Beranda / Romansa / Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku / Bab 7. Berkenalan dengan Jacob Alford

Share

Bab 7. Berkenalan dengan Jacob Alford

Penulis: Michaella Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-01 00:21:28

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sinar matahari memantul di antara gedung-gedung pencakar langit, menyinari jalanan Manhattan yang sibuk dengan riuh kendaraan dan langkah tergesa para pejalan kaki. Tampak di salah satu sudut kawasan elite Tribeca, berdiri megah sebuah butik mewah dengan papan nama bergaya klasik bertuliskan Margareth Couture. Butik itu tak pernah sepi, karena telah menjadi langganan sosialita dan artis papan atas kota.

Pintu butik terbuka otomatis saat Sophia melangkah masuk. Wanita cantik itu mengenakan coat warna pastel, rambut pirang panjangnya digelung rapi, dan sepatu hak tinggi senada dengan tas kulit yang menggantung anggun di lengannya.

“Sophia!” seru Margareth sambil membuka tangan lebar, “Akhirnya kau datang juga. Aku sudah tidak sabar ingin membahas hal ini denganmu.”

Sophia membalas pelukan singkat itu dengan anggukkan kecil. “Maaf membuatmu menunggu, Margareth. Tadi sempat sedikit macet di Fifth Avenue. Tapi aku senang bisa bertemu hari ini.”

Margareth menunjuk sofa empuk berwarna putih gading di sudut ruangan. “Tidak masalah. Yang penting kau sudah datang. Ayo kita duduk. Aku sudah siapkan teh earl grey untukmu.”

Sophia mengangguk, menanggapi ucapan Margareth. Lantas, dia duduk bersama dengan Margareth, duduk dalam posisi berhadapan. Tepat di kala sudah duduk—Margareth menyodorkan iPad seraya memperlihatkan email dari sebuah agensi artis ternama di New York.

“Kau tahu siapa yang menghubungiku kemarin?” tanya Margareth sambil mengangkat alisnya.

“Siapa, Margareth?” Sophia memiringkan kepala dan penasaran membuncah dalam dirinya. Ingin segera tahu sebenarnya siapa yang menyukai gaun yang dibuat olehnya itu.

Margareth tersenyum lembut “Aria Vale. Aktris pemenang Emmy itu. Dia tertarik dengan rancangan gaun milikmu yang dipakai salah satu model dalam fashion show kemarin, Sophia!” ucapnya dengan nada antusias.

Mata Sophia membelalak terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Sophia. Dia memang beruntung di kala mendapatkan penawaran dari Margareth untuk membawa hasil rancangannya di acara fashion show kemarin. Seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Dalam dunia fashion, Margareth adalah senior Sophia, tetapi tak pernah menjadikan Sophia saingan. Hal tersebut yang membuat Sophia bersyukur bisa dekat dengan sosok hangat dan baik seperti Margareth.

“Aria Vale? Astaga, aku tidak menyangka … itu luar biasa, Margareth!” seru Sophia, tampak sangat antusias.

“Aku langsung merekomendasikanmu, tentu saja. Aria ingin bertemu denganmu dua hari lagi di hotel Gramercy Park. Dia ingin mendiskusikan secara langsung desain dan penyesuaian gaunnya untuk pemotretan majalah Vogue edisi spesial musim gugur. Kau sudah siap bertemu dengannya, bukan?” ucap Margareth sambil mengusap lengan Sophia.

Sophia menganggukkan kepalanya,dengan raut wajah memancarkan kebahagiaan. “Ya. Tentu saja aku sudah siap. Terima kasih, Margareth. Tanpa bantuanmu, aku mungkin tidak akan punya kesempatan sebesar ini,” jawabnya penuh dengan rasa terima kasih.

Margareth tersenyum hangat menatap Sophia. “Aku hanya memberimu panggung, tapi bakat dan kerja kerasmu yang membawamu sejauh ini. Kau memang pantas mendapatkan ini, Sophia.”

Sophia dan Margareth berbincang serius soal preferensi warna, bahan kain, hingga kemungkinan jadwal pengukuran. Tak lupa, mereka menyusun strategi presentasi yang elegan, tetapi tetap menunjukkan karakter Sophia sebagai perancang muda berbakat.

Setelah beberapa membahas pekerjaan, pembicaraan mereka mulai bergeser ke arah yang lebih personal. Margareth menyesap tehnya perlahan, lalu meletakkannya kembali ke atas meja.

“Ngomong-ngomong tentang Lucas Collins yang datang kemarin bertemu denganmu, bersama dengan Anna. Dia tampak luar biasa seperti biasa. Pria itu tampan, berkuasa dan … sangat teliti dalam memilih pasangan. Mereka sangat serasi, bukan?” ujar Margareth yang seketika itu membuat Sophia terdiam.

Binar di mata Sophia langsung memudar. Wanita cantik itu menyembunyikan perasaan yang kembali mencuat ke permukaan. Luka yang selama ini dia kubur, sejenak kembali terasa pedih. Mendengar kata ‘serasi’ dari mulut Margareth, tentu membuat hati Sophia mendadak pilu. Dia sangat tahu, bahwa Margareth tak mengetahui dirinya adalah mantan istri Lucas.

