Share

Bab 3

Penulis: Arizah Karimah
Deg! Suara itu sangat mirip dengan suara Harry. Eleanor mengernyit dan bergegas menghampiri asal suara dengan perasaan cemas.

Benar saja, terlihat dua pria mencurigakan yang sedang berusaha menyelundupkan seorang anak kecil ke dalam mobil.

Jantung Eleanor berpacu liar. Tanpa ragu, dia menerjang maju dan mencengkeram kerah salah seorang pria, lalu menendangnya hingga terdorong mundur.

Begitu mendengar rekannya menjerit kesakitan, pria lain yang sedang menggendong anak itu langsung bereaksi. Dia menurunkan anak itu dan menyerbu Eleanor sambil berseru marah, "Dari mana datangnya wanita pengganggu ini? Jangan suka ikut campur urusan orang lain!"

"Gimana kalau aku tetap mau ikut campur?" tanya Eleanor sambil mengernyit.

"Kalau begitu, kami nggak akan segan-segan padamu!" ucap pria itu. Kemudian, dia mengambil senjata dan mengayunkannya ke arah Eleanor dengan segenap tenaga.

Eleanor memiringkan tubuh untuk menghindar sembari memukul pergelangan tangan pria itu dengan kuat. Pria itu kesakitan dan menjatuhkan tongkatnya. Sebelum pria itu sempat bereaksi, Eleanor kembali menendangnya hingga menghantam dinding.

Kedua penjahat itu sadar bahwa mereka bukan tandingan Eleanor. Salah satu pria itu ingin melawan lagi, tetapi rekannya menghentikannya dan berucap, "Orang yang menyewa kita melarang kita membuat keributan. Ayo jalan, situasinya nggak menguntungkan."

Eleanor hanya mengawasi mereka pergi tanpa mengejar. Dia lantas berbalik untuk memeriksa keadaan anak itu.

"Kamu baik-baik saja ...." Eleanor tidak menyelesaikan kata-katanya. Dia langsung tertegun begitu melihat jelas wajah bocah kecil di depannya.

"Harry? Bukannya Mama sudah minta Paman Charlie mengantarmu pulang? Kenapa kamu malah datang ke rumah sakit?" tanya Eleanor.

Eleanor mengamati pakaian yang dikenakan bocah kecil itu. Tubuhnya dibalut jas kecil dan topi bisbol yang keren. Harry tidak memakai pakaian ini pagi tadi. Kapan dia berganti pakaian? Mengapa dia bisa ditangkap oleh dua pria tadi?

"Harry, kasih tahu Mama apa yang terjadi," pinta Eleanor.

Bocah kecil berjas itu menatap Eleanor dengan matanya yang besar dan wajah tanpa ekspresi. Harry? Apakah wanita ini sedang memanggilnya? Namun, namanya bukan Harry, melainkan Daniel Adrian.

Eleanor terheran-heran melihat bocah kecil di depannya yang hanya diam. Mengira anak itu masih syok atas kejadian tadi, dia pun memeluknya dan berucap dengan lembut, "Oke, oke. Mama nggak tanya lagi. Ada yang aneh dengan kejadian ini. Mama antar kamu pulang dulu, ya."

Tadi, kedua penculik itu menyebut tentang orang yang menyewa mereka. Siapa yang berniat menculik anaknya? Eleanor tidak memiliki musuh di sini. Hal seperti ini juga belum pernah terjadi sebelumnya.

Daniel mengerjap bingung. Mama? Ketika Eleanor mengeluarkan ponsel untuk melihat jam, Daniel melihat foto mereka berdua di layar ponsel itu.

Daniel tertegun sejenak. Dia yakin matanya tidak salah lihat. Namun, dia benar-benar tidak mengenal wanita ini. Foto anak laki-laki di ponsel itu bukan dirinya, tetapi wajah mereka persis sama. Satu-satunya penjelasan adalah mereka memiliki ibu yang sama.

Jadi, apa wanita yang menyebut dirinya sebagai "mama" ini juga ibunya? Bukankah semua orang berkata bahwa ibunya sudah meninggal?

Sebelum Daniel sempat menolak, wanita itu sudah menggendongnya menuju arah lain. Mata bocah kecil itu berkilat bingung.

Pada saat yang sama, di ruang monitor CCTV. Jeremy akhirnya menemukan sosok Daniel dari kamera di parkiran bawah tanah. Bocah itu sedang digendong seorang wanita. Wajah wanita itu tidak terlihat jelas karena memunggungi kamera.

Raut wajah Jeremy perlahan-lahan berubah suram. Dia mengamati sosok wanita di layar itu dan entah mengapa, dia merasakan sensasi familier itu lagi.

