Compartir

Perintah Direktur

Autor: Fitriyani
last update Última actualización: 2025-11-25 19:09:43

Merebut Hati Sang Direktur (3)

**

"Sepet banget liat muka Direktur kita," ucap Reina sembari berjalan menuju kantin.

"Udah biasa itu, kenapa juga masih dibahas?" Aku tak mau ambil pusing, yang penting kerjaan beres gaji lancar.

"Ya iya sih, Nes. Padahal dia itu cakep pake banget, tinggal ditambahin senyum dikit bikin cewek tambah klepek-klepek." Aku terkikik, Reina ini ada-ada saja.

Aku nggak mau bikin masalah apapun sama Direktur yang satu itu, juteknya memang bikin kesel. Jangan lupa dia juga terus bergonta ganti Sekretaris, dan sepertinya aku yang paling lama menghuni tempat itu.

"Aku sih sampai hari ini masih heran sama kamu, Nes." Usai memesan kami duduk di kursi paling ujung, menikmati suasana istirahat.

"Heran kenapa?"

"Kamu nggak ada rasa tertarik gitu sama Sang Direktur? Udah cakep, tajir, duda, ya walaupun ada anak sih satu. Tapi, bisalah diatur." Dahiku mengernyit bingung, lagi-lagi Reina mempertanyakan hal yang sama.

"Kalau kamu suka, yaudah suka aja sendiri, Rei. Nggak usah ngajak-ngajak, aku udah punya laki!" Walaupun lakinya banyak bikin sakit, tapi, untuk mengejar lelaki lain itu jelas bukan aku!

Pesanan dua mangkuk bakso datang, rasa pedasnya begitu membuatku hanyut bersama lamunan. Akhir-akhir ini Mas Arfan, terus membuatku pusing. Terlebih acaranya Mila dilaksanakan hari ini, tanpa aku tentunya.

Sikapnya bertambah dingin, barangkali Ibu dan adiknya sudah berhasil menghasut banyak hal.

"Kamu kayak lagi banyak pikiran gitu, Nes. Lagi ada masalah?"

"Gitu deh."

"Apa? Kalau bisa dibagi, ya cerita aja. Biar nggak terlalu sesek," ucap, Reina. Sembari memegang punggung tanganku, aku tersenyum getir.

Apa aku sanggup menceritakan perihal suamiku? Selama ini aku dan Mas Arfan baik-baik saja, pengangguran seakan memperlihatkan sifat aslinya.

"Pasti perihal suami kamu yang nganggur itu ya? Hm, atau mungkin kamu bisa tanya sama Pak Direktur adakah loker untuk suamimu, Nes."

Masuk akal, tapi, aku nggak mungkin gunain itu. Nggak enak juga, terlebih Pak Direktur sudah cukup baik meskipun memang juteknya nggak ketulungan!

"Kayaknya nggak bakal nyaman, kalau satu kerjaan bareng suami, Rei. Apalagi kamu tahu sendiri Mas Arfan," jelasku, tak mungkin aku membawanya ke sini dengan sifatnya yang selalu membuatku muak!

"Iya sih, yang ada malah bikin kamu nambah masalah." Aku mengangguk pasrah, lelah rasanya.

Satu jam berlalu, aku dan Reina kembali bekerja. Tentu dengan membawa segudang pikiran, tentang bagaimana acara tujuh bulanan Mila hari ini? Apa berjalan lancar? Tega sekali Mas Arfan, tak menginginkan aku di acara tersebut!

Aku menghela nafas panjang, ruanganku dan Direktur jelas berbeda. Terlebih aku sudah menikah, menghindari fitnah-fitnah di luaran sana.

"Masuk!" Aku membawa beberapa dokumen yang perlu ditandatangani Direktur, tentu dengan perasaan yang sama. Selalu was-was, beliau orangnya betul-betul dingin!

