Share

Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder
Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder
Author: Purple Rain

Bab 1. SUARA DESAHAN DI RUANG SEBELAH

“Apakah Kevin sudah datang?”

Bola mata Marissa memindai keadaan sekeliling. Ia tidak menjumpai tunangannya, Kevin Aldous Benneth. Ruang tunggu Galeri Antalya terlihat sepi, hanya beberapa pasang calon pengantin yang sedang melihat desain terbaru galeri tersebut.

"Kenapa kalian diam saja? Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?" Marissa menatap satu persatu karyawan Galeri Antalya, wajah mereka terlihat pucat pasi.

Marissa dan Kevin telah sepakat, jika tepat jam 2 siang akan melakukan fitting baju pengantin di salah satu galeri ternama di pusat kota. Tapi saat Marissa sudah tiba di lokasi, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Bahkan dari sekian karyawan di sana, tidak ada satupun yang angkat bicara.

“Nona, Nona, tunggu!” cegah salah satu karyawan tersebut ketika melihat Marissa melanjutkan langkahnya ke dalam galeri.

“Ya! Ada apa? Kenapa dengan kalian hari ini ….?" kedua tangan Marissa direntangkan dengan bebas. Tampak dahinya berkerut karena merasa heran dengan keanehan yang terjadi siang ini.

"M-Maaf, Nona." Karyawan tersebut buru-buru melepaskan pegangan tangannya, lalu mereka berdua hanya bisa menatap dalam kebungkaman. 

Kepala Marissa menoleh ke arah lain dengan cepat, saat ada sesuatu yang mengusik pendengarannya. 

“Nona. Jangan ….!” kepalanya menggeleng pelan dengan tatapan yang—entah.

"Diamlah! Aku tidak butuh alasan kalian," jawab Marissa yang memperlihatkan gestur wajah tak suka. 

Seketika itu juga karyawan galeri tidak berani membantah. Mereka pun menunduk dan meremas kedua telapak tangan. Sehingga semakin menimbulkan keanehan di benak, Marissa.

"Jangan berhenti! Aku mohon," sayup terdengar suara dari salah satu ruangan. Suara itu bagai terbawa angin lalu dan sampai di gendang telinga, Marissa.

"Sepertinya aku mengenal suara itu …." gumam Marissa dengan langkah sedikit terburu-buru.

“Tidak, Nona. Sebaiknya Anda jangan ke sana!”

Gadis berambut ikal tersebut tidak menghiraukan suara karyawan galeri yang berusaha mati-matian menghentikan aksinya. Marissa tetap masuk ke dalam meski ia harus menahan seluruh tubuhnya yang mulai gemetar hebat.

“Lebih cepat, Kevin! Aku sudah tidak bisa menahannya ….”

Suara desahan di balik pintu itu benar-benar mengusik telinganya. Ia mengepalkan tangan kanan dengan erat. Bibir Marissa mengatup hingga memperlihatkan rahangnya yang mengeras. Entah mengapa ia bisa merasakan jika akan ada hal buruk setelah Marissa berhasil mengetahui sesuatu di balik pintu ruang fitting itu.

"Huft ….! Tenanglah, Marissa!” Marissa mencoba untuk meredam perasaannya sendiri. 

Ia harus menerima kenyataan saat tangannya berhasil membuka handle pintu. Hampir saja Marissa terjatuh karena tiba-tiba saja tubuhnya terasa ringan. Untung, gadis bermata kecoklatan itu memegang handle pintu dengan cukup kuat.

"K-Kevin, J-Joanna ….! A-Apa yang sudah kalian lakukan?" 

Kelopak mata Marissa terbuka lebar saat mendapati calon suami dan adiknya sedang melakukan sesuatu yang tidak senonoh di dalam ruangan itu. 

"Sial ….!" Joanna kebingungan ketika hendak bersembunyi dan menutupi tubuhnya yang sudah terbuka sebagian.

"Joanna, tunggu dulu! Jangan pergi!" Marissa berusaha menghadang adik perempuannya itu agar tidak meninggalkannya begitu saja.

Ya! Joanna harus menjelaskan semua kekacauan yang telah dilakukannya sore ini. Bisa-bisanya gadis itu langsung hengkang tanpa pamit. Bahkan ia tidak mengucapkan satu kalimat permintaan maaf kepadanya.

“Lepaskan aku, Marissa!” bola mata Joanna membulat, hingga membuat Marissa terkejut dengan reaksi yang ditunjukkan oleh adik perempuannya tersebut.

"Dia tidak ada urusannya denganmu. Hadapilah aku, Marissa!" Kevin meraih tangan Marissa agar gadis itu tidak mengejar, Joanna Spencer.

