan kulitku.Aku menyentuhnya pelan. Nyeri itu langsung menjalar.“Kau akan terus duduk di sana sampai pagi?”Suara Tama memeca
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: BAB XXVAku bisa merasakan permukaan pintu mobil yang keras menekan punggungku saat Hans mempersempit jarak, memutus semua celah bagiku untuk menghindar. Tangannya bergerak perlahan, mantap, menarik ujung map."Aku… aku tidak bisa memberikannya," jawabku, mencoba terdengar tenang meski napasku tercekat. Tanganku mengepal, jantungku berdetak cepat.Hans tersenyum tipis. Senyum dingin yang tak menyentuh matanya. Ia menarik map lebih kuat, tubuhku tersentak ke depan. Napasku tertahan, punggungku menghantam pintu mobil. Detik itu, aku benar-benar merasa terjebak.Aku menatap mata Hans, mencoba membaca maksudnya. "Anda… Anda tidak akan berhasil begitu saja," ucapku, berusaha untuk tak terlihat gemetar.Hans mencondongkan tubuh, hampir menyentuh wajahku
Last Updated: 2025-12-16
Chapter: BAB XXIV“Hari ini belum selesai, Anya. Kita akan melanjutkan skenarionya,” ucap Tama.“Aku akan pulang lebih dulu. Aku harus terlihat kelelahan, seolah rapat tadi telah menguras seluruh sisa energiku. Dan kau… kau tetap di sini.”Instruksinya membuatku membeku.“Kenapa aku harus tetap di sini?”“Karena kau adalah umpannya,” jawabnya tanpa ragu.Tama mencengkeram bahuku, memastikan aku menyimak setiap kata. “Kau harus tetap di ruang kerja ini. Pak Hans akan datang membawa semua berkas administrasi dan legalitas perbanka
Last Updated: 2025-12-15
Chapter: BAB XXIIIMobil hitam yang kami tumpangi berhenti tepat di depan lobi megah Adikara Group. Aku meremas ujung rok hitamku, merasakan jemariku perlahan mendingin.Di sampingku, Tama duduk tegak dengan wajah yang tak terbaca. Tatapannya lurus ke depan—tajam, dingin. Sama sekali tak menunjukkan celah.Tama meraih tanganku, lalu menggenggamnya.Ia menarikku sedikit lebih dekat.“Anya, dengarkan aku baik-baik,” bisiknya. Suaranya rendah dan berat, bergetar tepat di samping telingaku.“Hari ini, aku akan mempercayakan segalanya padamu. Aku hanya akan memancing dan
Last Updated: 2025-12-14