Akan tetapi, tak menampik bahwa ucapan Margareth berhasil membuat raut wajah Sophia seketika mendung. Lidahnya mendadak menjadi kelu, tidak tahu harus merespons apa saat Margareth memuji kemesraan Lucas dan calon istrinya yang ditampilkan kemarin.

“Beruntung sekali Anna. Dia pasti tidak sabar ingin menjadi Nyonya Collins,” kata Margareth, dengan senyuman di wajahnya.

Sophia tersenyum tipis, mencoba menenangkan dirinya. Meski hatinya bergejolak, akibat rasa perih di dada, tetapi dia mencoba sebisa mungkin untuk tetap tenang, Segala hal sudah berubah. Begitu juga dengan cinta yang pasti seiring berjalannya waktu bisa berubah dengan mudah.

“Ya. Tentu saja. Siapa pun pasti tidak sabar ingin menyandang nama itu. Semua orang tahu betapa hebatnya Lucas di kota ini. Pengusaha muda, berbakat dan tentunya sangat tampan,” jawab Sophia berusaha tetap tenang, dan anggun kala mengatakan itu. Mati-matian dia menyingkirkan hatinya yang terluka. Sebab, dia sadar bahwa memang dirinya tak memiliki hak untuk marah.

Margareth mengangguk setuju dengan ucapan Sophia tadi, dan tentu dia tak mengetahui bahwa Sophia menyembunyikan luka. Sebab, bisa dikatakan Sophia memang tak pernah menceritakan pada orang lain, tentang masa lalu.

Tak lama kemudian, pintu butik kembali terbuka dan seorang pria berperawakan tampan dan gagah melangkah masuk. Tinggi pria itu menjulang, mengenakan coat hitam dan celana panjang dari wol halus. Wajahnya begitu tampan dan bersih, dengan senyum menawan yang langsung membuat ruangan terasa hangat.

“Jacob!” panggil Margareth dengan nada senang. “Kemarilah. Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang.”

Pria tampan bernama Jacob melangkah mendekat dan mencium pipi Margareth dengan penuh hormat. “Hai, Bibi.”

“Jacob, ini Sophia Carter. Desainer muda berbakat dari Paris yang sedang aku bantu promosikan,” ujar Margareth memperkenalkan pria tampan itu. “Sophia, ini Jacob Alford, keponakanku. Dia baru pulang dari London.”

Jacob mengulurkan tangan dengan sopan, melukiskan senyuman ramah pada Sophia. “Senang berkenalan denganmu, Nona Carter.”

Sophia membalas uluran tangan itu sambil tersenyum lembut. “Aku juga senang bisa bertemu Anda, Tuan Alford.”

“Jacob saja. Jangan terlalu formal,” balas Jacob hangat.

Sophia meringis sebentar kemudian mengangguk. Ada sedikit kecanggungan ketika Jacob memintanya untuk memanggil tanpa embel-embel ‘Tuan’. Sebab, dia baru mengenal Jacob, tetapi tentu dia harus menghargai apa yang diinginkan pria itu.

“Kalau begitu cukup panggil aku Sophia,” ucap Sophia tulus.

Jacob mengangguk, lalu bergabung duduk di sana.

“Sophia, Jacob ini seorang dokter bedah di London. Keponakanku yang tampan itu sangat cerdas,” kata Margareth memperkenalkan sosok Jacob pada Sophia.

Sophia tampak kagum. “Wah, luar biasa hebat.”

“Kau juga hebat, Sophia, Menjadi seorang designer tidak mudah. Harus ada taste yang luar biasa di bidang fashion,” kata Jacob balas memuji Sophia.

Sophia tersenyum sopan, menanggapi pujian Jacob.

Tak lama kemudian, asisten Margareth muncul, membisikkan sesuatu di telinga Margareth. Detik itu juga, Margareth mengangguk, dan sang asisten meninggalkan tempat itu.

“Sophia, Jacob, maafkan aku. Aku memiliki telepon dari klienku di Dubai. Aku tinggal sebentar, ya?” pamit Margareth.

“Jawab dulu saja telepon dari klienmu, Bibi. Biar aku yang menjaga Sophia,” kata Jacob dengan senyuman di wajahnya.

Margareth tersenyum. “Good, Bibi selalu percaya padamu, Sayang,” jawabnya, dan langsung melangkah pergi meninggalkan Sophia dan Jacob.

Jacob menatap Sophia dengan penuh rasa penasaran. “Tadi Bibiku bilang kau dari Paris, tapi dari nama keluargamu kau bukan dari kota itu.”

Sophia mengangguk. “Orang tuaku asal Amerika. Kebetulan aku di Paris hanya untuk melanjutkan pendidikanku di dunia fashion. Sejak dulu, impianku menjadi seorang fashion designer.”

“Dan kau kembali ke New York, apa karena ingin pindah lagi ke sini?” tanya Jacob penasaran.

