Share

Bab 7 : Kedatangan Mertua

Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.

'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hati

Tak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.

“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil.

"Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”

“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”

Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang sih? Dasar pelit! umpat Maya dalam hati.

Tak berapa lama seorang satpam membuka pintu gerbang. Dia adalah pak Agus yang juga merangkap sebagai supir untuk Bintang.

“Pak Agus, tolong antarkan dia pulang, ya!” titah Kala pada pak Agus.

“Siap, Pak.”

Maya hanya bisa memasang wajah kesal, karena tak sedikitpun dia berhasil untuk menggoda atasnya. Boro-boro menggoda, membalas pertanyaan hanya sekedarnya saja. Tak ada sedikitpun celah untuk menggoda.

“Pak, saya permisi dulu,” ucap Maya sebelum meninggalkan halaman rumah Kala.

Kala mengangguk pelan. “Hm.”

Astaga cuma hm doan?! Dasar pria batu, umpat Maya dalam hati.

***

Saat Kala membuka pintu terasa sunyi, karena hari memang telah larut. Raya dan Bintang dipastikan sudah tidur. Karena hampir setengah hari dia tidak mendapatkan kabar tentang perkembangan Bintang, Kala pun memutuskan untuk melihat keadaan anaknya.

Tangannya terulur untuk membuka gagang pintu dan anggotanya dengan pelan agar tidak membangunkan Bintang maupun Raya. Dengan langkah pelan Kala menghampiri ranjang di mana Bintang tidur.

Bibirnya tersenyum kecil saat melihat Bintang tidur sambil memeluk Raya. Ada rasa aneh yang bergejolak di dalam hatinya. Namun, detik kemudian Kala menepisnya. Dia tidak ingin meruntuhkan benteng pertahanannya. Bagaimanapun dia tetap akan mencintai Naya, sekalipun wanita itu sudah tiada.

“Ray, maaf. Meskipun aku bersedia menikah denganmu, bukan berarti aku mencintaimu. Aku benar-benar tidak bisa mencintaimu karena cinta Naya masih bersemi di dalam hati ini. Terima kasih sudah menurunkan waktunya dengan pernikahan ini. Kelak suatu saat aku akan memberikan imbalan atas ketulusanmu ini.”

Sebelum meninggalkan kamar Bintang, matanya teralihkan pada sebuah buku yang ada di depan dada Raya. Kemungkinan Raya ketiduran setelah membacakan buku cerita kepada Bintang. Dengan pelan tangan Kala mengambil berusaha untuk mengambil buku itu. Namun, baru saja di tarik, mata Raya langsung membuka.

“Mas Kala!” Raya sangat terkejut dengan wajah Kala yang berada tepat di di atasnya.

Sejenak dua pasang mata itu saling bersitatap tanpa kata. Raya menelan kasar salivanya saat bisa melihat dengan jelas wajah pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Bahkan Raya juga bisa merasakan hembusan nafasnya.

“Mas!” ulang Raya lagi.

Seketika Kala terlonjak dan segera menjauhkan tubuhnya. Dengan gaya salah tingkah, Kala menyugarkan rambutnya. “Maaf, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin menyimpan buku yang itu.” tunjuk Kala kearah dada Raya.

Sadar karena bukunya masih berada diatas tubuhnya, Raya pun segera mengambil dan meletakkannya di atas di atas. “Oh ini ….! Ternyata aku ketiduran.”

“Ya sudah, kembalilah beristirahat. Maaf sudah membangunkan tidurmu.” Kala pun berlalu begitu saja.

Raya menatap langkah pria itu hingga tak terlihat lagi. “Aneh!” gumamnya. “Tadi mas Kala mau ngapain ya? Apakah cuma mau ambil buku atau …. ” Raya langsung menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Entah mengapa Raya bisa berpikir jika Kala akan menciumnya.

***

Baru saja selesai masak, tiba-tiba terdengar suara bel pintu berbunyi. Meskipun merasa heran siapa yang pagi-pagi buta bertamu, tetapi Raya berusaha untuk membuka pintunya.

“Siapa sih pagi-pagi bertamu?”

