Share

2 - NASIB TRAGIS DUA KEPRIBADIAN KONTRAS

Akhirnya Hana menjadi seorang istri dari pria yang sama sekali tidak dicintai, bahkan tidak dikenalnya.

Hana itu penakut, polos, dan rendah diri. Sementara Jeremy brutal, sombong, dan bos yang kejam. Dua kepribadian yang sangat kontras satu sama lain kini terikat oleh nasib yang tragis.

Hidupnya menjadi lebih buruk dari hari ke hari. Jika saja hari itu Hana kabur lebih cepat, dia mungkin tidak akan merasakan perasaan ini, rasa cinta dan dendam yang berisi kebahagiaan dan penyiksaan.

“Pastur pernah bertanya apa aku bersedia mencintai dan melindungimu, sekarang aku beritahu padamu jawabanku yang sebenarnya … .” Jeremy menjeda ucapannya. Perlahan mendekati Hana yang mematung di hadapannya. Mulut mendekati telinga Hana untuk berbisik, “… Aku tidak bersedia, sialan!”

Setidaknya kini Hana tahu alasan Jeremy menawarkan pernikahan sebagai bentuk pembayaran utang adalah karena persyaratan warisan dari sang kakek, di mana dalam kurun waktu yang ditentukan Jeremy sudah harus menikah. Ia memilih wanita yang tepat karena Hana adalah wanita naif dan mudah dipermainkan.

PLAK!

“Jauhkan wajahmu dari pandanganku, dasar jelek!” hardik Jeremy setelah memberikan tamparan keras tepat di pipi Hana.

Hana sampai terduduk kasar di lantai, merasakan denyutan di pipinya yang kemerahan. Bola matanya bergetar menatap lantai. Merasa tersakiti untuk kesekian kalinya karena tidak mampu melawan.

Ya, pernikahannya gagal. Kekerasan, percakapan apatis, mimpi buruk tak berujung adalah akhir paling tragis dari seorang wanita yang tidak memiliki apa pun. Demi hidup seorang anak kecil tak bersalah, di rela hidupnya tercabik-cabik hingga berkeping-keping.

“Enyahlah, aku muak melihatmu hari ini.” Tepat setelah mengatakan hal kasar itu, Jeremy menendang kuat Hana yang terkapar di lantai, kemudian masuk ke dalam kamar dengan marah.

Wanita itu merintih kesakitan, tetapi tidak bisa berteriak meminta tolong. Tidak peduli seberapa besar rasa sakitnya, tidak ada yang peduli, kecuali … .

“Kak!” Alan berlari mendekat setelah sembunyi di balik dinding. Raut wajahnya sangat mengkhawatirkan Hana, merasa takut setelah lihat darah mengalir di sudut bibir wanita tersebut.

“Kakak baik-baik saja, Alan tidak perlu khawatir,” ucap Hana lalu menarik tubuh Alan dan mendekapnya. Ia tidak bisa membiarkan anak lelaki ini terus melihat wajahnya yang menyedihkan.

Jika terus dipikirkan, perjanjian pernikahan yang dibuat Hana dan Jeremy tidak sepenuhnya buruk. Sebagai ganti status dan tubuhnya yang terus dipukuli, Hana dan Alan memiliki tempat tinggal layak. Dan yang paling penting adalah tidak ada satu pun dari mereka yang boleh menyentuh Alan.

Mengenai utang, Jeremy memang menghapus utang yang dimiliki Hana kepadanya. Namun tidak seluruhnya, hanya setengah dari 600juta. Sisanya masih harus Hana lunasi dengan uang dan Jeremy tidak peduli bagaimana cara wanita itu mendapatkannya.

Jeremy hanya bilang untuk melunasi semua sebelum Hana mati. Dan pria itu tidak akan membiarkan Hana mati sebelum bisa melunasi semua utangnya.

“Kak, apa Kakak benar tidak mau pergi dari sini?”

Pertanyaan itu kerap kali terulang dari mulut Alan. Dengan sorot mata menahan tangis, anak lelaki ini tampak paham apa yang terjadi pada Hana.

Selain itu, bukannya Hana tidak mau pergi, tapi dia tidak bisa. Lagipula, ke mana pun pergi hanya akan ada kesengsaraan yang mengikuti. Di mana pun dia berada, pasti baik fisik maupun hati akan terus tersakiti. Tidak ada jalan keluar.

“Rumah ini kan besar dan bagus. Apa Alan tidak suka berada di sini?”

