Share

BAB 3. Mediasi Perceraian

Author: Bayang Cermin
last update Last Updated: 2025-10-01 12:42:13

Irenne tak dapat menahan amarahnya lagi.

Plak!

Satu tamparan keras melayang di pipi Aurel. Tindakan Irenne menyita perhatian banyak orang.

Bagaimana tidak? Model iklan perusahaan mereka ditampar. Hal itu tentu akan menjadi buah bibir di kantor.

Irenne mengabaikan tatapan-tatapan itu.

"Aku sudah cukup sabar menghadapi perlakuanmu selama ini. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkannya begitu saja," tegas Irenne.

Aurel mengepal kuat. Ia mengusap pipinya yang terasa perih. Kekecewaan Aurel semakin memuncak saat Davin hanya diam tak menghentikan Irenne.

"Security!" panggil Aurel lantang.

Dua petugas keamanan dengan berbadan tegap datang.

Aurel menunjuk ke arah Irenne. "Cepat bawa wanita ini keluar. Wanita kurang ajar, sepertinya tidak cocok bekerja di sini," perintahnya.

Petugas keamanan tampak ragu. Mereka diam saling pandang.

"Aurel!" seru Irenne. "Kamu jangan keterlaluan!"

Aurel melotot ke arah security itu. "Kenapa kalian diam saja! Aku ini model iklan di sini, dan dia sudah menamparku, apa kalian mau aku laporkan ke pimpinan, hah!" bentaknya.

Mendengar penjelasan Aurel, mereka segera memegang kedua tangan Irenne.

Irenne mencoba memberontak. Namun, tenaga mereka terlalu kuat.

Aurel menyeringai dari kejauhan. Memang inilah yang ia rencanakan. Ia sengaja memancing amarah Irenne, membuatnya menampar dirinya agar dia bisa mengusir Irenne.

Irenne dilempar keluar gedung hingga tersungkur. Lututnya tergores tanah dan berdarah.

Irenne meringis menahan sakit. Tapi ia segera bangkit, mengambil berkas yang berserakan.

Dengan kecewa, Irenne meninggalkan tempat itu.

Langkahnya tertatih bukan hanya sakit di kakinya, melainkan sakit hati saat melihat Davin bersama wanita lain. Ia dan Davin bahkan belum bercerai. Tapi, suaminya itu terang-terangan bersama adik tirinya.

Saat dia tengah berdiri di tepi jalan untuk menunggu taksi, tiba-tiba sebuah mobil merah berhenti tepat di depannya.

Kaca mobil perlahan turun. "Ayo masuklah," pinta Andrea sahabatnya.

Irenne berjalan ke arahnya dengan mata berbinar. Ia segera membuka pintu dan masuk ke dalam

Mobil melaju meninggalkan tempat itu.

Andrea menatapnya heran. "Kamu ngapain ada di sana? Dan itu ...."

Matanya melebar saat melihat luka di lutut Irenne.

Irenne hanya mengenakan rok pendek selutut, hingga Andrea bisa melihat lukanya dengan jelas.

Irenne meringis. "Tadi aku mau wawancara, tapi gagal. Saat akan pulang aku tidak sengaja jatuh," ucapnya lirih.

Irenne meremas ke dua tangannya. Ia terpaksa berbohong karena tak ingin melibatkan sahabatnya dalam masalahnya.

Andrea menggeleng pelan.

Matanya fokus ke jalan. "Kau itu bukan anak kecil lagi. Irenne. Berhati-hatilah," tuturnya.

Irenne menatapnya manja, "Iya-iya maafkan aku. Lain kali aku akan lebih hati-hati."

Mobil terus melaju ke tempat apartemen Irenne.

Andrea memutuskan untuk tinggal sebentar sembari mengobati luka Irenne. Setelah selesai ia memutuskan untuk pergi.

Di dalam ruangan yang sepi Irenne merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan putus asa.

Kesempatannya untuk bekerja hilang begitu saja. Belum lagi ia memikirkan perceraiannya dengan Davin yang semakin alot.

Beberapa kali Irenne mengirim surat cerai pada Davin. Namun, surat itu berulang kali di sobeknya.

Hingga terakhir kali, akhirnya Davin bersedia mendatangani surat cerai itu karena desakan Aurel dan ibunya.

Davin memberikan syarat, Irenne tidak akan mendapatkan harta gono gini sedikitpun.

Irenne menyetujuinya asal dia cepat lepas dari Davin.

Hari ini ia mendapatkan panggilan dari pengadilan untuk pertama kalinya sidang dimulai Irenne datang sendiri sedang Davin datang bersama Aurel.

Saat di ruang sidang Irenne berusaha menguatkan dirinya. Apalagi saat mediasi perceraian mereka yang pertama.