Jeremy mengernyit. Tidak peduli apakah mereka pernah bertemu atau tidak, wanita ini sudah cari mati dengan membawa putranya pergi!

Moses yang mengenali Eleanor dalam sekilas pandangan sudah berkeringat dingin. Apa yang wanita itu lakukan? Bukan hanya menolak merawat Jeremy, dia juga menculik putra pria itu.

"Utus orang untuk mengejarnya," kata Jeremy dengan dingin.

"Siap!" sahut Andy.

Jeremy bergegas keluar dari ruang monitor CCTV.

Saat ini, Eleanor sudah berkendara keluar dari parkiran bawah tanah bersama Daniel. Namun, tak lama dia merasa panik saat menyadari sekelompok orang mengejar mereka. Mereka dibuntuti!

"Harry, pegangan yang erat," pesan Eleanor. Begitu melihat lampu lalu lintas berubah hijau, dia langsung menginjak gas.

Belasan meter jauhnya dari mobil Eleanor, sebuah mobil jib hitam perlahan berhenti. Seorang bocah kecil turun, lalu kaca jendela pengemudi diturunkan.

Seorang pria berkemeja hitam menyandarkan lengannya dengan santai di jendela mobil. Matanya yang sipit berkilat jahil saat dia berkata, "Nak, mamamu nggak bisa diandalkan. Gimana kalau mulai sekarang kamu ikut aku?"

Harry Haningrat memasukkan jaketnya dengan asal ke dalam ransel. Dia mendengus dan membalas, "Boleh, aku akan ikut denganmu kalau kamu panggil aku bos."

Pria itu mengangkat alisnya dan tertawa kecil. Dia berucap, "Bocah ingusan sepertimu ingin jadi bosku? Awas, nanti aku kasih tahu mamamu kalau orang tuamu dipanggil ke sekolah lagi hari ini."

"Awas saja, nanti aku kasih tahu Mama kalau kamu membawaku ke bar semalam," balas Harry.

Pria itu tertegun. Detik berikutnya, keduanya berjabat tangan sepakat.

"Kalau rahasia kita terungkap, kita bisa dibunuh mamamu. Jadi ...," ucap pria itu lagi.

Harry langsung menimpali, "Jangan sampai Mama tahu."

"Anak pintar. Inilah alasannya aku menyukaimu, Nak," puji pria itu.

"Aku pergi dulu," ujar Harry.

Charlie Wongso mengulum senyum dan membalas dengan nada santainya yang biasa, "Pergilah."

Harry berlari menuju rumah sakit dengan memanggul ranselnya. Dari sudut matanya, dia melihat mobil Eleanor yang berhenti di pinggir jalan.

Harry hendak memanggil ibunya, tetapi dia tertegun ketika menyadari ada seorang bocah laki-laki di kursi belakang yang biasa didudukinya. Masalahnya, anak itu memiliki wajah yang persis sama dengannya.

Harry mematung di tempatnya. Ketika lamunannya terputus, ibunya sudah melajukan mobilnya, pergi bersama anak laki-laki itu.

Tiba-tiba, tubuh Harry melayang di udara. Kerah bajunya diangkat seseorang dengan kuat.

Bocah itu menendang-nendang kaki mungilnya dan berseru marah, "Siapa yang berani menarik kerahku?"

"Aku, ayahmu!" jawab pria di belakangnya.

"Siapa kamu? Berani sekali mengaku-ngaku sebagai ayahku? Sembarangan bicara!" ucap Harry, masih sambil menendang-nendang kakinya. Begitu menoleh, dia melihat wajah dingin dan muram seorang pria dewasa.

"Baru keluar sebentar, kamu sudah membuat ulah," kata Jeremy sambil menatap bocah kecil itu dengan tajam.

Harry mengamati wajah galak Jeremy dan langsung yakin bahwa pria itu adalah orang jahat. Dia tiba-tiba mengepalkan tangan dan meninju hidung Jeremy.

Jeremy yang tidak memprediksi hal ini dipukul mentah-mentah. Darah hangat seketika mengalir dari hidungnya.

"Bos!" seru Andy yang mengikuti dari belakang. Dia benar-benar terkejut melihat kejadian ini.

Jeremy melepaskan cengkeramannya pada kerah Harry dan membiarkannya turun. Bocah itu bergegas kabur sambil berteriak, "Ada orang jahat, tolong panggil polisi! Semuanya, tolong aku!"

Tangan Jeremy yang memegangi hidungnya sudah berlumuran darah. Ada apa dengan bocah kecil itu?

"Bos nggak apa-apa?" tanya Andy.

