แชร์

Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir
Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir
ผู้แต่ง: Liazta

Bab 1

ผู้เขียน: Liazta
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-04-20 22:40:15

Malam semakin larut, hujan turun dengan derasnya.

Kilat masuk melalui celah jendela seakan siap menyambar.

Di dalam kegelapan, seorang wanita muda sedang menangis sambil memeluk tubuh kecil bayinya.

Meskipun suara petir menggelegar dan memekakkan genderang telinga, Eliza Afrina tidak takut.

Yang dia pikirkan saat ini hanyalah anaknya yang sedang panas tinggi. 

Obat penurun panas yang diberikan bidan, sudah dia berikan. Tapi, tak kunjung meredakan panas sang putra.

"Nak?"

Eliza menahan tangis sembari memeluk bayinya yang sudah pucat itu. Bahkan tiap beberapa menit sekali, wanita itu meletakkan jari telunjuknya di bawah lubang hidung bayi laki-laki itu untuk memastikan sang putra masih bernapas.

Berkali-kali ditelponnya sang suami, tetapi tak diangkat.

Tetangganya juga banyak yang sedang pergi ke luar untuk menghabiskan weekend bersama keluarga.

Kebetulan, kawasan perumahan yang di tempatnya, jauh masuk ke dalam dan masih sangat sepi. Jalan kiri dan kanannya bahkan masih hutan lebat.

Parahnya lagi, ponsel Androidnya baru ditukar sang suami dengan ponsel jadul tahun 2000-an, sehingga Eliza tak bisa memesan taksi online.

Setelah berpikir beberapa saat, Eliza lantas pergi ke dapur dan mengambil plastik bekas yang disimpannya. Bersyukur dia menyimpan plastik berukuran besar. Dipotongnya bagian depan seukuran wajah bayi dan kemudian memasukkan bayi ke dalam plastik.

Dibuatnya jas hujan darurat untuk putranya.

"Tahan ya nak, kita ke rumah sakit sekarang. Anak bunda akan sehat." Eliza kembali berkata dengan bibir gemetar.

Tak dipedulikan tubuhnya yang basah kuyup, menggigil kedinginan.

Secepat mungkin dia berlari.

Namun belum melihat ada klinik atau rumah sakit, langkah kakinya terhenti ketika merasakan tapak kakinya terasa sangat sakit seperti ada yang menancap.

Bersyukur Ibnu tidak terlepas dari tangannya.

Diperhatikannya paku berukuran panjang yang menancap di telapak kakinya.

Kembali menahan sakit yang luar biasa, dicabutnya paku itu.

Tiba-tiba saja, cahaya kilat terlihat.

Eliza dapat melihat wajah putranya yang sudah membiru. 

Dipaksanya lagi tubuhnya berlari, hingga Eliza akhirnya melihat rumah sakit.

"TOLONG!" teriaknya sekencang mungkin begitu tiba di resepsionis.

 Seorang perawat yang melihatnya, lantas menghampiri. "Ada apa ibu?"

"Sus, tolong selamatkan anak saya. Badannya sangat panas. Tadi dia sempat kejang." Eliza berkata dengan menangis.

Perawat itu langsung mengambil bayi dari tangan ibunya dan membawa ke ruang UGD.

Dia juga berusaha menghubungi dokter.

Kejadian ini menarik perhatian beberapa pasien. Mereka bahkan menatap iba Eliza dan bayinya yang dibungkus dengan kantong plastik besar dan hanya melubangi bagian wajahnya saja.

"Sus, bagaimana keadaan bayi saya?"

Eliza menangis tiada henti. Bahkan wanita itu tidak merasakan kakinya yang terasa amat sakit.

"Sebentar ya Bu, dokter akan segera datang," kata perawat itu sambil memandang tubuh Eliza yang sudah basah kuyup dengan bibir yang membiru.

Tak lama, seorang dokter laki-laki akhirnya masuk dan memeriksa kondisi bayi yang sudah tidak sadarkan diri.