"Sebentar lagi anakku akan datang kemari, bisa kamu temani dia? Ibuku lelah katanya." Aku meneguk ludah, ini permintaan atau perintah? Untuk pertama kalinya, anak Direktur datang kemari? Oooh, atau mungkin sudah pernah sebab, semenjak aku bekerja belum sama sekali melihatnya.

"Hm, bisa atau?" Suaranya begitu mendominasi, aku segera mengangguk. Tak mungkin menolak.

Aku ini Sekretaris Direktur kan? Bukan Baby Sister, aku menggeleng lemah. Berlalu usai mendapat tanda tangan tersebut, "Kamu sama sekali tidak menjawab, Nessa."

Langkahku terhenti, "Tapi, aku sudah mengangguk dua kali, Pak."

"Aku butuh jawaban selain anggukan." Tanganku mengepal kuat, sial!

"Iya, Bapak Direktur saya sebagai sekretaris siap membantu menjaga Nona kecil Bapak."

"Bagus."

Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Aku berlalu dengan rasa tak menentu, kenapa Boss itu sesuka hati memberi tugas yang bahkan bukan tugasku?!

**

"Pulang selarut ini? Kayak bukan kamu banget, Nes." Dahiku mengernyit heran, sinis sekali ia menyambut kepulanganku.

"Ada tugas tambahan dari Boss, aku nggak mungkin nolak. Kalau aku nolak aku dipecat, kita mau makan apa?"

"Lembur? Ngerjain apa? Atau cuma nemenin duda kaya itu?" Netraku menatap tajam, bisa-bisanya Mas Arfan berpikir sejauh itu?

"Aku males ribut, ada banyak saksi di kantor. Dan kalau kamu mau tanya mereka silakan, aku capek!"

Harusnya dia tuh bersyukur, bukan malah nuduh tanpa sebab!

Dan harusnya aku yang marah, mereka membuat acara tanpa kehadiranku sama sekali! Itu betul-betul kejam!

"Kamu sekretarisnya Direktur? Tolong, jagain cucu saya dulu." Aku mengangguk pasrah, akhirnya aku berada di posisi yang tak pernah kuinginkan!

Oke, jadi sekarang aku harus berpura-pura manis di depan anak boss ini? Aku bahkan nggak punya pengalaman gimana cara pendekatan sama kaum mereka, betul-betul minus!

"Hallo, Adek. Kenalin aku Tante Nessa, nama kamu siapa?" Aku memasang senyum semanis mungkin.

"Nggak mau!" teriaknya, membuat kupingku seakan panas. Apa katanya tadi? Kok jutek? Kok sama kayak Bapaknya?!

Oke, pasti ini pernah dialami Sekretaris sebelumnya. Hingga mereka dipecat, bahkan memutuskan untuk resign. Karena ini betul-betul tugas yang paling susah buatku!

Aku mengelus dada, "Oke nggak papa, kalau misalnya Nona kecil yang cantik ini nggak mau kenalan sama Tante. Tante nggak marah, Adek mau makan atau minum?"

"Nggak usah!" Dia meletakkan kedua tangannya di dada, menatapku penuh ketidaksukaan. Hish, aku juga mana mau sih ngajakin kamu ngobrol! Kamu tuh Boss Direktur, versi sachetnya!

"Ibu masih marah sama kamu, Nes." Ucapan Mas Arfan, membuatku tersadar akan lamunan.

"Aku harus gimana, Mas? Minta maaf udah, nggak datang di acara Mila juga udah aku turutin."

"Ya kamu rayu Ibu dong, Nes. Seperti biasa," ucap suamiku, memasang senyum memuakkan.

"Nggak, aku nggak ada duit!"

"Nggak mungkin! Gaji kamu gede, Ness. Kamu nggak usah bohongin aku, kita ini suami istri!"

Aku menatap suamiku tak kalah muak!

"Lalu? Kalau kita suami istri kamu mau apa? Aku capek, Mas. Kalau kamu terus neken aku, aku nggak tahu lagi apa pernikahan kita ini masih bisa dipertahankan!"