"Aku baik-baik saja. Cepat susul dia," perintah Jeremy.

"Baik, Bos!" sahut Andy.

Andy segera menyusul Harry dan menggendongnya. Namun, tangan Harry bergerak cepat dan memberikan dua jotosan di wajah Andy.

"Tuan Daniel ... aduh! Tuan Daniel, jangan berulah lagi. Dia papamu!" ucap Andy.

Papa? Harry sontak tertegun. Kata itu terdengar sangat asing di telinganya.

Pria yang tadi mengangkatnya itu menyeka darah di hidungnya dengan saputangan. Dia menatap Harry dengan muram dan berkata, "Baru keluar sebentar, kamu sudah nggak mengenaliku?"

Harry balas menatap Jeremy dengan alis berkerut. Detik berikutnya, dia tiba-tiba sadar bahwa dirinya mengenali pria itu. Harry pernah melihat Jeremy di berita sebelumnya. Waktu itu, sepertinya pria itu mengumumkan rencana pertunangannya bersama seorang wanita.

Saat itu, Eleanor juga menonton berita itu dengan sorot sedih di matanya. Harry mengamati pria yang membuat ibunya sedih itu dengan penasaran. Ternyata pria ini adalah mantan suami ibunya, ayah yang belum pernah ditemuinya sebelumnya!

Untuk tahu lebih banyak tentang ayahnya ini, Harry pernah secara khusus bertanya pada Charlie. Alhasil, dia diberi tahu betapa buruknya perlakuan pria bajingan ini pada ibunya dahulu.

"Daniel, kamu bisu?" tanya Jeremy dengan suara berat. Meski begitu, dia tidak menyalahkan bocah itu atas pukulannya tadi.

Daniel? Apa pria itu sedang bicara padanya?
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 412

    Bella menggigit bibirnya dengan agak getir. "Hmm.""Semua ini ditulis oleh Jeremy. Awalnya, dia nggak percaya pada hal-hal seperti ini. Tapi karena kamu, setiap malam saat dia nggak bisa tidur, dia berlutut di depan altar dan berdoa. Totalnya ada 248 halaman, dia melakukannya selama 62 hari berturut-turut."Eleanor menatap buku tebal itu. Setiap halaman ditulis dengan rapi, semuanya adalah tulisan tangan Jeremy. Hatinya sedikit bergetar.Eleanor tidak tahu apakah Jeremy benar-benar percaya pada dewa, tetapi yang jelas, dia menulis ini sambil berdoa, sambil menyesali perbuatannya, sambil menyalahkan diri sendiri, sambil merasakan sakit.Melihat tulisan-tulisan itu, Eleanor bisa membayangkan sosok seorang pria yang menunduk sambil mencatat setiap tulisan dengan penuh ketulusan."Jeremy memang pernah menyakitimu. Selama kamu menghilang, dia hidup dalam penderitaan setiap hari, bahkan gangguan tidurnya semakin parah sampai nggak ada obat yang berkhasiat.""Dia sama sekali nggak bisa tidur.

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 411

    Eleanor mengernyitkan alisnya. "Nggak ada."Semua barang milik Eleanor sudah disimpan oleh Jovita, tidak ada yang tersisa lagi.Jovita menatap mata Eleanor, seolah-olah ingin memastikan yang dikatakan Eleanor memang benar. "Eleanor, coba pikirkan lagi baik-baik, benaran nggak ada benda lain?""Nggak ada," jawab Eleanor dengan tegas sambil menggelengkan kepala. Semua barang peninggalan ibunya untuknya berada di Keluarga Haningrat karena saat itu dia masih berusia puluhan tahun. Dia yang tidak memiliki persiapan apa pun tidak mungkin bisa melawan kelicikan dari Robert dan Felicia, sehingga semua barang itu tidak pernah sampai ke tangannya.Ekspresi Jovita berubah dan menganggukkan kepalanya, seolah-olah merasa lega."Nenek, kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti ini? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Eleanor.Jovita langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak ada apa-apa. Hanya saja tiba-tiba teringat, jadi aku coba bertanya padamu."Eleanor yang cemberut pun menganggukkan kepala dengan