“B-Bisa-bisanya kalian berkhianat di belakangku?” ia memandang Kevin dengan tatapan tak percaya.

Beberapa karyawan Galeri Antalya yang berdiri di ambang pintu pun menyingkir dengan sendirinya ketika Kevin meraih pintu dan menutupnya dengan satu kali gerakan. Sudah seharusnya mereka tidak mencampuri urusan orang lain, apalagi saat ini kejadian yang tengah diributkan adalah sesuatu yang sangat memalukan.

"Apa yang sudah kamu lakukan? Jangan menyentuhku! Singkirkan tanganmu itu dariku! Sangat menjijikkan,” Marissa menghempaskan tangan Kevin yang telah berani menyentuhnya. Ia tidak sudi bersinggungan setelah tangan itu berhasil menggerayangi tubuh adiknya.

“Jangan munafik, Marissa!” hardik Kevin dengan emosi meluap karena hasratnya tidak tersalurkan seperti keinginannya.

“Kamu yang munafik, Kevin! Kamu ingin memutar balikkan fakta dan menyalahkan aku?" Marissa menunjuk dirinya sendiri tepat di depan dada. Raut wajahnya mendeskripsikan perasaan kecewa yang mendalam.

"Kenapa ini terjadi di saat tanggal pernikahan kita sudah di depan mata?" tatapannya begitu tajam menatap Kevin dengan begitu muak. Marissa merasa sia-sia telah menjaga kesetiaannya selama ini, jika pada akhirnya ia masih saja ditikung dengan saudaranya sendiri.

"Atau, kalian memang sengaja menggagalkan pernikahan ini?" Marissa mencoba untuk mencari jawaban, kenapa kedua orang terdekatnya sepakat berkhianat.

Marissa memandang pria itu dengan tatapan tak mengerti, kedua alisnya saling bertautan. Ia melihat Kevin kini tengah berkacak pinggang setelah mengacak rambutnya yang ikal. Pria bertubuh jangkung dengan postur 175 centimeter tersebut tiba-tiba terkekeh. Kevin menertawakan Marissa yang terlihat bodoh di matanya.

“Kenapa ….?” Marissa bertanya dengan nada suara dan bibir yang bergetar.

“Kenapa harus dengan adikku, Kevin? Apa tidak ada perempuan lain selain dia?” Marissa terlihat begitu menyedihkan meski ia berusaha untuk bisa berdiri dengan tegak. 

“Sudah puas kamu menghancurkan semuanya?” ia berusaha untuk menahan agar titik embun yang hendak lolos dari kelopak matanya tidak jatuh membasah di kedua pipi.

"Kita tetap menikah!" ujar Kevin dengan suara yang terdengar begitu—dalam.

Marissa menoleh dengan segera, "Apa?! Jangan gila kamu, Kevin!”

“Setelah apa yang kamu lakukan dengan adikku dan sekarang kamu menuntutku untuk terus menjalankan rencana pernikahan ini?” panjang lebar Marissa menumpahkan kekesalan hatinya.

“Jangan mimpi kamu, Tuan! Bangunlah! Tidurmu sudah terlalu lama." Sindir Marissa yang berusaha untuk menyadarkan posisi Kevin saat ini.

"Tidak bisa! Kita harus tetap menikah apapun kondisinya. Karena …." 

"Apa?! Karena apa, hah? Agar kamu bisa bersenang-senang dengan Joanna dan aku sampai puas?" buru-buru Marissa memotong kalimat, Kevin. Pria itupun menghentikan ucapannya, lalu menatap Marissa dengan enggan.

"Dasar maniak!" tuding Marissa saat ia melanjutkan ucapannya kembali.

Napasnya terdengar begitu memburu, ia meluapkan semua emosi yang sedari tadi ditahan. Tapi sia-sia bagi gadis itu. Semakin Marissa marah, semakin Kevin tertawa senang. Seolah-olah pria itu adalah—pemenangnya.

“Diamlah! Tutup mulutmu!” Tangan kanan Kevin sudah menjepit dagu, Marissa. 

Perempuan itu mendongak seiring pergerakan tangan Kevin yang memaksa dirinya untuk menatap wajah menyebalkan tersebut. 

“Kamu pikir, kamu adalah wanita yang hebat? Jangan sombong kamu, Marissa!” ujar Kevin dengan bola mata yang melotot.

“Aku terpaksa menyetujui pernikahan ini karena ada sesuatu yang selama ini tidak kamu ketahui,” Kevin semakin mendekatkan wajah. Marissa bisa merasakan hembusan napas itu menerpa sebagian wajahnya yang dimiringkan.

“Apa yang sedang kamu bicarakan?” wajah Marissa kembali berpaling dan menatap Kevin dengan tajam. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status