Karena rasanya aku sudah lelah, pengangguran saja Mas Arfan segininya sama aku. Giman kalau dia kerja lagi? Dan mungkin nanti posisinya lebih tinggi dibanding aku?

"Oke, kerja bagus, Nessa. Meskipun kalian terlihat lebih banyak diam, finally anakku nurut dan nggak ganggu obrolan kami. Kamu boleh pulang!"

Aku menghela nafas panjang. Harusnya sore aku sudah berada di rumah, apa boleh buat. Kedatangan mereka membuatku harus pulang lebih telat, meski begitu Boss berjanji akan membayarnya lebih seperti masuk lemburan. Syukurlah!

Anak itu lucu, manis. Namun, terlalu jutek, dingin, pendiam. Persis Papanya! Nggak seperti anak-anak seusianya, aku menangkap ada banyak kesedihan di wajah anak itu.

Ya aku paham, dia ditinggalkan Mamanya saat masih bayi. Kasian sekali, aku bahkan nggak sanggup membayangkan betapa kesepiannya anak itu.

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Merebut Hati Sang Direktur    Menarik Atau Tidak?

    Merebut Hati Sang Direktur (5)***"Masih sore, udah tidur aja kamu, Mas." Aku mengendikan bahu, ia tampak membelakangiku. Capek kali ya, abis acara tujuh bulanan? Pasti badan remuk, mungkin acaranya lebih mirip ke pesta nikahan kalau aku nggak salah nebak."Kasihan aku sama Ibu, abis acara bukannya seneng. Utang malah di mana-mana," katanya, membuatku terkikik pelan. "Kamu seneng, Ness? Bisa-bisanya!""Ya gimana nggak? Aku bahkan udah pernah bilang, tujuh bulanan tuh biasa aja. Nggak usah yang heboh gimana-gimana," sahutku, merasa puas mendengarnya.Andai aku ada di acara itu, setidaknya aku bisa menyaksikan wajah-wajah keluarga Mas Arfan yang panik, hahhahaa."Ini soal harga diri, Ness. Kamu nggak akan ngerti, percuma punya banyak duit kalau cuma buat ditimbun. Dosa kamu, nggak bantuin mertua!" Mas Arfan menatapku nyalang, apa katanya dosa?!"Aku bahkan baru sekali ini aja nggak bantu kamu, Mas. Tapi, kamu bicara seakan aku nggak pernah bantu." Miris!Aku melipat kedua tangan di d

  • Merebut Hati Sang Direktur    Rencana Jalan Bareng

    Merebut Hati Sang Direktur (4)***"Oh really? First time loh, anaknya Pak Direktur mau diatur begitu." Reina tampak antusias, usai mendengar penuturanku pagi ini."Maybe, dia lagi capek aja nggak sih? Kemarin tuh aku cuma ngasih makanan yang dia suka, terus aku juga nggak banyak omong. Takut dianya nggak nyaman, dia lebih banyak main gadget sih." Aku pikir, anak kecil itu fotocopyan Bapaknya banget. Jadi akunya yang harus paham, kapan masuk. Kapan cuma diam aja ada untuk menemani, meksipun lelahnya bukan hanya di fisik aja kemarin tuh."Ness, andai aja kita berdua tuh masih single. Kita sama-sama bersaing buat dapetin hatinya Pak Direktur, aaaaaaah gemeees." Aku mendelik heran, Reina masih saja menggatal!"Dan untungnya, kamu udah punya laki! Udah deh nggak usah halu!" Capek banget tiap hari, harus ngeladenin omongan-omongan Reina yang kadang di luar nalar itu.Aku dan Reina berpisah, kembali pada ruangan masing-masing. Hari ini aku harus lebih fokus lagi, nggak peduli dengan perdeb