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 410

    "Di mana Nenek?" Eleanor tidak ingin membuang waktu berbicara dengan Tiara.Meskipun Eleanor tahu Tiara hanyalah alat yang dimanfaatkan oleh Yoana untuk menanggung kesalahannya, Tiara tetap memiliki niat buruk terhadap anak-anaknya dan bersedia dimanfaatkan secara sukarela.Saat ini, Eleanor tidak punya waktu untuk berurusan dengannya. Selama Tiara tidak menimbulkan masalah lagi, Eleanor akan menganggapnya tidak ada.Tiara tertegun sejenak sebelum menunjuk ke lantai atas. "Nenek ada di atas."Eleanor langsung menaiki tangga. Begitu dia pergi, Tiara buru-buru menelepon ayah dan ibunya. "Ayah, Eleanor masih hidup ...!"Eleanor tiba di depan kamar Jovita dan mengetuk pintu dengan pelan. Sesaat kemudian, terdengar suara dari dalam. "Masuk."Eleanor membuka pintu dan melangkah masuk. Jovita yang memakai kacamata rabun tua sedang duduk di kursi malas dekat jendela besar sambil merajut sesuatu. Cahaya matahari menyelimuti tubuhnya, memberikan kesan hangat dan damai.Ketika dia mengangkat kepa

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 409

    "Kukembalikan kepadamu," ujar Jeremy.Charlie mengangkat alis. "Kamu menyelidikiku?"Jeremy menatapnya dengan tenang. "Aku cuma menebak."Selama dua bulan terakhir, kecurigaan Jeremy terhadap Charlie tidak pernah surut. Dia terus mengawasi Charlie dan akhirnya menemukan sejumlah besar uang yang keluar dari rekeningnya.Empat triliun. Bukan jumlah kecil, cukup untuk membeli sebuah kediaman mewah atau barang berharga lainnya. Anehnya, Charlie hanya mengeluarkan uang tanpa membeli aset apa pun.Lebih mencurigakan lagi, transaksi itu terjadi tepat tiga hari setelah Eleanor menghilang. Ditambah dengan pengakuan Eleanor bahwa dia terkena racun yang sangat langka, Jeremy menyimpulkan bahwa uang itu kemungkinan besar telah digunakan untuk menyelamatkan Eleanor.Jika itu memang untuk Eleanor, Jeremy merasa sudah seharusnya dia kembalikan.Charlie tertawa kecil, meletakkan cek itu di atas meja dengan santai. "Kamu ini siapa? Berani sekali kamu menggantikan dia membayar utangnya?"Jeremy menyahut

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 408

    Langkah kaki Eleanor terhenti sejenak. Masa dia tidak berani duduk di sofa rumah sendiri?Dengan tenang, dia mendekat dan duduk. Jarak di antara dia dan Jeremy tidak terlalu dekat, tetapi juga tidak jauh, cukup untuk satu orang duduk di antara mereka.Tidak ada yang berbicara. Seolah-olah mereka memang hanya tidak bisa tidur dan duduk untuk menonton film. Namun, nyatanya tidak ada yang benar-benar menonton.Saat film diputar hingga setengah, Jeremy tiba-tiba merasakan beban lembut di bahunya. Hatinya bergetar. Dia menoleh sedikit, dagunya tanpa sengaja menyentuh dahi Eleanor yang tertidur lelap.Perlahan-lahan, dia mengangkat tangannya, setengah merangkul wanita itu. Bibirnya membentuk senyuman tipis.Dia menggendong Eleanor dengan hati-hati, seolah-olah mengangkat barang paling berharga di dunia. Kemudian, dia berbaring di samping Eleanor.Aroma wangi yang samar dari tubuh Eleanor terasa menenangkan, perlahan meredam kegelisahan dalam hati Jeremy. Jeremy menunduk untuk mengecup dahiny

  • Menyembunyikan Identitas Anakku Dari Ayah Kejam   Bab 407

    Eleanor memberikan satu set pakaian untuk Vivi, sementara Jeremy sudah membawa anak-anak ke ruang tamu.Lima menit kemudian, mereka semua duduk di ruang tamu, saling bertukar pandang. Vivi melihat Jeremy, lalu Eleanor, kemudian menatap mereka berempat. Di tengah keluarga ini, keberadaannya benar-benar terasa berlebihan.Saat berikutnya, dia teringat kejadian di restoran tadi. Mereka berdua ... mau balikan? Vivi berpikir, merasa lebih baik tidak ikut campur urusan asmara orang lain. Jadi, dia mengambil tasnya dan berdiri. "Aku paham, aku paham."Karena tidak ingin merusak momen, dia langsung bersiap untuk pergi. "Aku datang lagi lain kali."Dalam sekejap, Vivi melesat keluar. Eleanor melihat kepergiannya yang secepat kilat, merasa Vivi sudah sangat mahir dalam seni melarikan diri.Eleanor menatap Jeremy. "Kamu benar-benar mau menginap di sini?""Kalau tidur di luar, aku bisa mati kedinginan. Jadi ...." Jeremy menarik sudut bibirnya. "Kasihanilah aku."Eleanor mengangguk. Dia tidak sekej

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status