Saat dibuka, betapa terkejutnya Raya saat melihat kedua orang tua Kala berada didepan pintu. Ternyata mertuanya pagi-pagi sudah berkunjung.

“Bapak, Ibu …. ” Raya yang terkejut pun langsung menyalami mertuanya. “Mari masuk!”

“Kamu enggak kuliah, Ray?” tanya Ibu mertuanya yang mengikuti langkah Raya untuk masuk ke dalam rumah.

“Ada, Bu. Tapi nanti siang.”

“Oh …. ” Mata ibu mertuanya pun berkeliaran untuk mencari keberadaan Bintang. “Bintang mana, Ray?”

“Bintang ada di kamarnya, Bu.”

“Tumben jam segini Bintang masih di kamar? Biasanya udah siap untuk berangkat sekolah.”

“Emm … Bintang hari ini bintang nggak sekolah karena masih kurang sehat, Bu. Kemarin Bintang sempat demam, tapi sekarang udah membaik kok,” jelas Raya.

“Apa? Demam? Kenapa kamu enggak kasih tahu ibu kalau Bintang demam? Pasti kamu sangat kerepotan.”

Karena ingin segera melihat keadaan sang cucu, kakek dan nenek itu pun langsung menuju ke kamar Bintang. Namun, baru saja akan masuk ke dalam kamar, tiba-tiba Bintang membuka pintunya.

“Kakek … Nenek,” serunya dengan mata berbinar. Tak dipungkiri Bintang sangat bahagia karena sang kakek dan nenek kembali datang ke rumahnya lagi.

“Sayang … kamu sakit ya? Kenapa enggak kasih tahu Nenek?”

“Bintang enggak apa-apa kok, Nek. Cuma panas aja.”

****

Suasana meja makan terasa hening. Hanya denting sendok yang beradu dengan piring. Dapat dilihat wajah Raya pun berubah tegang saat sebelumnya sang ibu mertua mengatakan jika dia akan menginap untuk menemani Bintang. Sementara itu semua perlengkapan Raya masih berada di dalam kamar Bintang.

Tanpa disadari jika Kala memperhatikan Raya. Seorang dia bisa membaca pikirannya.

“Bu, berhubung ibu dari sini, bisakah ibu menemani Raya untuk berbelanja bulanan? Akhir-akhir ini Kala sibuk dengan pekerjaan kantor dan tidak bisa menemaninya untuk berbelanja. Kala tidak mengizinkan jika Raya berbelanja sendiri, karena sudah pasti Bintang akan ikut,” ucap Kala memecahkan suasana hening.

“Wah … dengan senang hati ibu mau menemaninya. Kamu tahu aja kalau ibu suka yang namanya berbelanja,” jawab ibunya dengan cepat.

“Tapi Bapak enggak bisa nemenin ya, Bu. Bapak harus kerja,” timpal bapaknya Kala.

“Enggak masalah. Kan ada Raya. Iya kan Ra?”

Raya tersenyum canggung. “Iya, Bu.”

Setelah selesai sarapan Raya langsung membersihkan meja makan. Bapak mertuanya langsung pergi, karena dia harus bekerja. Sementara ibu mertuanya sedang menemani Bintang menonton tivi.

“Ray, sini!” panggil Kala dengan lambaian tangannya.

“Ada apa, Mas?”

“Sini dulu!”

Raya pun langsung menghampiri Kala yang sedang mengendap-endap.

“Tugas kamu bawa ibu muter-muter untuk belanja, sementara itu aku akan membantu untuk memindahkan perlengkapanmu dari kamar Bintang, sebelum aku berangkat kerja,” ujarnya.

Raya mengangguk pelan. “Iya, Mas. Sebelumnya makasih ya udah mau bantuin.”

“He'em. Ya udah kamu siap-siap sana!”

Lagi-lagi Raya hanya mengangguk pelan sambil melangkah pergi.

Enggak mungkin dipindahkan ke kamar tamu kan? Itu artinya … dipindahkan di kamarnya Mas Kala, dong. Jadi nanti malam aku akan tidur sama Mas Kala? Ah, ada untungnya juga ibu nginep disini. Sering-seringlah menginap disini bu, agar menantumu ini bisa tidur berdua dengan anakmu. Raya tertawa puas dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status