Share

Bab 2

Author: Fay
last update Last Updated: 2023-01-27 12:32:39

Aku memasukan ponsel ke dalam tas lalu menoleh dengan perlahan. Mataku tertumbuk dengan seorang pria yang rupanya jauh lebih tinggi dariku. Sejujurnya aku masih belum kembali sadar 100 %. Namun, tanpa ba-bi-bu aku langsung bangkit dan mengambil tas hendak meninggalkan pria itu. 

Grab! 

Aku kaget ketika pria itu mendadak berada di depanku, membuatku terduduk di atas sofa perpustakaan. 

Bruk! 

Tasku terlepas dari tangan lalu terjatuh ke bawah. Tatapan mataku terpaku dengan pria itu sampai dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya. Aku refleks mundur, namun ternyata dia mengambil tas yang terjatuh dan menaruhnya di sebelahku dengan perlahan. 

“Faihah … “ Tatapanku masih nanar ke depan walaupun tidak menatap matanya. 

“Kamu … Yuichi Sensei?” 

“Yuichi Haruka, lebih tepatnya.” 

Kumpulan emosi dan rasa lelah yang sedari tadi menggerogoti tubuh mulai menggumpal dan mengambang ke atas kepala. Menghasilkan air mata yang mengalir begitu saja dari kepala. 

Haruka seperti tersentak, “Fay … “ 

Tangan kananku reflek mengambil tas dan bangkit menghindari Haruka. Aku berjalan dengan cepat hampir seperti berlari keluar dari perpustakaan kampus. Aku tidak tahu tujuan sampai aku menyadari bahwa aku sedang berjalan menuju taman rumput yang sepi sembari menahan air mataku yang terus keluar secara tidak terkendali. 

Aku menjatuhkan diri di depan sebuah pohon dan menyurukkan wajah di antara kedua dengkul dan menangis sesenggukan. Suasana hanya dipenuhi dengan suara tangisku, sampai mereda dan tersisa isakan. 

“Maafkan aku, Fay” 

Aku mengangkat wajah dan menatap pria yang ternyata sudah berada di depanku. Dia masih menatapku dengan tatapan yang sama ketika pertama kali aku bertemu dengannya di Korea.

Mata yang jika aku tidak mengenalnya, aku akan selalu menganggapnya sebagai orang yang mengerikan dan keras. 

Aku tidak mengatakan apapun, hanya air mata yang terus mengalir keluar. Aku dengan tangan gemetar mengambil air minum dan meminumnya. Napasku masih terputus-putus karena sesunggukan. 

Haruka seperti ingin menunjukkan sebuah gelagat tapi tidak jadi. Pria itu justru mengulurkan ponselnya. Ponsel yang sangat familiar dalam ingatanku.

“Ponselku bermasalah terus sejak aku berada di Indonesia.” 

Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku, tapi kenapa?

Tiba-tiba air mata kembali mengalir begitu saja, aku buru-buru menutup wajahku dengan tangan dan mengusapnya dengan kasar. Tanganku reflek mengambil tisu di dalam tas dengan kasar. 

Ugh, pilek ku kembali kambuh. 

Aku memalingkan wajah sembari membuang ingus. Setelah itu, aku memasukannya ke dalam kresek di dalam tas untuk aku buang nanti.

Aku hanya diam, berusaha menenangkan diri. Aku tidak mempedulikan Haruka yang hanya jongkok di depanku. 

Tiba-tiba ponsel dari dalam tas berbunyi dengan nyaring dan membuat tanganku reflek meraihnya. Aku berusaha menghilangkan bekas menangis barusan. Setelah merasa lebih tenang, aku bangkit untuk mengangkat panggilan tersebut dan menjauh dari Haruka. 

“Ya, Seo sensei?” 

Terdengar helaan napas, “Yuanita barusan menghubungiku, katanya ada kegiatan yang tidak bisa dia tinggal.” Nada suara Seo sensei terdengar sangat kesal, “Fay, jemput Kawata sensei dari bandara malam ini.”

Aku menghela napas sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh Seo sensei, “Baiklah sensei. Bisakah sensei mengirimkan jadwal kedatangan Kawata sensei?”

“Aku akan mengirimkan jadwal, sekaligus tiket kereta bandara. Untuk biaya tambahan, simpan bukti pembayaran untuk di ganti oleh perusahaan.”

“Baik sensei.”

“Oh, kau sudah bertemu dengan Yuichi sensei?”

“Sudah sensei, ini saya sedang bersama Yuichi sensei.”

“Baiklah.” Seo sensei terdiam sejenak, “Aku akan mengirimkan Ujang untuk menjemput dari Sawargi. Nanti kamu berkabar saja dengannya, ya?” 

“Baik sensei.” Tidak lama telepon terputus. 

Aku lalu kembali menuju tas milikku. Haruka terlihat sedang duduk sembari memegang ponsel.

Kriuuuuk …. 

“Kamu mau makan terlebih dahulu?” 

Bagus, perutku berbunyi di saat yang tidak tepat. 

Aku tidak langsung menjawab.