Dia terkejut kala merasakan telapak kaki dan tangan anak Eliza itu yang sudah terasa dingin.

"Pasang infus dan pasang oksigen," perintahnya cepat. 

Cairan obat melalui selang infus terpasang.

Anehnya, raut wajah sang dokter tampak tak puas.

"Hubungi dokter Risky," titah dokter muda tersebut pada sang perawat yang menahan ekspresinya.

Keduanya tahu kondisi bayi sudah sangat kritis. Mereka harus menyerahkan bayi tersebut ke dokter spesialis anak.

"Dok, anak, saya baik-baik saja, kan?" Seolah merasakan keanehan, Eliza bertanya.

Namun, dokter itu menjawab dengan wajah tenang, "Kita tunggu dokter anaknya datang." 

Hanya saja, dokter itu terkejut ketika menyadari kondisi ibu pasien yang baru ditangani.

"Ke sini naik apa, Bu?"

"Saya jalan kaki dok," jawab Eliza.

Dahi dokter itu berkerut saat mendengar jawaban ibu muda tersebut. "Di mana lokasi rumah Anda?"

Seketika, Eliza menjelaskan tempat tinggalnya kepada dokter muda yang sedang fokus memeriksa kondisi bayinya. Dokter itu hanya tercengang mendengar keterangan dari ibu pasien.

"Jika kondisi anak Anda seperti ini, mengapa tidak pesan taksi secara online?" 

Pertanyaan itu jelas membuat Eliza menangis. "Saya tidak bisa menghubungi taksi secara online."

"Apa Anda kehabisan paket internet?" Dokter itu kembali bertanya. Selain rasa penasaran, hal ini juga untuk menenangkan si ibu yang tampak sangat panik. Setidaknya mengobrol seperti ini, si ibu bisa sedikit tenang.

Alih-alih menjawab, Eliza mengeluarkan sesuatu dari dalam saku rok yang di pakainya.

Dokter itu memperhatikan apa yang sedang di pegang wanita tersebut. Keningnya berkerut saat melihat wanita itu mengeluarkan dompet dan ponsel dari dalam kantong plastik.

"Saya tidak punya aplikasinya dok, karena handphone ini tidak bisa mendownload."

Ponsel jadul itu membuat sang dokter terkejut. Saat zaman yang sudah semakin canggih namun wanita itu terlihat begitu menyedihkan dan udik hingga tidak memiliki handphone Android. Padahal manfaat handphone itu sangatlah banyak dan penting. Namun, semua itu ditahannya.

"Ayah bayinya mana?"

Kini, seorang perawat yang penasaran ikut bertanya.

"Saya tidak tahu," jawab Eliza kembali. Ya, sudah 4 hari suaminya tidak pulang. Bahkan, pria itu tidak pernah membalas pesan yang dikirim Eliza, termasuk permohonannya tadi.

Dokter muda itu hanya diam memandang Eliza.

Namun, tatapan matanya berpindah ke arah kaki wanita tersebut. Seketika dia membelalak. Segera dia memerintahkan sang perawat untuk memeriksa.

Sayangnya, Eliza menolak. "Saya tidak apa-apa dok, tolong selamatkan anak saya." 

"Anak ibu dalam penanganan, sebaiknya ibu duduk agar kondisi kaki ibu dilihat dan diobati," jelas dokter tersebut.

"Kaki saya tidak apa-apa Dok, saya hanya terinjak paku."

Lagi, Eliza menolak. Sebenarnya, dia takut uang yang dimilikinya tidak cukup untuk biaya berobat putranya karena harus membayar uang pengobatan kakinya.


"Saya akan periksa Bu," ucap perawat tersebut yang memaksa Eliza untuk duduk di atas tempat tidur yang berada di samping bayi Eliza.

Eliza akhirnya hanya diam dan menurut. Dia duduk di atas tempat tidur dan membiarkan perawat memeriksa kakinya yang terasa sakit dan berdenyut nyeri.

"Dok ini pakunya masih ada yang menempel di kaki dan gak bisa dicabut." 

