Share

Menjandakan Istri Demi Selingkuhan
Menjandakan Istri Demi Selingkuhan
Penulis: Shaveera

1. Awal Kisah

"Annasta binti Lukman, pada hari ini kuceraikan kamu dan kuharamkan kakimu masuk rumah ini!" tegas Jasen suamiku. 

Jdeer!

Bagai palu godam menghentak dadaku kala terdengar ucapan Jasen tepat di depanku. Lelaki yang baru pulang dari kantor itu langsung berucap lantang di depan pintu kamar pribadi kami. Air mataku langsung mengalir tanpa aku inginkan. Napas terasa sesak seakan asupan udara di sekitarku sisa sedikit. Dengam derai air mata, aku mencoba bertanya pada lelaki itu. 

"Apa salah aku, Mas?" tanyaku dengan nada lirih dan bergetar.

"Kamu tidak salah, hanya aku yang inginkan berganti istri. Bagiku barang yang kamu punya sudah usang, tidak layak untuk dipajang saat bertemu dengan relasi." Seperti itu ucapan kasar lelakiku yang dulu sangat lembut dalam memperlakukan diri ini. 

Entah angin apa hingga lelakiku berubah sedemikian rupa, apa dia melupakan perjuangan masa lalu saat inginkan diriku mendampingi hidupnya yang suram. Rasa bahagia yang sudah aku reguk selama tujuh tahun usia pernikahan kini hanya tinggal kenangan. 

Perlahan kulangkahkan kaki ini masuki kamar putri cantikku, Amel masih tertidur lelap. Beruntung gadis kecil itu tidak mendengar apa yang dikatakan ayahnya. Namun ada pria kecil yang berdiri sembunyi dibalik pilar penyangga atap di lantai dua. Aku melempar senyum pada pria itu tanpa berniat mendekat. 

Setelah puas memandang wajah teduh Amel, kembali aku melangkah keluar dari sana. Telingaku mendengar suara perempuan lain yang sedang tertawa manja, kutajamkan pendengaranku. Ternyata mereka ada di ruang tamu, gegas kuhampiri mereka.

"Ouh rupanya sedang ada tamu, mengapa tidak bilang ke aku lho, Mas Jasen?" kataku dengan nada biasa menyembunyikan rasa sakit. 

"Tidak perlu, Mbak. Ini saya hanya sebentar, tadi ada yang tertinggal di tuang kerja Mas ...." ucap wanita itu yang membungkam mulutnya di akhir kata Mas. 

Hatiku terasa nyeri kala mendengar ada wanita yang memanggil mas pada Jasen. Meski hanya sepintas dan belum selesai tetapi aku tahu kemana arah kata selanjutnya. 

"Maaf, Mbak, saya pamit undur diri. Mari, Mbak dan Mas Jasen. Selamat malam," pamit wanita itu.

"Tunggu, biar mas antar kamu pulang!" kata suamiku datar dan dingin tanpa sedikitpun melihatku. 

Sakit, nyeri dan sesak itu yang aku rasa kala melihat dengan mata kepala sendiri suamiku memilih mengantar wanita lain dengan merangkul pundak wanita tersebut. Cantik, itu kata pertama yang keluar dari bibirku kala melihat sosok wanita tersebut. Jujur aku sama sekali tidal mengenal sosok tersebut, siapa nama dan perkerjaan dalam perusahaan suamiku. 

"Jangan dipandangi saja, Bu. Sudah biasa bapak dengan wanita itu jika sore pulang kemari hanya sekedar minum dan makan," kata simbok yang tiba-tiba sudah ada di sampingku. 

"Apa mereka sangat sering pulang bersama, Mbok?" tanyaku. 

"Hampir tiap hari, Bu. Saat Ibu merawat bunga di taman belakang, wanita itu sering datang jumpai bapak bahkan mereka kadang sempat bercumbu di sofa hitam depan televisi dan tidak peduli jika Den Yoga melintas." Cerita Mbok Darmi secara gamblang.

Aku tercekat, mulutku membuka membentuk huruf O. Langsung ku bungkam mulutku sendiri karena malu dengan simbok. 

"Apa salah dan kurangku, Mbok?" tanyaku dengan nada pilu. 

"Ibu wanita yang baik, pasti akan mendapat yang baik pula. Jangan gegabah mengambil sikap, Bu!" Saran Mbok Darmi. 

Aku sempat down melihat dan mendengar semua informasi dari Mbok Darmi. Aku yang selama ini begitu percaya pada suamiku dan menurut kini merasa tertampar. Sikapku yang seperti ini malah disalahgunakan oleh lelaki itu. Sungguh malang nasibku. 

 

Tujuh tahun silam seorang pria muda datang menghampiri meja kerjaku, hanya bertegur sapa. Lama kelamaan dia mendekat dan kita saling berkenalan. Rupanya lelaki itu adalah anak pemilik perusahaan di mana aku kerja, PT. Adi Buana Perkasa (ABP). 

"Annasta," ucapku saat berkenalan. 

"Jasen," balasnya. 

"Maaf, saya sedang bekerja datanglah kala istirahat!" pintaku. 

Lelaki itu tidak mau menyerah meski sering mendapat penolakan dariku. Semua teman sudah memberi peringatan padaku saat terjadi pendekatan pria muda tersebut. Mereka seakan tidak setuju jika aku menjalin hubungan serius dengan Jasen. Bukan karena sosok yang berdiri di belakang pria muda melainkan karena pria tersebutlah yang membuat teman sejawat merasa bimbang. 

"Jangan kamu melangkah ke arah serius, Annasta!" decih Imanuel saat itu. 

"Ah, pasti si Nuel cemburu, Ta. Gak apa lanjut saja, mumpung dapat yang tajir melintir tuh!" timpal Tiwi. 

"Bukan karena tajirnya, Wi. Tetapi lebih mengarah pada perilakunya yang berbeda dan berbanding terbalik dengan Mr. Buds. Apa kamu tahu, Tiwi?" balas Imanuel yang dipanggil Nuel oleh yang lain. 

Kini Annasta paham apa yang pernah dikatakan oleh Imanuel saat itu, tetapi nasi sudah menjadi bubur dia harus kuat demi dua buah hatinya Amel dan Yoga. 

"Bunda ... Bunda ...." teriak Yoga yang memanggil diriku. 

Aku pun segera bergegas keluar dari kamar dan mencari keberadaan Yoga. Ternyata putraku itu sedang menuntun Amel untuk dibawanya tidur siang. 

"Hai, Sayang! Sudah mau berangkat tidur?" tanyaku pada Yoga sambil mensejajarkan tubuhku. 

"Iya, Nda. Adik sudah ngantuk terus abang juga lagi ada pekerjaan rumah dari sekolah makanya abang panggil-panggil Bunda," jelas Amel dengan logat anak balita. 

"Memangnya adik mau di keloni Abang?" tanyaku. 

Tampak Amel memandang abangnya, sedikit rasa ragu tersirat di wajah lucunya. Lalu Yoga menganggukkan kepala agar Amel bicara jujur mengenai inginnya. 

"Ada apa, Sayang. Ayo jujur sama Bunda!" ucapku selembut mungkin agar gadis kecilku merasa nyaman. 

"Amel ingin tidur siang dengan Bunda, boleh?"

    ### SA ###

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status