Sreet … Klak! 

“Kamu mau?"

Aku menoleh, Haruka menyodorkan kotak makan berisi kimbab, "Aku tidak tahu apakah ini masih enak, tapi aku membuatnya tadi pagi.” 

Aku memandangi kotak makan itu sejenak. Aku menyerah, tanganku mengambil kimbab itu dan menyuapkan ke dalam mulut.

Aku terdiam sejenak ketika merasakan gigitan pertama kimbab itu. Aku buru-buru menutup mulutku, sudah lama ketika terakhir kali aku merasakan masakan Haruka. 

“Kamu tidak suka?” 

Aku tidak langsung menjawab. Kimbab buatan Haruka adalah favoritku. Memakan kembali makanannya setelah sekian lama tanpa terduga membuatku … 

Sudah cukup Fay … jangan menangis lagi … 

“Fay?” 

Aku buru-buru menggeleng dan bangkit, “Ayo kita mencari makan.” 

Langkahku tertahan karena Haruka memegang tasku. Aku menoleh, syukurlah aku hanya bisa melihat pundaknya.

“Kamu masih marah kepadaku?”

Aku terdiam sejenak, “Aku lelah. Terlunta-lunta karena menunggumu membuatku lelah, dan kita tidak punya banyak waktu, Haru.”

Hanya ada suara angin di antara kami berdua.

“Maafkan aku Fay.”

“Apa kamu akan melakukan hal yang sama kalau orang itu bukan yang kamu kenal?” Tanyaku dengan nada datar. 

“Aku akan melakukan hal yang sama.”

Aku terdiam, tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas di benakku.

Apakah kau akan marah seperti ini jika orang yang jemput bukan Haruka?

Aku seperti tersentak atas pertanyaan itu. Baru saja hendak menolehkan kepala.

“Apa yang bisa aku lakukan Fay?”

Aku tidak menjawab hanya menggeleng. Tiba-tiba terdengar suara pemberitahuan dari ponsel. Aku segera membukanya, rupanya tiket dari Seo sensei. Masih ada empat jam lagi sebelum jadwal keberangkatan bandara. Aku mengerutkan dahi ketika Seo sensei mengirimkan pesan lain. 

Habiskan waktu dengan baik dengan Haruka. Dia dari tadi memaksaku agar tidak terlalu membuatmu bekerja keras. Kalian sudah lama tidak bertemu, bukan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 22

    "Teteh, ada yang ingin ibu bicarakan ke kamu."Badanku mendadak merinding mendengar perkataan ibuku. Sore ini aku memang mampir ke rumah ibuku sebelum kembali ke rumah kosan. Aku menyebutnya rumah kosan karena itu adalah rumah keluargaku yang dijadikan kosan.Aku yang duduk di kursi meja makan hanya memandang ibu, "Kenapa Bu?"Ibu yang baru saja pulang dari sekolah menghempaskan badan di kursi depanku. "Tadi pengacara keluarga Shireen ke kelas ibu."Deg! Kini aku tahu kemana pembicaraan ini mengarah. "Sebelumnya maafin ibu Teh, ibu gak tahu kalau kamu juga korban di kampus itu ... maafin ibu Teh."Aku paling benci momen seperti ini, karena otomatis ada air mata yang akan keluar. Mendadak aku bangkit dan membawa tas ku keluar dari rumah. "Teteh, mau kemana??"Aku tidak menjawab, hanya memundurkan motor dengan kasar. Tiba-tiba aku kehilangan kendali. Brak!Motor ku terjatuh begitu saja. Aku hanya memandangi motorku dengan tatapan kosong. Aku lalu jongkok dan meletakkan kepala di ba

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 21

    “Teteh, kata Yuanita kamu lagi dekat dengan yang dulu mengajar Mumtaz di sekolah?” Aku yang tengah menggulir sosial media dalam ponsel menoleh, “Gurunya Mumtaz peserta pelatihan, Bu.” “Kang Rian lebih muda dibanding Teteh tahu bu.” Mumtaz tiba-tiba menyela. “Ya teruuus,” alih-alih malah aku yang menyahut. “Teteh pacaran sama Pak Rian?” “Teteh hanya kenal biasa. Gak usah ngadi-ngadi (mengada-ada) deh.” Malam itu aku sedang menginap di rumah ibuku. Mumtaz sedang memijat pundak ibu. “Tapi Kang Rian orangnya baik kan Taz? Ibadahnya bagus?” “Baik sih Bu, salatnya gak pernah ketinggalan sih … kayaknya mah …” “Kalau kamu sama dia, ibu dukung aja sih Teh ...” Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di balik perkataan ibuku. “Ibu sudah pasrahkan segalanya kepada Allah, kamu juga sudah dewasa hampir 30 tahun, ibu juga serahkan apapun pilihan jodohmu. Tapi ibu harap setidaknya jodohmu harus yang satu iman.” Aku lagi-lagi tidak menjawab. “Apa kamu masih belum bisa memaafka