Dokter itu lantas mendekati Eliza dan melihat paku yang menancap di kaki wanita tersebut.

Melihat ini saja, dokter itu sudah merinding. Dia tahu seperti apa rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. Bahkan kakinya sudah membiru. Dengan kondisi kaki yang seperti ini ibu muda itu tetap bisa sampai ke rumah sakit membawa anaknya, sungguh sangat menyedihkan.

Setelah melakukan tindakan terhadap bayi, dokter itu kemudian berpindah kepada ibu muda yang berwajib pucat dengan bibir biru, serta tubuh menggigil kedinginan. Dokter itu merasa prihatin ketika melihat kondisi bayi berserta ibunya.

Disuntik biusnya kaki Eliza. Setelah memastikan bius itu bekerja, dokter muda itu mencabut paku dengan memakai alat semacam tang.

"Pakunya panjang sekali, ini juga paku berkarat."

Dokter itu menunjukkan paku yang dilumuri cairan berwarna merah tersebut.

Setelah paku dicabut, barulah darah mengalir dari kaki yang berlubang.

Namun, Eliza hanya diam memandang paku di tangan dokter itu. Kepalanya dipenuhi sang putra.

Di saat yang sama, seorang dokter tampak masuk ke dalam ruang UGD. "Apa ini bayinya?"

"Iya dok," jawab perawat.

Dokter itu segera melihat catatan pasien dan kemudian memeriksa detak jantung bayi.

Terdengar helaan nafas pelan dari bibir dokter tersebut. "Langsung masukkan ke ruang NICU." 

Deg!

Mendengar perkataan dokter itu, membuat jantung Eliza berdetak semakin cepat. "Bagaimana kondisi bayi saya dok?" tanyanya dengan bibir yang bergetar.

"Sebaiknya ibu banyak berdoa," ucap si dokter yang kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Eliza yang baru diobati, seketika berjalan dengan dengan cepat mengikuti dokter yang menangani bayinya. Wanita itu menghentikan langkah kakinya.

Namun, seorang perawat menghentikannya di depan ruang NICU. "Mohon tunggu di sini dulu Bu." 

"Tapi anak saya?" Eliza menangis sambil menutup mulutnya.

"Ibu harap tunggu di sini, agar dokter bisa menangani dengan baik."

Setelah mengatakan itu, sang perawat kemudian masuk ke dalam ruangan.

Eliza hanya diam dan memandang pintu yang tertutup dengan rapat. Dia ingin mengintip kedalam namun sayangnya tidak ada celah untuk mengintip.

Cukup lama Eliza menunggu dokter keluar dari dalam ruangan NICU. Dia sudah tidak sabar untuk mengetahui kondisi bayinya. Ada rasa lega ketika melihat dokter keluar dari dalam ruangan. Dia berharap dokter memberikan kabar baik untuknya.

Hanya saja, harapannya tak terkabul.

Begitu sang dokter keluar, dia mengumumkan kabar yang membuat Eliza terpukul.

"Kondisi bayi ibu kritis. Dan bayi sudah tidak sadarkan diri sejak 2 jam yang lalu," jelasnya.

Bugh!


Seketika Eliza limbung dan terjatuh ke belakang. Bersyukur dokter Rizki dengan sigap menangkap tubuh kurus si wanita.

"Dokter, tolong selamatkan anak saya dok. Saya tidak ingin jika sampai anak saya meninggal." Eliza menangis dan meremas tangan dokter laki-laki tersebut.

Kondisi Eliza yang seperti ini membuat dokter Rizki tidak tega untuk memberitahukan kondisi bayi malang tersebut.

"Kami akan mengusahakan yang terbaik. Di mana ayahnya? Saya ingin berbicara dengan beliau," ucap pria di depan Eliza itu kembali.

"Dia tak bisa dihubungi, Dok."

Dokter Rizki mengerutkan kening. Dia hendak bertanya, tetapi seorang perawat tiba-tiba keluar NICU dengan panik.

