Share

Persiapan Pernikahan

Author: Anarita
last update Last Updated: 2023-12-11 14:59:11

Deretan cluster mewah menjadi pemandangan Diana untuk pertama kali setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam. Mobil yang mereka tumpangi tiba di depan gerbang hitam yang rumahnya sangat mewah. Rumah itu terlihat mirip istana dengan halaman yang cukup luas.

Perjalanan dari gerbang menuju rumah menjadi pemandangan yang paling indah. Banyak lampu-lampu taman. Diana bisa membayangkan betapa indahnya bermain di taman ini jika hari sudah siang. Gadis itu berdecak kagum. Namun semua keheranannya luntur tatkala ia mengingat pernikahan yang akan dilaksanakan besok pagi.

“Ehem!”

Suara dehaman Bram membuat Diana tersentak. Gadis itu menoleh dengan sepasang mata sembab dan guratan lelah di antara kantung mata.

“Setelah ini kamu bisa langsung istirahat Diana. Besok akan ada pelayan yang akan membangunkanmu pagi-pagi sekali,” ucap Bram.

Diana hanya mengangguk tanpa bicara. Selama dalam perjalanan memang gadis itu terus diam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan Bram. Dia merasa tidak perlu berinteraksi dengan kakek tua itu

Sesampainya di rumah, Diana kembali disuguhkan dengan desain interior mewah bergaya American classic. Gadis itu hanya menurut saat pelayan menggiring dirinya masuk ke sebuah kamar.

Di kamar mewah itu Diana menghempaskan tubuhnya ke tengah ranjang. Dia menatap langit-langit kamar sembari meratapi nasib.

“Aku hanya punya waktu beberapa jam untuk menikmati masa lajangku. Besok aku akan menikah. Dan mungkin mulai besok aku akan menjadi tahanan di rumah mewah ini,” gumam Diana.

Dia berusaha memejamkan matanya meski itu sulit sekali. Rasa kantuknya terus bertabrakan dengan hawa getir yang membanjiri pikiran.

Prang!

Diana terhenyak saat mendengar suara benda yang dibanting keras di atas lantai. Tak lama kemudian terdengar suara ribut-ribut dari arah luar. Samar-sama terdengar suara adu mulut yang terdiri dari dua pria. Diana tidak bisa mendengar jelas percakapan mereka karena kamar ini kedap suara. Mau membuka pintu juga Diana tak memiliki keberanian untuk melakukannya.

Akhirnya gadis itu meringkuk di bawah selimut sambil membayangkan bahaya apa yang akan ia hadapi di rumah ini besok pagi.

***

***

Sementara di luar. Seorang pria sedang mengamuk tatkala dirinya tahu akan dinikahkan besok.

“Apa Kakek gila?” teriak lelaki bernama Abian. “Mana mungkin aku sudi menikahi gadis kampung yang tidak aku kenal asal-usulnya? Mau ditaruh ke mana harga diriku sebagai pewaris keluarga Mahendra?”

“Setidaknya gadis kampung itu jauh lebih baik daripada pacarmu yang bekerja di club malam itu!”

“Jangan sekali-kalinya menghina Miranda. Dia adalah gadis pekerja keras. Kakek tidak pantas menghinanya seperti itu,” teriak Abian lagi.

Bram menarik napas panjang. Sudah ia duga cucunya pasti akan mengamuk saat dirinya membawa perempuan itu ke rumah. Ini bukan sekali dua kali Bram menjodohkan Abian dengan wanita. Namun kali ini Bram tidak akan goyah dengan gadis pilihannya.

“Bukankah waktu itu kamu sendiri yang menyuruh Kakek mencarikan jodoh gadis kampung yang jelek dan miskin?”

“Apa Kakek menganggap ucapanku serius?” Abian tercengang.

Beberapa Minggu lalu Abian memang sempat membawa Miranda ke rumah. Dia meminta izin pada kakeknya untuk melamar Mira. Namun apa yang ia dapat? Bram justru marah besar dan mengatakan Miranda gadis murahan yang tidak sepadan dengan keluarganya.

Lalu Bram mengatakan lebih baik ia menjodohkan Abian dengan gadis kampung yang jelek dan miskin ketimbang merestui hubungan Abian dengan Miranda.

