Share

Menjadi Istri Sewaan CEO Tampan
Menjadi Istri Sewaan CEO Tampan
Author: Awwala

Bab 1

"Aku harus menyampaikan ini padamu," ucap Naomi Waltz dengan pelan, dan hampir tidak terdengar. "Aku tidak bisa mengajak dia ke sini. Dia membatalkan niatnya untuk bertemu denganmu," kata Naomi pada Arion James, atasannya.

Malam ini seharusnya dia membawa wanita bayaran itu menghadap bosnya. Tapi wanita itu seperti seorang pengecut. Kabur sebelum bertemu dengan Arion. Kini Naomi yang harus menerima konsekuensinya karena dia gagal melaksanakan misinya. Dia terpaksa datang ke penthouse Arion untuk menyampaikan kabar itu.

"Kenapa kau membiarkan dia pergi?"

Arion berucap pelan sambil menatap tajam pada Naomi. Dia melangkah menghampiri gadis itu, lalu mengunci Naomi di tempatnya. Sejak dulu dia tidak pernah suka dengan kegagalan. Tapi malam ini asisten pribadinya itu justru mengecewakannya.

"Aku .... Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena dia langsung pergi tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara," jawab Naomi dengan suara bergetar.

Naomi mundur beberapa langkah. Dia tidak berani menatap Arion. Malam ini bosnya itu tampak sangat menakutkan. Meskipun dia mengenal Arion dengan temperamennya yang buruk, selama ini dia belum pernah menerima amukan dari Arion. Hampir dua tahun menjadi asisten pribadi laki-laki itu, Naomi berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik.

"Seharusnya kau memberi tahu dia bahwa aku akan memberi dia uang yang banyak bila bersedia menjadi istri pura-puraku."

Arion sengaja menekan suaranya karena saat ini hatinya terasa mendidih. Naomi telah menggagalkan rencananya. Dan dia tidak terlalu suka mendapatkan kenyataan itu.

Kepalanya tiba-tiba terasa berdenyut-denyut. Kalau bukan karena ibunya yang mendesak dia agar dia segera menikah, dia tidak mungkin berbuat sejauh ini. Apa salahnya di usianya yang ke tiga puluh lima dia belum menikah. Tapi ibunya tidak mau tahu.

Naomi menarik napas dalam-dalam. Sepertinya sulit baginya untuk meyakinkan Arion agar bisa mengerti bahwa dia memang tidak memiliki kuasa untuk menahan wanita itu pergi. Wanita bayaran itu pasti sudah mengetahui sifat buruk Arion, makanya dia memilih pergi sebelum pertarungan mulai berlangsung. Bahkan wanita itu tidak tertarik dengan iming-iming imbalan yang akan Arion berikan bila misi mereka berhasil.

"Aku benar-benar minta maaf," pinta Naomi dengan sorot mata sendu. "Kau boleh memecatku atau melakukan apa pun. Aku tidak akan menentangmu," ucap Naomi pasrah. Mungkin setelah ini dia harus mencari pekerjaan lain.

Arion mengulas senyum misterius. Dia melangkah maju mendekati Naomi. Matanya sama sekali tidak berkedip saat menatap Naomi.

"Kau mau pergi ke mana?" tanya Arion saat melihat Naomi berjalan mundur menjauhinya.

"Aku ingin pulang. Sudah tidak ada lagi yang perlu aku bicarakan."

Arion melangkah maju. Dengan sengaja dia menghalangi Naomi pergi. Dari jarak sedekat ini dia bisa mencium aroma tubuh Naomi yang sangat harum. Seketika gairahnya tersulut dengan panas.

Entah kenapa malam ini Naomi tampak berbeda dari Naomi yang biasanya dia temui. Wajah Naomi tidak terpoles makeup, tapi memancarkan kecantikan alami. Dan rambutnya. Baru kali ini dia melihat Naomi menggerai rambutnya yang ternyata sangat ikal dan panjang. Arion tergoda ingin membelai rambut itu, meraupnya dan merasakan kelembutannya.

"Biarkan aku pergi." Naomi mendorong tubuh Arion agar tidak menghalangi jalannya.

"Siapa bilang kau boleh pergi." Arion mendekatkan kepalanya di samping telinga Naomi. Setelah itu dia memegang tangan Naomi erat.

"Lepaskan tanganku." Naomi meronta-ronta, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Arion.