"Dokter kondisi pasien semakin kritis!"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (185)
goodnovel comment avatar
Suharjo Ajja
cerita nya bagus saya sudah baca sampai,bab 700
goodnovel comment avatar
Vanesa Azahra
Critanya bagus tpi sedih rasahnya
goodnovel comment avatar
Ayu Agustin Hermayanti
mau sampai ribuan episode kayaknya ini
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 794

    Mansion Michael sore itu ramai seperti biasa.Suara langkah kaki pelayan, obrolan keluarga di ruang tengah, dan tawa yang sesekali pecah—semuanya terasa terlalu hidup untuk dua calon pengantin yang sedang… kehabisan privasi.Aishwa melirik sekeliling dengan waspada.“Mas,” bisiknya pelan, menarik lengan Noah.“Semua orang kayaknya ngeliatin kita.”Noah menoleh santai.“Bukan kayaknya. Emang.”Aishwa mendengus kecil.“Terus kenapa kamu malah senyum?”“Karena mereka belum tahu,” jawab Noah sambil menggenggam tangannya, “kalau kita mau kabur sebentar.”“Kabur?” mata Aishwa membesar. “Ke mana?”Noah melirik koridor samping, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit.“Ruang baca lama. Yang jarang dipakai. Kamera nggak sampai situ.”Aishwa menatapnya tidak percaya.“Kamu hafal kamera?”Noah mengangkat bahu.“Calon suami harus siap segalanya.”Mereka berjalan pelan, pura-pura berbincang ringan, sampai akhirnya berbelok dan masuk ke ruang baca lama yang sunyi.Begitu pintu tertutup—Aishwa menghela

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 793

    Di kamar yang tenang, Jasmine duduk bersila di atas sofa empuk. Ponselnya terangkat sejajar wajah, layar menampilkan wajah seseorang yang membuat alisnya naik-turun sejak lima menit lalu.Attar.Putra Dirga dan Yuna itu tampak santai di layar, bersandar malas dengan ekspresi yang—menyebalkan."Susah sekali menghubungi kamu," kata Attar dengan gaya santai."Aku tidak mungkin melakukan video call denganmu, sedangkan semua orang sedang berkumpul di sini. "Jasmin memberikan penjelasan singkat. "Iya tapi kan nggak mesti harus aku di reject terus," protes Attar."Ya Aku tahu aku salah. Tapi kenapa begitu aku menghubungi kamu, lama sekali dijawab. Aku bahkan sampai menelpon berulang-ulang kali” Jasmine mendengus.Namun Attar tidak menjawab.“Aku nanya kenapa gak di jawab.”Attar mengangkat bahu.“Aku lagi mikir jujur atau bohong?”“Kamu mikir apa sampai matamu ke mana-mana gitu?” Jasmine menyipitkan mata. “Jangan bilang kamu sambil main game.”“Enggak kok,” jawab Attar cepat. Terlalu cepat.

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 792

    Leo tersenyum memandang wajah Anisa yang sudah jauh lebih segar. “Kalau kamu mau turun dari tempat tidur, bilang,” katanya sambil merapikan selimut.“Jangan coba-coba sendiri.”Beberapa saat kemudian, Anisa berbisik,“Aku mau ke ruang tamu…”Belum selesai kalimatnya—Leo sudah langsung mengangkat tubuhnya. “Leo—!” Anisa kaget.“Kamu terlalu ringan,” katanya tenang. “Dan terlalu keras kepala.”Ia menggendong Anisa seolah itu hal paling wajar di dunia. Langkahnya mantap, tidak tergesa, tidak ragu.Anisa menunduk, jantungnya berdebar pelan.Sudah lama… sangat lama… tidak ada seseorang yang memperlakukannya seperti ini.Bukan karena kasihan.Tapi karena peduli.Ia menatap wajah Leo dari dekat.Lelah. Namun matanya tetap fokus.“Kenapa kamu sebaik ini, Leo?” tanya Anisa lirih.Leo berhenti melangkah sesaat.Lalu berkata pelan,“Kamu sudah berulang kali menanyakannya dan aku juga sudah menjawab, Anisa.”Kalimat sederhana itu— membuat Anisa tersenyum malu. Leo meletakkan tubuh Anisa ke at