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 20

    Pagi ini aku mengantar adikku yang sedang pulang kampung dari kampusnya ke pameran kampus yang diadakan di SMA tempat aku belajar dulu. “Teh Faihah?”Aku seketika menoleh dan menyipit melihat seseorang yang rasanya tidak asing.“Oh A Rian?”A Rian menghampiriku dengan motornya, “Habis antar Mumtaz Teh?”Aku mengangguk, “Iya, A Rian?”“Habis antar ponakan Teh, dia katanya mau lihat-lihat kampus.”Aku mengangguk-angguk. Tiba-tiba sesuatu melintas dalam benakku, tapi aku ragu untuk mengatakannya.“Teh Faihah mau langsung balik?”Aku menggeleng, “A, mau lihat-lihat dalam juga gak? Saya penasaran soalnya mau lihat sekarang pamerannya seperti apa.”“Oh boleh. Parkir di luar aja Teh, di dalam sekolah biasanya susah buat keluar.”“Oke A.”Suasana sekolah ramai dengan anak-anak menggunakan baju bebas dan membawa tas. Di bagian lapangan terdapat beberapa kedai makanan sementara yang padat oleh pengunjung. Aku memandangi kelas-kelas yang ditempel oleh label kampus. “Teh Faihah pernah ke sini

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 19

    “Miss Ningsih!” Aku sontak menoleh mendengar suara yang tidak asing.Hari ini sekolah tempat ibuku mengajar mengadakan sebuah open house untuk semua unit sekolah dari TK sampai SMA. Aku sedang membantu temanku semasa SMA menjaga stand makanan di open house tersebut. “Ooh, Kak Yuanita. Gak bareng sama Kak Sherin?”Aku nyaris saja mengumpat dan buru-buru duduk di belakang Tari, temanku sekaligus pemilik stand makanan, agar tidak terlihat. Padahal jelas-jelas dia lebih pendek dariku.Tari seketika menoleh, “Lu ngapain deh?” Aku tidak langsung menjawab. “Teteh? Faihah?”“Tuh, Mak lu manggil!”“Ini gue berkata kasar bisa gak sih.”Mau tidak mau aku bangkit dan keluar dari stand lalu menghampiri kedua orang itu.“Teh Faihah?”Aku tidak tahu harus menyapa seperti apa, syukurlah ibuku menyelanya.“Kamu kenal sama Yuanita, Teh?”“Iya Miss, aku sama Teh Faihah lagi bareng satu proyek.”“Oh, yang program pengajar bahasa Jepang itu?”“Iya Miss.”“Ya sudah kak, Miss tinggal dulu ya. Nanti kalau k

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 18

    “Menurutmu bagaimana performa mengajar Pak Nandang?”Tanganku memegang kemudi dengan erat karena berpapasan dengan truk yang lumayan besar, membuatku tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Kawata sensei. “Jika saya berada di posisi sebagai murid, penyampaiannya sudah cukup baik, sensei.”"Ah begitu." Suasana hening sejenak. "Aku dengar Nandang-san termasuk populer. Semua orang membicarakan tentangnya.""Saya tidak begitu tahu, Sensei. Namun, dari berkasnya saya rasa bukan orang yang main-main. Hanya beliau yang punya sertifikat JLPT N2, Sensei.""Benarkah? Tidak heran dia bisa masuk kelas Haruka. Dia awalnya akan dimasukkan ke dalam kelasku, tapi karena kemampuan bahasa Jepang dia sudah tinggi, kami putuskan dia akan masuk ke kelas Haruka."Aku berusaha keras mendengarkan perkataan Kawata sensei sembari menyetir. Ini bukan jalanan yang biasa aku lewati, dan banyak sawah di pinggir jalan kanan dan kiri. "Tapi sensei akan mempertimbangkan hasil wawancara dia tadi?""Hmmm ... aku belu

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 17

    “Bu Faihah?”Lamunanku buyar. Padahal aku berharap yang memanggilku janitor, rupanya tidak sesuai harapan. Aku kembali menatap para guru di depanku.“Untuk apa yang terjadi di masa lalu itu adalah urusan Yuichi sensei.” Akhirnya aku mulai angkat bicara, “Yuichi sensei tidak akan menjadi pengajar jika tidak berkompeten, baik itu dari kinerja atau dari cara dia dalam mengelola emosi. Perusahaan cukup ketat dalam menyeleksi, apalagi ini menyangkut nama baik perusahaan juga.”Aku terdiam, bingung ingin melanjutkan dengan apa. “Mengenai keterangan Kang Ujang, memang benar saya mengenal Yuichi sensei sebelum proyek ini berlangsung. Yuichi sensei sebenarnya tidak semenakutkan yang ibu atau bapak pikirkan.” Tiba-tiba aku menatap Pak Peter, “Seperti Pak Peter lah, kelihatannya garang padahal hatinya hello kitty.”Pak Peter tiba-tiba tersipu dan menatap ke arah Pak Salim, “Pak Haji! Benarkan kata Teh Faihah, Saya itu badannya saja yang sangar, aslinya saya nih …” tangan Pak Peter mendadak berge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status