Emosi Abian semakin menyulut. Dia menantang sang kakek untuk segera mencarikan gadis yang dimaksud itu secepatnya. Ia tahu Kakeknya adalah manusia yang selalu mempertimbangkan asal-usul wanita yang akan dinikahkan dengan Abian. Semua wanita yang dekat dengan Abian tidak boleh sembarangan meski hanya teman. Namun siapa sangka? Kakek malah serius menikahkan Abian dengan gadis kampung yang tidak jelas asal-usulnya itu.

“Harga diri laki-laki terletak pada ucapannya, Abian. Kau sendiri yang menantang Kakek untuk mencarikan perempuan itu secepatnya, jadi terimalah apa yang sudah menjadi seharusnya! Itu adalah keinginanmu sendiri,” kata Bram.

Abian mengepalkan tangannya penuh emosi. Dia tidak menyangka kakeknya tega merendahkan harga diri cucunya sedemikian rupa.

Sejujurnya semua ini juga di luar rencana Bram sendiri. Ia sama sekali tidak berniat mencari gadis kampung untuk Abian. Namun saat melihat Diana, Bram jadi teringat dengan tantangan cucunya. Sepertinya akan lebih baik jika Abian menikah dengan gadis kampung ketimbang Miranda yang bekerja di tempat hiburan malam seperti itu.

***

***

Pagi-pagi sekali pintu kamar Diana diketuk. Gadis itu merasa baru memejamkan mata beberapa detik namun sudah dipaksa untuk membuka lagi.

Diana menjuntaikan kakinya ke lantai. Gadis itu cukup terkejut saat melihat 5 orang wanita masuk ke kamar dengan langkah terburu-buru.

“Cepat mandi! Sebentar lagi akad pernikahan kalian akan dimulai!”

"Akad?" Diana terbengong. Ini masih terlalu pagi untuk terbangun dari mimpi.

“Hei, kenapa kamu diam? Cepat mandi! Jangan buat mempelai pria menunggu terlalu lama,” ucap seorang wanita yang mulai mengeluarkan beberapa peralatan make up. Beberapa lagi terlihat memilihah-milah baju yang akan dipakai oleh Diana.

Gadis itu tak sempat menjawab karena detik kemudian ia didorong ke kamar mandi oleh wanita lain. “Waktumu mandi tidak lebih dari 10 menit!” teriak wanita itu.

Diana gegas melucuti pakaiannya. Dia bahkan tak sempat menangis apalagi merenung. Gadis itu keluar dari kamar mandi kurang dari 10 menit. Begitu keluar ia langsung didudukkan dan dindadani oleh beberapa orang.

Setelah dua jam menahan rasa kantuk dan pegal, akhirnya proses make up itu selesai juga. Diana yang biasanya berpenampilan polos sudah disulap dengan riasan dan juga gaun pengantin yang indah.

Gadis itu kemudian berjalan menuju cermin. Dia langsung ternganga saat melihat pantulan dirinya yang tersaji di depan kaca.

“I …ini?” Diana nyaris tak mengenali dirinya. Bukan! Bukan dia terlalu cantik. Melainkan dia terlalu jelek dan terlihat 15 tahun lebih tua dari usia yang sesungguhnya. Diana tidak menyangka selera orang kota seburuk ini. Bahkan tukang make up di kampungnya jauh lebih baik daripada ini.

“Apa ini tidak salah?” Saat Diana berbalik, 5 wanita yang mendandani Diana langsung keluar dari kamar. Gadis itu hanya mampu mematung bingung sambil menatapi dirinya di pantulan cermin.

“Kenapa aku jadi terlihat seperti tante-tante? Apa mereka sengaja mendandaniku begini supaya tidak terlalu jomplang dengan Kakek Bram?” Dia bergumam masih dengan mukanya yang heran.

Ceklek ….

Pintu terbuka. Kakek Bram tersenyum hangat saat melihat Diana tengah berdiri di depan cermin.

“Kamu cantik sekali Diana.”

Gadis itu langsung mundur dua langkah saat Bram mendekat. Bram berpenampilan rapi dengan tuksedo berwarna hitam pekat.

“Kemarilah! Kakek ingin menggandeng tanganmu,” ucap Bram sudah mengulurkan tangan. Ragu-ragu Diana menjabat tangan kakek tua yang dia pikir akan menjadi suaminya itu.

Diana hanya menunduk. Mereka berjalan beriringan menuju ruang depan di mana pernikahan akan segera dilaksanakan.