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 791

    Apartemen Leo terasa begitu tenang pagi itu.Hangat. Sunyi. Dan untuk pertama kalinya setelah berhari-hari, Anisa tidak menggigil kedinginan.Ia terbangun perlahan. Kelopak matanya masih berat, namun kepalanya tidak lagi berputar hebat seperti sebelumnya. Tubuhnya memang masih lemah, tetapi setidaknya ia bisa bernapas dengan lebih lega. Selimut tebal membungkus tubuhnya rapi, memberi rasa aman yang asing—namun menenangkan.Begitu ia mencoba menggerakkan tubuh—“Jangan dulu.”Suara itu terdengar dekat.Leo duduk di sisi tempat tidur, mengenakan pakaian rumah sederhana. Rambutnya sedikit berantakan, tanda ia hampir tidak tidur semalaman.“Kamu baru turun panasnya,” ucapnya tenang. “Jangan memaksakan diri.”Anisa menelan ludah.“Maaf… aku bikin kamu repot.”Leo menggeleng pelan.“Kamu sedang sakit. Itu bukan repot.”Ia berdiri, lalu kembali dengan membawa handuk bersih dan sebuah baskom kecil berisi air hangat.Anisa mengernyit bingung.“Leo?”“Kamu belum mandi hampir lima hari,” katanya

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 790

    "Nomor satu mommy ku, nomor dua istri ku. Hanya saja mommy sudah tidak ada, jadi kamu tidak punya saingan." Samuel berkata dengan wajah polosnya. Violet langsung tersenyum saat mendengar jawaban calon suami."Sayang, aku ingin meminta keluarga kita, agar pernikahan dimajukan lagi."Samuel tersenyum kecil, nakal.“Karena calon istriku cantik banget. Aku tidak sabar ingin bisa bebas mencium mu.”Wajah Violet langsung memanas. Refleks ia memukul lengan Samuel pelan.“Mas! Jangan bercanda di sini.”“Ini bukan bercanda,” sahut Samuel cepat.“Ini pengakuan.”Ia sedikit menunduk, matanya sejajar dengan pantulan mata Violet di cermin. Tatapannya lembut, hangat, penuh rasa memiliki yang tidak berisik namun dalam. "Untuk cium saja, aku harus curi-curi. Mana Tante Eliza seperti punya radar pendeteksi lagi. Setiap kali aku curi kesempatan, mommy kamu itu selalu saja muncul.""Sudah jangan protes. Nanti kalau banyak protes, pernikahan kita malah dibatalkan.""Iya deh, aku akan tunggu dua Minggu,

  • Menjadi Ibu Susu untuk Anak Presdir   Bab 789

    Samuel dan Violet berada di sebuah butik haute couture ternama di Prancis—Maison Étoile.Violet berdiri di depan cermin tinggi. Gaun pengantin berwarna ivory lembut membalut tubuhnya dengan sempurna. Potongannya sederhana, tanpa detail berlebihan, namun justru di situlah letak keindahannya. Anggun. Tenang. Memikat. Seolah gaun itu diciptakan khusus untuknya.Beberapa langkah di belakang, Samuel berdiri mengenakan setelan jas hitam yang masih dalam tahap penyesuaian. Bahunya tampak tegap, namun wajahnya… sama sekali tidak setenang posturnya.Begitu Violet berbalik—Samuel terdiam.Benar-benar terdiam.Tatapan pria itu terkunci pada satu titik. Dadanya terasa penuh, napasnya tertahan sesaat. Semua penantian panjang, semua rindu yang ia simpan bertahun-tahun, terasa terbayar lunas hanya dengan satu pemandangan itu.“Sayang…” ucapnya pelan, suaranya nyaris bergetar.“Kamu cantik sekali.”Violet tersenyum kecil, masih menunggu.Samuel menggeleng pelan, seolah kata cantik saja tidak cukup.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status