Share

Menjadi Tahanan Kreditor Kejam
Menjadi Tahanan Kreditor Kejam
Penulis: Ranari Kka

1 - SETUJU MENIKAHI KREDITOR KEJAM

Beginilah akhir dari kehidupanku, mati tenggelam bersama seorang anak kecil!

Sebuah tangan mungil menarik ujung baju yang dikenakan Hana. Sontak kepala menoleh, menatap seorang anak laki-laki tampan dengan netra biru bersinar. Wajah anak kecil itu tampak lesu, menatap sendu wanita dewasa di sampingnya yang nyaris gila.

Kepala melengok ke arah jendela mobil kala terdengar suara ombak. Kedua mata Hana menatap lekat namun bergetar. Ia melihat hamparan laut yang luas, membentang indah dengan air berisi jutaan ikan.

“Tolong hentikan mobilnya di sini, Pak.”

Angin laut langsung menyambut mereka. Memeluk mesra tubuh Hana yang kaku, meningkatkan rasa sesak dan panas yang menjalar di dada. Pening dan gemetar yang semula mendera tubuh perlahan hilang ketika lihat deburan ombak kian menggila.

Hana tidak lagi mendengar deburan ombak menggulung, maupun cuitan burung camar yang terbang di langit. Kesunyian menjadi musik yang menemani wanita berambut panjang tersebut. Sakit yang dirasakan telah mengambil alih seluruh inderanya.

Perlahan kaki melangkah, namun tangan mungil kembali menyentuhnya. Tangan kecil itu menggenggam erat layaknya tidak mau terpisahkan.

“Kak,” panggilnya.

Mungkin seharusnya anak ini tidak ikut. Namun, pikiran saat anak manis ini akan dipukuli atau mati kelaparan membuat Hana tidak bisa menahannya. Hidupnya mungkin akan seperti Hana atau bahkan jauh lebih buruk.

Dia tidak bisa hidup tanpaku. Mungkin lebih baik mengakhiri semuanya sekarang … ,’ batin Hana.

Perlahan Hana berjongkok, menyamai tinggi dengan anak berusia lima tahun tersebut. Kedua tangan panjangnya terulur, menunggu anak itu datang dan memeluknya erat.

“Kemarilah, Alan.”

Mungkin Hana akan berakhir di neraka. Ya, tentu saja, dia melakukan dosa besar karena ingin bunuh diri dan mengajak anak tanpa dosa untuk ikut bersamanya.

Perlahan Hana mulai memejamkan mata. Dinginnya air laut sudah tidak bisa dirasakannya lagi. memeluk erat tubuh mungil Alan yang perlahan mulai basah.

Langkah terasa semakin berat seakan ada rantai yang menjerat. Jauh di dalam lubuk hati, Hana mengharapkan ada seseorang yang menolong. Hana masih menginginkan Tuhan mengasihaninya.

Kegelapan perlahan menyelimuti. Mereka sepenuhnya terjatuh dalam dinginnya pelukan air laut yang asin. Namun, tubuh yang mulai jatuh ke dasar mendadak ditarik seseorang. Tidak disangka akan ada orang yang menangkap mereka.

“Ketangkap kamu!”

Hana ditarik keluar ke tepi pantai, terduduk sambil mengeluarkan semua air yang masuk ke tubuhnya selepas tenggelam tadi. Berbeda dengan Hana, Alan justru tidak sadarkan diri di sampingnya.

Pria yang menangkap mereka menepuk-nepuk pipi Alan, berusaha menyadarkannya. Ia pun mendekatkan telinganya pada hidung Alan, mengecek apakah anak ini masih bernapas atau tidak.

Hana panik lalu berteriak memanggil nama Alan berkali-kali. Air mata yang semula kering kembali turun membasahi pipi. Hatinya teriris melihat Alan belum sadarkan diri.

Pria itu tidak berhenti berusaha. Setelah berulang kali memberikan napas buatan dan menekan-nekan ulu hati sampai dada, akhirnya air yang masuk melalui kerongkongan Alan keluar. Hana merasa sangat lega dan langsung memeluk erat tubuh anak laki-laki yang disayanginya tersebut.

Sebuah kartu nama basah terlempar tepat ke depan jemari kaki Hana. Sontak dia langsung menatap sang pemilik yang bernama Jeremy Robert.

Ternyata pria yang datang menggagalkan aksi bunuh diri Hana adalah seorang penagih utang. Ia mendekati Hana dan berjongkok tepat di depannya. Seketika aura yang dominan membuat bulu kuduk Hana merinding.

“Kalau tidak mau bayar utang, setidaknya sisakan seseorang yang akan bertanggungjawab. Kalau kalian berdua mati, siapa yang akan bayar utang, hah?”

Saat ini Hana tahu kalau dia tidak bisa pergi ke mana-mana, bahkan Tuhan saja menolak kematiannya.