“Ayah dan Ibumu tidak pernah menikah. Jadi kau tidak perlu khawatir dengan wali nikahmu. Aku sudah menyiapkan seseorang yang akan menjadi wali pengganti nanti,” ucap Bram.

Mulut Diana terbuka sedikit. Sepertinya Bram cukup mengenal keluarganya sampai tahu seluk beluk ayah dan ibu Diana. Gadis itu bahkan tak pernah tahu kalau dirinya adalah anak dari hasil hubungan gelap.

Sesampainya di ruang tamu, Diana terbelalak saat melihat seorang pria tampan sedang duduk di singgasana mempelai pria. Kepalanya di penuhi tanda tanya, dan gadis itu makin kebingungan saat kakek Bram mendudukkan dirinya di samping pria itu.

“Namanya Abian. Dia adalah pria yang akan menjadi suamimu.”

Diana refleks menoleh ke samping. Pria itu menatap lurus ke depan tanpa sudi melirik Diana sedikit pun.

“Abi-an?” lirih gadis itu sembari menatap Kakek Bram yang bergerak menjauh lalu mengangguk dengan senyuman. Dia kembali menoleh pada lelaki asing itu.

“Jadi yang akan menikah denganku adalah pria tampan ini?” batin Diana masih kesulitan membaca situasi. Lagi-lagi ini terasa seperti mimpi bagi Diana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Syock Diana ....karena menikahi cowok ganteng bukan si kakek
goodnovel comment avatar
vieta_novie
kaget ga...kaget ga...kaget lah...masa ga...wkwkwk tyt Diana nikah nya bukan ma kakek², tp ma pria tampan... xixixixi...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   TAMAT

    Hari itu, ruangan dokter terasa lebih hangat dari biasanya bagi Abian. Dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, dia memandangi layar USG yang menunjukkan gambar bayi mereka yang kedua. Antusiasme terpancar dari matanya yang berbinar saat membayangkan kehadiran anggota keluarga baru."Semoga aja yang kedua perempuan. Jadi formasi keluarga kita bakalan lengkap. Tapi kalau laki-laki juga tidak masalah. Aku juga suka," ujarnya sambil terus menatap foto hasil usg, seolah bisa melihat masa depan keluarganya yang bahagia.Di sampingnya, Diana yang mendengar ucapan Abian itu menoleh dengan ekspresi yang rumit. Matanya yang tadinya memancarkan kebahagiaan kini seolah tertutup oleh awan kegelisahan. "Sebenarnya hubungan kita ini bagaimana sih Mas? Kita jadi cerai atau tidak?" tanyanya dengan suara yang mendadak serius.Abian menoleh, ekspresi bahagianya berganti dengan tatapan yang lebih dalam. "Kamu maunya gimana?" tanyanya, mencoba menggali perasaan dan keinginan Diana yang sebenarnya."Ak

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Posesif Parah Lagi

    Lupakan isi hati perempuan yang sulit dipahami. Abian berusaha memaklumi sikap Diana yang aneh karena wanita itu sedang hamil sekarang.Pagi harinya, Abian dikejutkan oleh kabar Diana yang pingsan mendadak. Dia dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan cairan.Abian saat itu cukup panik. Dia baru saja duduk di kursi kantor saat kabar itu datang. Tanpa basa-basi Abian langsung pergi menuju rumah sakit tempat Diana dilarikan.Sesampainya di rumah sakit ada kakeknya yang menunggu Diana. "Gimana keadaannya, Kek?" tanya Abian dengan wajah pucat pasi."Masih di dalam, dokter sedang menanganinya," jawab kakeknya sambil memandang lekat-lekat ke arah pintu ruang gawat darurat.Abian menghela napas berat. Pundaknya terasa seolah ditumpuk beban berat. Dia duduk di samping kakeknya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertanya lebih lanjut tapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya.Beberapa menit terasa seperti jam berlalu hingga akhirnya seorang dokter keluar dari ruang tersebut. A

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Lahhh??