"Kau bilang aku boleh melakukan apa saja." Arion berbisik pelan, lalu dia meniup denyut nadi di leher Naomi yang berkedut dengan kentara.

Naomi bergidik ngeri. Lalu dia berusaha melepaskan diri dari Arion, dan mendorong Arion mundur. Sayangnya usahanya tidak membuahkan hasil.

Arion bergeming. Dia tidak akan membiarkan Naomi pergi begitu saja. Dengan tatapan menggoda, Arion mendekatkan kepalanya di samping kepala Naomi kembali. Dia pun berbisik pelan di telinga Naomi.

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan dariku."

Selama ini Arion bukannya tidak tahu kalau Naomi menaruh hati padanya. Hanya saja dia tidak terlalu menggubrisnya. Naomi masih muda. Terdapat jarak yang membentang jauh di antara mereka berdua. Usia mereka terpaut dua belas tahun. Selain itu dia masih memiliki trauma karena tunangannya mengkhianatinya dan berselingkuh dengan adiknya.

Sementara itu Naomi berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Arion, dan berhasil. Lalu, dia menampar pipi Arion keras. Napasnya tersengal-sengal karena berusaha menahan amarah yang menggelegak di dalam dadanya.

"Aku tidak seperti yang kau kira," ucap Naomi membela diri.

Naomi menggerakkan tubuhnya agar bisa terlepas dari Arion. Tapi, tindakannya ini justru membuat Arion semakin menekan tubuhnya. Arion kembali memegang kedua tangan Naomi kuat.

"Sudah terlambat. Kau tidak bisa menarik kembali kata-katamu tadi." Kata-kata Arion terdengar sangat dingin. Tatapan matanya tajam dan mematikan.

Naomi seolah ditampar dengan keras. Dia sangat menyesali ucapannya beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia tidak mengatakan apa-apa. Perkataannya ternyata disalahartikan oleh Arion.

"Kau salah ...." Naomi menggelengkan kepalanya cepat.

Kemudian sesuatu yang tidak pernah Naomi duga sebelumnya kini terjadi dirinya. Joe merobek bagian depan gaun yang dia pakai. Tangan Naomi yang bebas secara otomatis terangkat, lalu menutupi bagian dadanya yang terbuka.

"Bukankah ini yang kau inginkan?"

Wajah Naomi langsung memerah begitu mendengar kata-kata penuh hinaan yang Arion lontarkan padanya. Naomi merasa terhina . Dengan sekuat tenaga dia mendorong Arion, tapi tetap gagal. Tenaganya sangat lemah.

"Malam ini kau akan mendapatkan apa yang kau impikan selama ini." Arion berkata dengan dingin.

Malam ini dia hanya ingin melepaskan rasa stresnya karena rongrongan ibunya yang tidak kunjung berhenti. Untuk sekali ini saja dia ingin bersenang-senang dengan Naomi. Setelah ini hubungan mereka akan kembali seperti semula, sebagai atasan dan bawahan.

Naomi menggeleng cepat. Kelopak matanya terasa panas. Tubuh dan hatinya terasa sakit semua, tapi dia tidak mampu melakukan apa-apa.

Arion memegang wajah Naomi. Bibirnya mulai menyentuh pipi Naomi, lalu turun dan berhenti tepat di bibir Naomi. Dengan rakus Naomi memagut bibir Naomi, membiarkan Naomi kesulitan bernapas. Kedua tangannya merobek sisa gaun yang masih menempel di tubuh Naomi.

"Begini lebih bagus," ucap Arion melirik sebentar tubuh Naomi yang polos. Dia kembali mencium Naomi, dan menuntut gadis itu agar membalas ciumannya.

Naomi mengatupkan bibirnya rapat. Dia tidak akan pernah sudi memuaskan kesenangan Arion. Dia masih memiliki harga diri meskipun Arion telah berhasil mempermalukan dirinya habis-habisan.

Arion merasa semakin tertantang. Dia menarik Naomi, lalu menjatuhkannya di atas kasur. Dia menindih Naomi. Tangannya bergerak dengan leluasa menyentuh bagian-bagian tubuh Naomi yang sensitif.

Arion mencium Naomi lagi dengan panas, tidak membiarkan gadis itu berbicara lagi. Lalu, dia memaksa Naomi untuk menerima dirinya sepenuhnya. Meskipun pada awalnya Naomi meronta-ronta , akhirnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Naomi pasrah dengan berurai air mata.

"Kau masih perawan." Mata Arion membelalak lebar setelah mendapati kenyataan yang langsung memukul tepat pada dadanya. Dia menjadi yang pertama bagi Naomi.