  • Merebut Hati Sang Direktur    Perintah Direktur

    Merebut Hati Sang Direktur (3)**"Sepet banget liat muka Direktur kita," ucap Reina sembari berjalan menuju kantin."Udah biasa itu, kenapa juga masih dibahas?" Aku tak mau ambil pusing, yang penting kerjaan beres gaji lancar."Ya iya sih, Nes. Padahal dia itu cakep pake banget, tinggal ditambahin senyum dikit bikin cewek tambah klepek-klepek." Aku terkikik, Reina ini ada-ada saja.Aku nggak mau bikin masalah apapun sama Direktur yang satu itu, juteknya memang bikin kesel. Jangan lupa dia juga terus bergonta ganti Sekretaris, dan sepertinya aku yang paling lama menghuni tempat itu."Aku sih sampai hari ini masih heran sama kamu, Nes." Usai memesan kami duduk di kursi paling ujung, menikmati suasana istirahat."Heran kenapa?""Kamu nggak ada rasa tertarik gitu sama Sang Direktur? Udah cakep, tajir, duda, ya walaupun ada anak sih satu. Tapi, bisalah diatur." Dahiku mengernyit bingung, lagi-lagi Reina mempertanyakan hal yang sama."Kalau kamu suka, yaudah suka aja sendiri, Rei. Nggak us

  • Merebut Hati Sang Direktur    Mertua Kecewa!

    Merebut Hati Sang Direktur (2)***"Tadi Ibu bilang, katanya kamu nggak usah hadir di acara tujuh bulanannya Mila!"Degh!Apa-apaan ini?!"Ibu terlanjur kecewa sama kamu, Nes. Sebagai menantu kamu dinilai nggak bisa membahagiakan hati mertua!" Aku meneguk ludah, apakah aku berkewajiban membahagiakan hati mertua hingga harus membuat tabunganku melorot?!Aku menghela nafas panjang. Jadi, aku betul-betul tak diinginkan di acara tersebut?!"Baik, jika itu yang Ibu inginkan. Aku nggak akan datang," sahutku, kembali menikmati tontonan televisi yang sedang berlangsung.Jantungku berdegup lebih kencang. Sejujurnya aku ingin marah, semarah-marahnya. Namun, energiku sudah habis. Kerjaan di kantor, dan beban yang begitu berat. Membuatku tak ingin kembali menguras tenaga!"Kamu tahu? Ibu, sampai harus minjem ke rentenir demi keberlangsungan acara Mila. Hal yang sebelumnya nggak pernah Ibu lakuin," ucapnya lagi, dengan nada yang mulai meninggi. Dahiku mengernyit, oooh jadi beliau sampai segitunya

  • Merebut Hati Sang Direktur    Menolak Bayar Barang CO!

    Merebut Hati Sang Direktur***"Transfer aja, Bun. Kasian," ucap suami, yang membuat darahku makin mendidih!Transfer dari Hongkong!Dipikir nyari duit gampang!Nganggur aja banyak gaya!"Ya itu, kamu punya duit nggak?" Itu kan adeknya, ya kali harus aku juga yang bayarin!"Adekku ya adek kamu juga, Bun. Jangan pelit-pelit ah, kita ini suami istri. Kamu wajib bantu keluarga aku," katanya lagi, yang membuatku bertambah mual."Ok, dia emang adekku juga. Tapi, si Mila ini udah nikah. Ya dia mintalah sama suaminya, jangan ke aku teruuuus!" Aku berdecak kesal, dipikir aku banting tulang pagi pulang malem buat ngehidupin mereka?!"Tapi, suaminya itu belum kerja, Bun. Ayolah, itu barang CO jumlahnya cuma ratusan, nggak akan sebanding sama gaji kamu.""Gak peduli! Aku nggak mau bayarin barang CO si Mila, urus aja sama suaminya. Kenapa aku yang dikejar terus? Kalau kamu kerja, dan kamu yang mau bayarin silakan!"Aku bangkit, lama-lama begini membuat hidupku menjadi tak nyaman. Dari mulai Ibuny

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status