    Diana menatap pintu kamar anaknya yang tertutup rapat, berharap suara lembut dari luar tidak akan membangunkan si kecil. Punggungnya terasa kaku, tangannya gemetar sedikit saat memegang gagang pintu. Ketika Abian berbicara, suaranya menimbulkan desas-desus yang menambah ketegangan di udara."Azka sudah tidur?""Sudah," sahut Diana, suaranya hampir tak terdengar, berusaha keras menyembunyikan kegugupannya."Kalau sudah selesai ayo tidur ke kamar. Bagaimanapun kita belum resmi cerai. Jadi usahakan jangan membuat orang salah paham," kata Abian dengan nada yang mencoba terdengar tenang namun Diana bisa mendengar sedikit kekecewaan di dalamnya.Kata-kata itu seperti jarum yang menusuk-nusuk perasaan Diana, membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Tanpa menjawab, ia melangkah pergi, meninggalkan Abian yang masih berdiri di ambang pintu. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah lantai di bawahnya menjadi lumpur yang menahan kakinya."Kamar kita masih sama kayak dulu. Ada di atas," sambun

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Kembalinya Diana

    Kakek Bram berdiri tegak di halaman villa, keriput di wajahnya semakin terlihat jelas, namun matanya masih tajam dan penuh semangat.Diana baru saja sampai di villa dan melihat sosok Kakek Bram yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Tubuh Kakek Bram tampak lebih renta, namun ia tetap berdiri tegap dan berkharisma."Kakek," sapa Diana dengan suara agak gemetar, mengetahui Kakek Bram pasti punya maksud tertentu mendatanginya.Kakek Bram tersenyum tipis, "Apa kabar Diana? Lama tidak berjumpa!""Kabar baik, Kek!" jawab Diana sambil berusaha tersenyum, menutupi rasa cemas yang menyelimuti hatinya."Ayo masuk, Kakek pasti sudah menunggu lama di sini kan," ajak Diana, berharap bisa mengalihkan pembicaraan.Namun Kakek Bram menggelengkan kepalanya pelan, "Maaf, Diana. Kakek tidak mau basa-basi. Kamu pasti paham tujuan Kakek ke sini buat apa."Diana menelan ludah, hatinya berdebar semakin kencang. Ia tidak tahu apa yang akan dibahas Kakek Bram, namun ia tahu, apa pun itu, pasti sangat pentin

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Pengalaman Hidup

    Diana menatap Prass dengan mata berkaca-kaca, seolah tak sanggup menahan kesedihan yang mendalam. Prass, yang sejak tadi mencoba menunjukkan sikap tegas, mulai merasa jantungnya berdegup kencang. Ia sadar, ini bukan hanya tentang kebahagiaan dirinya, tapi juga tentang Diana dan Bian."Maafkan aku, Mas Prass. Menurutku ini jalan terbaik untuk kita bertiga. Aku dengan jalanku, Mas Bian dengan jalannya, dan Mas Prass dengan langkah Mas sendiri," ungkap Diana dengan nada lirih.Prass mengepalkan tangannya, merasakan rasa kecewa yang begitu dalam. "Jadi begitu menurutmu. Jujur aku kecewa sekali dengan putusnya hubungan kita , Diana. Tapi aku cukup tercengang dengan isi pikiranmu. Menurutku kamu salah!"Diana terkejut, "Salah?""Hum. Kalau kamu masih sayang pada Abian. Kejarlah dia. Untuk apa kamu ikut menyerah?" kata Prass, mencoba menyadarkan Diana."Biar adil untuk Mas. Menurutku tidak etis jika aku berbahagia dia atas penderitaan orang," jawab Diana dengan suara terputus-putus."Sejak

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Hikss.

    Diana merasa hampa, ia menatap lantai dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa mencegah Abian pergi meninggalkannya. Diana memang terlalu egois untuk mengatakan bahwa dirinya masih membutuhkan laki-laki itu.Saat sedang tenggelam dalam kesedihan, tiba-tiba pintu terbuka dan Firman datang. Firman, bapak Nuna yang dulunya jahat namun kini sudah bertobat."Nuna, apa yang terjadi?" tanya Firman cemas, melihat wajah anaknya yang sembab karena menangis. "Mas Bian baru saja pergi, Yah. Dia minta tinggal satu bulan di sini sebelum kita bercerai, dan sekarang waktunya sudah tinggal di sini habis," jawab Nuna dengan suara serak."Terus kenapa kamu nangis?" tanya Firman heran, berusaha menenangkan Nuna.Nuna menangis semakin keras, Firman mencoba merangkul dan mengusap punggung Nuna, berusaha memberi dukungan pada anaknya yang sedang berduka. Di tengah kekacauan hati ini, Diana merasa sendiri dan terluka, namun ia bersyukur masih memiliki Firman yang peduli dan siap mend

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status