Arion menatap wajah Naomi lekat-lekat, lalu menggeser tubuhnya menjauh dari gadis itu. Dalam diam Arion merenungi kenyataan yang baru saja dia dapatkan. Siapa yang menyangka dibalik penampilannya yang sering bergaul dengan kaum laki-laki, Naomi belum pernah berhubungan dengan salah satu di antara mereka.

"Sekarang tidak lagi," ucap Naomi pahit dengan bibir bergetar.

Kemudian Naomi meraih selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos. Dengan kasar dia mengusap air matanya yang tidak mau berhenti. Ini adalah pengalaman pertama baginya, jadi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan setelah melakukan hubungan seks dengan Arion.

Raut wajah Arion berubah kaku dan sedikit keruh. Dia menyesal telah bertindak di luar kendali. Biasanya dia tidak seperti ini, selalu berpikir secara matang sebelum bertindak. Kali ini dia lepas kendali, dan dia menyalahkan beberapa gelas wine yang dia tenggak sebelum Naomi datang menemuinya.

"Malam sudah larut. Tidurlah. Besok aku akan mengantarmu pulang." Setelah mengatakan itu Arion beranjak dari ranjang, lalu meninggalkan Naomi yang berbaring miring membelakanginya.

***

Keesokan harinya. Arion menyeduh kopi di dapurnya. Semalaman dia tidak bisa tidur. Saat ini dia membutuhkan kafein untuk mengusir rasa kantuk yang mulai mendera, yang membuatnya ingin tidur. Tapi dia tidak bisa melakukannya. Hari ini dia memiliki janji temu dengan salah seorang pemilik perusahaan penyulingan anggur.

Kepalanya terangkat saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Naomi keluar dari kamarnya dengan langkah gontai. Wanita itu tidak berani menatapnya dan wajahnya terlihat sangat pucat. Kelihatannya semalam Naomi sama seperti dirinya, tidak bisa tidur karena memikirkan kejadian sebelumnya.

Suasana di antara mereka mendadak terasa canggung. Mereka tidak ubahnya seperti orang asing yang baru saja bertemu. Diam-diam Arion memperhatikan Naomi yang mencoba menghindari dirinya.

Sial. Arion mengumpat dalam hati. Seharusnya dia tidak boleh bertindak gegabah, merusak hubungan kerja di antara mereka berdua.

"Kau mau secangkir kopi," ucap Arion menawari Naomi.

Naomi menggeleng perlahan. "Tidak, terima kasih. Aku ingin pulang sekarang. Satu jam lagi aku harus sudah sampai di kantor."

Arion tersenyum masam mendengar ucapan Naomi. "Hari ini aku memberimu ijin untuk tidak masuk kerja."

Percakapan mereka terpaksa berhenti saat terdengar bunyi bel rumah Arion. Meskipun sedikit heran karena ada tamu yang datang di pagi hari, Arion bergegas menghampiri pintu penthousenya. Dia tidak ingin membuat tamunya itu menunggu terlalu lama.

Tubuh Arion langsung mematung begitu melihat siapa yang berdiri di luar pintunya. Ibunya tengah menatapnya dengan sorot mata kemerahan. Terlihat jelas ibunya menyimpan kemarahan padanya.

"Kenapa kau tidak datang pada pertemuan semalam?" cerca ibunya tanpa basa-basi terlebih dahulu.

Arion sudah menduga ibunya sangat marah padanya karena telah menggagalkan rencana untuk menjodohkan Arion dengan anak perempuan kenalannya. Mau bagaimana lagi, dia tidak memiliki pemikiran kuno seperti ibunya. Mustahil baginya untuk bisa menerima perjodohan yang digagas oleh ibunya itu.

"Aku tidak ingin melakukannya." Arion berkata dengan tegas.

Wanita berusia enam puluh tahun itu mendorong Arion agar tidak menghalangi jalannya. Dia bergegas masuk ke dalam rumah, lalu berhenti tiba-tiba. Matanya membulat lebar saat melihat seorang wanita muda asing yang berada di rumah anaknya sepagi ini.

"Arion .... Bisa kau jelaskan siapa dia."

Arion memutar tubuhnya. Dia menatap Naomi sebentar. Dengan langkah pasti dia berjalan menghampiri Naomi, lalu menghadap ke arah ibunya.

"Ini Naomi Waltz. Dia calon istriku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status