Alan menggeleng kepala pelan. “Alan suka, tapi Alan tidak suka lihat Kakak dipukuli om itu.”

Ah, anak ini baik sekali. Satu-satunya alasan aku bertahan hanya demi dia. Mari kita lihat seberapa keras kamu akan berjuang demi Alan, Hana. Tapi pertama-tama, aku harus menemukan pria tua berengsek itu lebih dulu,’ kata Hana dalam hati.

***

Tidak sengaja Hana terbangun dari tidurnya saat tengah malam. Kelopak terbuka perlahan dan langsung disambut pemandangan Alan yang terlelap dengan nyaman. Wajah mungilnya yang memiliki sedikit bekas luka membuat rasa prihatin Hana kembali muncul. Tidak seharusnya anak kecil ini merasakan kepedihan hidup di usianya yang sangat muda.

“Maafkan aku, Alan. Seandainya kamu tidak masuk ke keluarga kami, kamu pasti tidak akan merasakan penderitaan ini,” ucap Hana pelan.

Wanita itu sulit untuk tidur kembali karena ingat dengan kejadian yang terjadi padanya dalam satu minggu ini. Mulai dari rentenir yang nyaris terbunuh karenanya, uang simpanan yang dirampas sang ayah, sampai terpaksa menikah dengan rentenir lain. Semuanya benar-benar berantakan, hidup Hana, tidak ada yang berjalan sesuai keinginannya. Takdir benar-benar jahat.

Awalnya Hana ingin kabur sendiri. Tapi tampaknya meninggalkan Alan sendirian adalah pilihan yang sangat bodoh. Tidak ada yang bisa hidup bersama ayah yang hobi berjudi dan menjual anaknya sendiri. Alan harus hidup bersama Hana. Berdua. Bukankah itu terdengar menyenangkan?

“Aku harap hidup tidak menjadi lebih buruk dari ini.”

Meskipun terdengar konyol, tapi Hana lega karena tidak ada satupun orang yang mencarinya karena kejadian memukul rentenir. Entah rentenir yang hendak memperkosanya itu akan mati atau tidak karena mengeluarkan banyak darah, tapi sampai saat ini kata Jeremy kondisinya masih kritis.

Misalnya dia mati lalu apa yang akan terjadi pada Hana? Akankah Hana masuk penjara? Itu jelas tidak boleh terjadi. Ia tidak bisa meninggalkan Alan sendirian.

PRANGGGG

Terdengar suara nyaring dari benda yang terjatuh ke lantai. Hana terkejut dan segera memeriksa apa yang terjadi di luar ruangan. Ia pergi menuju anak tangga dan melihat ke lantai bawah tempat sumber suara berasal. Namun, tidak terlihat hal mencurigakan apa pun.

“Aku tidak mungkin salah dengar. Suaranya sangat keras tadi,” pikir Hana.

Tiba-tiba saja dia memikirkan sesuatu yang menyeramkan. Tubuhnya bergidik ngeri, merinding ketakutan. Buru-buru dia berbalik hendak kembali masuk ke kamar. Namun, sebuah penampakan sosok asing tepat berada di belakang dan mengejutkannya.

“Baaa!” seru sosok tersebut.

Sontak Hana menjerit ketakutan, tubuhnya berjongkok sambil menutup mata takut. Sementara sosok yang mengejutkannya tertawa keras hingga terbahak-bahak.

“Hei, kamu mainan baru Kakakku, ya?”

Perkataan dari suara asing itu menarik perhatian Hana. Perlahan dia mengangkat mata dan mengernyit kala beradu pandang dengannya. Pria idi depannya ini memiliki pesona berbeda. Rambut hitamnya yang panjang dengan potongan wolfcut, serta anting-anting hitam di telinga membuatnya terlihat seperti berandal.

Senyum pria yang sangat lebar itu meluluhkan rasa takut Hana perlahan. Dalam hati bertanya-tanya identitas asli dari pria yang baru pertama kali dilihatnya ini.

“Ka-kamu siapa?” tanya Hana gugup.

Pria itu berdiri, bibirnya masih menyunggingkan senyum hangat. Kemudian tangannya yang berotot nan kekar itu terulur untuk membantu Hana berdiri.

Meskipun sempat ragu, Hana membalas uluran tersebut dan bangkit berkat bantuannya. Tanpa melepaskan pegangan, pria itu mulai memperkenalkan dirinya.

“Salam kenal, namaku Evan. Senang bertemu denganmu, Kakak Ipar.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status