Hana dan Alan dibawa ke sebuah rumah besar nan megah bergaya barat. Mobil yang mereka naiki memasuki gerbang besar yang terbuka dengan sendirinya, kemudian berhenti tepat di depan anak-anak tangga luas.

Pintu mobil terbuka dan dalam sekejap seseorang datang membawa paksa Alan dari pelukan Hana. Pria rapi yang membawa mereka menahan Hana untuk mengejar. Sebelah tangan terulur tepat di depan dada Hana, sedangkan tangan yang lain menyalakan pemantik untuk rokok di mulutnya.

“Kamu mau apakan dia, hah? Kalau mau uang, cari saja pria bodoh itu. Aku tidak punya urusan dengan utang-utangnya!” murka Hana pada pria yang tampak tidak peduli di sampingnya.

Jeremy menghembuskan asap rokok, mengangkat kelopak matanya dengan santai dan melihat ke samping, kemudian meletakkan rokok di antara jari-jarinya. “Kamu cantik, tapi sayang sudah punya anak. Di mana ayahnya?” tanyanya dengan nada rendah. Raut wajahnya yang cabul menakuti Hana.

“Dia adikku, bukan anakku,” bantah Hana tegas.

Ia menyunggingkan smirk setelah dengar jawaban Hana. “Aahh, baguslah. Berarti kamu masih perawan, kan?”

Hana terperangah. Baru kali ini dengar seorang pria bertanya hal tak etis seperti itu kepadanya. Ia menatap dengan muram, sadar bahwa pria di sampingnya jauh lebih menakutkan dari yang dikira.

“Sebenarnya apa yang kamu mau dariku?”

Pria itu tertawa kencang, seperti mengejek keluguan Hana.

Hana Angelista, usia 27 tahun. Memiliki adik laki-laki berusia lima tahun bernama Alan. Lulusan Sekolah Menengah Pertama dan memiliki utang sebesar 600 juta belum termasuk bunga. Itu pun hanya dari satu pihak. Dengan yang lain berutang 200 juta dan 50 juta, belum termasuk bunga.

“AKU TIDAK PERNAH PINJAM UANG SEBANYAK ITU! ITU BUKAN UTANGKU!” bantah Hana keras. Ia marah saat pria tak dikenal menjabarkan perihal utang yang tidak dia ketahui sama sekali. Hidupnya yang selalu miskin, tidak pernah mendapat uang ratusan juta seperti yang dikatakan.

“Akui saja. Kamu tidak hanya berutang, tapi nyaris membunuh orang.”

Hana menggeram dalam hati. Kedua telapak tangan mengepal kala ingat kejadian sehari lalu saat rentenir datang menagih ke rumahnya. Saat itu dia ketakutan karena ingin diperkosa dan mencari cara untuk bertahan, sampai akhirnya memukul kepala rentenir itu dengan botol beling besar hingga tak sadarkan diri.

Entah bagaimana pria di sampingnya tahu kejadian tersebut.

“Kamu seharusnya menjaga jarimu dengan baik. Aku tidak perlu membuktikan cap jari penjamin dalam dokumen ini, kan?”

Hana terdiam, sulit berkata-kata. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Berkat keserakahan orang lain, dirinya harus tersiksa dengan utang yang bahkan tidak pernah dia pinjam.

Pria tua sialan! Ayah bodoh itu entah di mana sekarang. Dia meninggalkanku dan Alan dengan segunung utang dan orang jahat!’ ucap Hana dalam hati.

“Aku akan beri kamu penawaran bagus. Kamu bisa bayar kembali utangmu dengan cara yang berbeda. Bukan dengan kabur atau bunuh diri seperti tadi, tapi menikahlah denganku.”

Untuk sesaat Hana berpikir kalau dirinya sedang bermimpi. Pria tidak dikenal tiba-tiba menolong dan mengajaknya menikah. Meskipun dia tahu hubungan ini akan berakhir seperti apa, namun tampaknya tidak ada pilihan lain.

Tidak punya uang, rumah disita, pengangguran, dan satu-satunya yang dimiliki oleh Hana adalah utang. Kini hidupnya pun terikat dengan Alan dan ada saat di mana dirinya memukul orang dan kabur.

Hana harus membayar utang yang bukan miliknya atau hidupnya akan semakin sengsara. Meskipun terlihat sangat banyak, utang itu bukan uang yang tidak bisa dilunasi. Hanya butuh waktu seumur hidup jika ingin melunasinya dengan uang.

“Bukan pernikahan sebenarnya, hanya pernikahan kontrak. Aku akan menjelaskannya setelah kamu setuju,” kata Jeremy coba meyakinkan Hana karena tampaknya wanita itu butuh waktu untuk berpikir.

“Baiklah. Aku setuju. Ayo, kita lakukan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status