Hati Irenne seakan hancur. Dulu mereka saling mencintai dan hidup bahagia. Namun, kini mereka harus berada di ruang sidang sebagai orang asing.

'Aku gak boleh nangis, aku harus kuat. Sudah gak penting lagi pria itu buat aku.' batinnya menahan kepedihan. Irenne tak mendapatkan sepeserpun harta gono gini.

Saat keluar dari ruang mediasi, Aurel lagi-lagi menghadang jalannya.

Irenne menatapnya tajam, tangannya mengepal kuat. "Apa lagi sekarang? Puas aku akan bercerai dari Davin," katanya datar.

Aurel memutar bola mata malas. "Aku belum puas sebelum melihatmu hancur, kakak ku sayang," bisik Aurel lirih.

Kedatangan Davin mengubah sikap Aurel. Ia langsung bermanja-manja di lengan Davin.

Irenne menggeleng, geli melihat kemesraan mereka yang tak tahu malu.

"Kau puas sekarang? Ini kan yang kau inginkan?" tanya Davin dingin.

Irenne terkekeh. "Tentu saja ini yang aku inginkan. Mana mungkin aku mau berebut dengan wanita yang tak tau malu itu." lirikannya tajam menusuk Aurel.

Aurel mengeratkan giginya. Tangannya mengepal kuat, ia balik menatap Irenne.

"Lebih baik aku hidup sendiri dari pada hidup dengan keluarga yang tidak pernah bisa menghargai orang lain seperti kalian. Jadi ... aku harap kalian jangan pernah menggangguku lagi." Irenne melenggang meninggalkan mereka.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan wawancara di Athereal Design Group, perusahaan desain interior dan arsitektur terbesar di kota itu.

Pagi-pagi sekali, Irenne sudah berada di depan gedung megah Scenery Design Group.

Saat menunggu giliran wawancara, seorang anak lelaki berlari ke arahnya. Memeluk, dan memanggilnya Mama.

"Mama! Mama!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 63. Di Kamar Arley.

    "Kalian gak perlu khawatir, saya sebagai ibunya, wajib memberi perhatian pada anak saya sendiri," ucap Laura sambil menatap Mark dan Irenne dengan nada yang sukar ditebak, antara teguran, kecemasan, dan kepemilikan yang kuat.Suasana meja makan langsung terasa mencekam. Saly berhenti mengunyah, sementara Siren Kai hanya mengangkat alis, menatap Laura dari ujung meja.Beberapa saat kemudian, Bibi kembali ke ruang makan dengan langkah ragu, kepala tertunduk dalam-dalam."Kamar sudah siap ditempati, Nyonya," lapornya pelan."Hmmm, terima kasih, Bi," jawab Laura singkat. Tanpa menunggu reaksi siapa pun, dia langsung melangkah menuju kamar Arley. Tidak ada permisi, tidak ada sopan santun, seolah rumah itu miliknya sendiri.Pintu kamar mengayun tertutup, meninggalkan keheningan yang menegangkan.Siren Kai menatap punggung Laura yang menghilang di balik pintu kamar, tatapannya dingin menusuk. Rahangnya mengeras.Mark dan Irenne saling pandang, masing-masing menyimpan keresahan yang tak merek

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 62. Ancaman untuk Irenne

    Pagi itu, di ruang makan rumah keluarga Mark. Aroma jarumnya roti panggang dengan isi daging asap memenuhi udara. Mark, Irenne, Saly, dan Nenek Sirren Kai sedang duduk sarapan dalam keheningan yang tegang setelah beberapa hari penuh masalah. Arley masih beristirahat di kamarnya—dokter menyarankan agar ia tidak banyak bergerak pascakejadian di proyek kemarin, dan harus banyak beristirahat, karena retaknya lengan kiri. Tok! Tok! Tok! Bibi yang sedang membereskan gelas menoleh cepat dan berjalan ke arah pintu depan. Begitu pintu dibuka, wajahnya langsung berubah kaku. "Nyonya Laura?" bisiknya pelan. Tanpa menunggu dipersilakan, Laura melangkah masuk, sepatunya masih menginjak karpet bersih. Sorot matanya tajam, napasnya terengah sedikit, tanda ia datang dengan emosi penuh. Terlebih saat menatap Irenne. Laura langsung menuju meja makan. Semua orang menoleh, suasana langsung mencekam. Laura: (dengan suara tinggi) "Mana Arley? Aku mau dia ikut aku sekarang juga." Irenne menelan luda

