Share

Menjadi Ibu Sambung untuk Keponakanku
Menjadi Ibu Sambung untuk Keponakanku
Penulis: Ratu Typo

Bab 1 : Menikahi Ipar

“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”

Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.

Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.

“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.

“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.

“Tapi Bu .... ”

“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan kasih sayang dari seorang mama. Satu Minggu lagi pernikahan itu akan terjadi. Ibu harap kamu tidak memberontak.”

Kala terdiam tanpa bisa melawan wanita yang telah melahirkannya. Bagaimanapun wanita itu adalah ibunya. Jika menikah dengan Raya bisa membuatnya bahagia, Kala pun memasrahkan diri.

"Terserah ibu saja. Percuma juga Kala memberontak karena Kala tidak akan pernah menang untuk melawan ibu.”

Dengan terpaksa Kala pun pasrah dan bersedia untuk menikah dengan Raya yang tak lain adalah adik iparnya sendiri. Semua ini demi Bintang, karena selamanya cintanya hanya untuk Naya.

Satu Minggu telah berlalu. Dengan balutan kain kebaya, Raya duduk tenang dihadapan pak penghulu menunggu Kala mengucapkan ijab kabul. Dadanya terus bergemuruh dengan sangat kencang, karena sebelumnya tak pernah sedikitpun terlintas pikiran untuk menikah. Namun, karena desakan dan keinginan keluarga, Raya tidak bisa berbuat apa-apa.

“Saya terima nikah dan kawinnya Rayana Widyatama binti Darma Widyatama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Kala dengan lantang dan tegas hanya dengan satu kali tarikan napasnya. Tak ada sedikitpun rasa gugup. Mungkin karena kata itu pernah terucap sebelum.

“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu kepada para saksi yang ada.

“SAH!”

“Alhamdulillah,” lanjut pak penghulu lagi.

Pernikahan yang hanya dihadiri oleh keluarga besar dan juga para tentang berjalan dengan lancar. Kala dan Raya telah sah menyandang sebagai pasangan suami-istri membuat kedua keluarga besarnya merasa sangat bahagia.

Setelah mengikuti serangkaian acara, akhirnya Raya bisa menghela napas lega karena acara telah usai. Meskipun menikah tanpa ada ikatan cinta, tetapi Raya telah berjanji kepada dirinya sendiri akan menjadi istri dan ibu yang baik untuk Kala dan juga Bintang.

“Mama ... ” Satu kata menggema di telinga Raya saat sedang menghapus make up-nya. Terlihat bocah kecil berusia empat tahun itu berlari kearah Raya dengan tawa lebarnya.

“Kata nenek aunty Raya sekarang menjadi mamanya Bintang,” celotehnya lagi sambil memeluk pinggang Raya. “Yee ... sekarang Bintang punya mama.”

Ada rasa haru di dalam hati Raya ketika mendengar ucapan Bintang. Keponakan yang semula memanggilnya dengan sebutan aunty, kini akan berubah menjadi mama. Seulas senyum pun melebar luas di bibir Raya.

“Jadi sekarang Bintang panggil — ”

“Mama.” Dengan cepat dan antusias Bintang langsung memotong ucapan Raya.

“Ih ... pinter banget sih kamu, Bin. Ya udah Bintang naik dulu ke tempat tidur, mama Raya mau bersihin make up,” ucap Raya sambil mengacak rambut Bintang.

“Siap, Mama.” Bintang pun langsung berlari kecil menuju ke ranjang tempat tidur.

Setelah membersihkan make up, Raya pun memutuskan untuk mandi karena seluruh tubuhnya terasa lengket. Baru saja ingin masuk ke kamar mandi, tiba-tiba pintu kamar dibuka dan menampilkan sosok Kala dengan wajah lelahnya. Pria itu berjalan pelan kearah tempat tidur dimana Bintang berada.

“Papa ... ” teriak Bintang saat melihat papanya.

Degup jantung Raya bergejolak ketika Kala sekilas melirik saat melewati dirinya. Entah mengapa ada rasa canggung ketika melihat kakak iparnya yang kini telah berstatus sebagai suaminya. Bahkan Raya bisa melihat aura ketidaksukaan di wajah Kala.

“Mas Kala mau mandi duluan?” tanya Raya memberanikan diri.

“Enggak.” Satu kata bernada ketus keluar begitu saja. Raya pun hanya mengangguk pelan dan memilih segera masuk ke kamar mandi.

“Pa ... sekarang Bintang punya mama. Besok Bintang mau bawa mama ke sekolahan. Boleh kan?”

Kala hanya bisa mengangguk dengan pelan. “Iya, tentu saja boleh. Tapi sekarang Bintang bobok dulu ya. Udah malem.”

“Baik, Pa.”

Dengan patuh bocah berusia empat tahun itu mengangguk pelan dan perlahan menutup kelopak matanya.

Setelah memastikan sang anak tidur, Kala pun berniat beranjak dari tempat tidur. Namun, tiba-tiba saja matanya tertuju pada Raya yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang basah. Sejenak Kala terpana oleh sosok wanita yang dilihatnya. Namun, detik kemudian Kala menepis pikirannya.

“Tidak! Ini tidak benar!” ucapnya dengan pelan.

“Mas Kala kenapa?” tanya Raya yang ternyata mendengar ucapan Kala. “Oh iya, aku udah siapin air mandinya. Mas Kala mandi dulu biar fresh.”

“Aku tidak apa-apa,” ucap Kala datar. “Ray, ada yang ingin aku bicarakan denganmu mengenai pernikahan kita. Kamu tahu kan jika aku tidak bisa menggantikan sosok Naya dalam hidupku. Jadi aku—” Kala menjeda ucapannya.

“Mas Kala enggak usah merasa bersalah. Aku ngerti kok. Aku tidak akan menuntut Mas Kala untuk mencintaiku asalkan aku bisa membahagiakan Bintang dan aku masih bisa melanjutkan kuliahku rasanya itu sudah cukup untukku, Mas.”

“Ray, makasih ya. Untuk masalah kuliah, aku akan tetap mendukunmu. Bagaimanapun kamu harus menggapai cita-citamu sekalipun kamu telah menikah denganku.” Dengan rasa canggung Kala pun langsung berlalu ke kamar mandi.

Sebenarnya ada rasa sakit di ulu hati, tetapi Raya memilih untuk menutupi dengan senyumannya. Entah bagaimana nasib hatinya kemudian hari saat dia harus bertahan dalam pernikahan tanpa rasa cinta.

“Mbak Naya sangat beruntung memiliki mas Kala. Meskipun mbak Naya telah tiada, tetapi cintanya mas Kala tetap untuk mbak Naya.” Raya menjatuhkan tubuhnya diatas kasur.

Matanya menatap Bintang yang telah terlelap. Bocah polos yang merindukan sosok ibu kini telah menjadi anak sambungnya.

“Jika Bintang saja sangat bahagia dan bisa menerimaku sebagai mamanya, lalu mengapa Mas Kala tidak bisa menerimaku sebagai istrinya? Apakah cinta itu buta hingga orang yang sudah meninggal pun masih dicintainya?” keluh Raya dengan helaan napas panjangnya.

Di dalam kamar mandi Kala menyiram kepada dengan shower. Dia tahu jika pernikahan ini hanya akan menyakiti Raya, tetapi dia juga tidak bisa melupakan cintanya pada mendiang istrinya.

“Ray ... maafkan aku!”

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status