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 61. Mencari Bukti

    "Mark, aku memang salah. Aku minta maaf," ucap Irenne suatu hari. Mark enggan untuk menoleh. "Nggak ada yang perlu dimaafkan. Lupakan." Sejak hari itu, setiap Mark melihat Irenne, sorot matanya penuh dingin dan penolakan. Saat Irenne mencoba menjelaskan, Mark memalingkan wajah. Saat Irenne mendekat, Mark melangkah pergi. Saat Irenne berkata jujur, Mark menyebutnya, "Hmm, masih berani membela diri setelah kecerobohanmu, yang hampir membunuh Arley." Perlahan, jarak di antara mereka menjadi jurang yang sulit dijembatani. Belum lagi setiap malam sebelum tidur, bisikan Saly Vista terus menggaung di kepala Mark. "Wanita itu memang sengaja kok, ingin menyingkirkan Arley …" "Mama yakin, dia mengejar kekayaan keluarga kita …" "Kamu harusnya lebih berhati-hati dengan perempuan seperti dia Mark. Ingat, dia itu darah pembunuh …" Mark menutup mata, mengabaikan rasa bersalah yang berusaha muncul. Karena ia mulai percaya bahwa Irenne bukan lagi orang yang ia pikir selama ini. Pagi

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 60. Kesalah Pahaman

    Arley masih terbaring tak sadarkan diri ketika para pekerja proyek bergegas mengangkat tubuhnya yang tertimpa balok. Mark yang tiba tak lama kemudian langsung memerintahkan,"Hei! Kalian tunggu apa lagi?! Kenapa cuma diam! Cepat! Bawa dia ke rumah sakit sekarang!" seru Mark dengan berang.Suasana kacau. Debu masih beterbangan, para pekerja panik, sementara Irenne berdiri di tengah kerumunan dengan wajah pucat dan tubuh bergetar dan perasaan bersalah.Di Rumah SakitArley akhirnya dinyatakan selamat. Dokter keluar dari ruang UGD dengan wajah tenang menemui Mark."Syukurlah, tidak ada luka internal serius. Hanya retak pada lengan kiri dan beberapa memar," jelas dokter.Mark mengangguk, lega. "Terima kasih Dok. Kalau begitu saya urus administrasi dulu, permisi."Mark melangkah ke loket bagian administrasi. Di sana Irenne sedang duduk melamun bercampur shok. Namun ketika Mark menatap Irenne, sorot matanya berubah—bukan marah, tetapi kecewa yang begitu dalam atas kecerobohan Irenne.Irenne

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 59. Pemeriksaan TKP

    "Arley!!!! Bangun sayang, bangun Nak!" Saat itu juga air Irenne tidak dapat menahan air matanya untuk meleleh. Arley berusaha melindungi Irenne tanpa memikirkan dirinya sendiri, sehingga kayu balok besar menimpanya. Sehingga yang terdengar berikutnya hanyalah suara Arley meringis pelan di bawah tumpukan debu dan kayu. "Arley!! Arley bangun, Nak! Tolong!! Tolooong!" Irenne berteriak histeris, berusaha mengangkat kayu berat itu dengan tangan gemetar. Beberapa pekerja datang membantu, dan mereka akhirnya menemukan Arley dalam keadaan tak sadarkan diri. Sus Ina terpekik dan langsung menangis. "Tuan kecil! Oh Tuhan…" Irenne menahan tangis, wajahnya pucat pasi. "Cepat! Panggil ambulans!" Beberapa jam kemudian di rumah sakit, Arley terbaring di ruang perawatan dengan perban di lengan kirinya. Dokter menjelaskan kalau ia mengalami retak tulang, tapi nyawanya masih sempat tertolong dan selamat. Irenne menunduk di sisi ranjang, menggenggam tangan anaknya dengan mata sembab. "Maafin Mama,

  • Menjadi Ibu Sambung untuk Anak Presdir   BAB 58. Kerja Sama Aurel dan Melvin

    Siang itu, langit tampak mendung seolah ikut menyimpan beban perasaan yang menggelayuti hati Aurel. Di kontrakan kecil yang kini ia tinggali bersama Edgar dan Amy, suasana terasa sepi. Edgar duduk termenung di kursi tamu bersama Amy.Aurel menatap sekeliling rumah itu dengan rasa tidak percaya. Dulu, ia hidup di rumah megah Kenneth Residence—berlantai marmer, berlampu kristal, penuh kemewahan. Kini, semuanya hilang karena satu nama, Irenne."Irenne!!" pekik hatinya.Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Perempuan itu sudah menghancurkan segalanya ..."Sambil berjalan ke kamarnya, Aurel mengambil ponselnya. Ia membuka daftar kontak dan menggulir ke bawah hingga menemukan nama Melvin. Bibirnya menyunggingkan senyum licik."Untung aku sempat menyimpan nomor Melvin. Dan untung juga aku tahu, dia benci Mark setengah mati karena urusan warisan neneknya," gumam Aurel pelan. "Mungkin ini waktunya kita kerja sama."Tanpa berpikir panjang, ia menekan tombol panggil. Suara di seberang terdengar s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status