Sophia menggelengkan kepalanya. “Aku belum tahu. Aku ke New York kemarin atas undangan fashion show yang diadakan Margareth. Lalu, ternyata aku mendapatkan cukup banyak tawaran pekerjaan. Aku ini seorang fashion desiger pemula. Berbeda dengan bibimu yang sudah senior. Jadi, aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan.”

Jacob manggut-manggut, memahami. “Itu artinya kau wanita yang cerdas, Sophia. Kau tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada.”

“Well, aku ini hanya wanita biasa, dari keluarga biasa. Aku ingin memiliki kehidupan yang baik. Jadi, jika aku tidak bekerja keras, maka aku hanya akan menjadi manusia tidak berguna,” balas Sophia.

“Aku pernah mendengar bahwa jika kau terlahir miskin, itu bukan kesalahanmu. Tapi, jika kau mati dalam keadaan miskin, itu adalah kesalahanmu,” balas Jacob.

“Aku setuju,” kata Sophia dengan senyuman di wajahnya.

Percakapan Sophia dan Jacob terhenti sejenak, karena ponsel Sophia berdering. Detik itu juga, Sophia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang berdering. Wanita cantik itu melihat nama ‘Amy’ tertera di sana.

“Jacob, maaf aku harus menjawab teleponku,” ujar Sophia lembut.

Jacob mengangguk. “Ya, silakan, Sophia.”

Sophia segera mengangkat telepon dan menjauh sedikit. “Halo, Amy? Ada apa?” tanyanya kala panggilan terhubung.

“Nyonya, maaf mengganggu. Caleb terus menangis mencari Anda,” kata Amy dari seberang sana.

Sophia menghela napas dalam, mendengar jelas bahwa memang Caleb menangis. Jika Caleb menangis, maka Chloe pasti ikutan menangis. Ini sudah terbiasa, dan kadang memang Sophia kerap dibuat pusing. Anak kembarnya itu terkenal memang sangat aktif.

“Aku akan segera pulang. Tolong bujuk Caleb katakan aku akan segera pulang,” jawab Sophia.

“Baik, Nyonya,” balas Amy sopan.

Sophia menutup panggilan telepon itu, lalu dia kembali ke tempat duduk, dan seketika dia berpapasan dengan Margareth yang baru saja selesai menghubungi klien.

“Sophia? Ada apa?” tanya Margareth, menatap Sophia yang tampak kesal.

“Margareth, maaf aku harus pergi. Ada urusan yang aku harus lakukan,” jawab Sophia, yang memilih tak menceritakan tentang anak-anaknya.

“Ah, begitu. Apa hal yang urgent?”

“Ya, bisa dikatakan seperti itu.”

“Kalau begitu, biar Jacob yang antarmu.”

Sophia terkejut akan tawaran Margareth. “Tidak usah, Margareth. Aku pulang dengan taksi saja,” tolaknya yang tak ingin menyusahkan. 

Margareth tersenyum lembut. “Aku yakin Jacob tidak keberatan mengantarmu, Sophia.” Dia menoleh, menatap keponakannya yang tampan itu. “Benar, kan, Jacob?” tanyanya lembut.

Jacob langsung berdirii, dan melukiskan senyuman di wajah tampannya. “Ya, aku tidak keberatan sama sekali. Lagipula, aku juga tidak punya janji apa pun hari ini,” jawabnya hangat.

Sophia merasa tidak enak, tetapi dia sadar bahwa jika dia menolak, sama saja dengan melukai hati Margareth dan Jacob. Mau tak mau, dia harus menerima. Paling tidak, dia menghargai ketulusan dari dua orang itu.

 “Baiklah. Kalau begitu, terima kasih,” balas Sophia lembut. 

Margareth menatap Jacob. “Jacob, jangan mengebut. Kau membawa Sophia. Jadi, kau harus berhati-hati. Kau mengerti?”

Jacon mengangguk, dan tersenyum. “Kau tenang saja. Bibi. Aku juga belum ingin mati muda. Kau jelas tahu, aku belum menikah, Jadi, aku pasti akan menjaga diriku dengan baik.”

Margareth tersenyum, lalu Sophia kini memeluknya singkat, dan keluar bersama dengan Jacob. Tampak jelas di raut wajah Margareth menunjukkan rasa suka di mana Sophia dekat dengan Jacob.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 19. Tinggal di Apartemen Baru

    “Ingin minum?” tanya Jacob menawarkan wine pada Sophia, tepat di kala wanita itu sudah selesai berdansa. Meski dia tak menyukai di kala MC mengumumkan pertukaran pasangan saat dansa, tetapi dia harus menghargai acara bibinya itu.Sophia berdeham sebentar, berusaha mengatur emosi dalam dirinya. Dia harus tetap tenang, tak ingin sampai Jacob mengetahui bahwa tadi dia sempat berdebat dengan Lucas. Tidak. Dia tidak akan pernah membiarkan siapa pun tahu tentangnya dengan Lucas.“Tidak, Jacob. Aku sedang tidak ingin minum alkohol,” tolak Sophia lembut, pada Jacob.Jacob mengangguk, menanggapi ucapan Sophia.“Hm, Jacob, apa kau keberatan mengantarku kembali ke hotel sekarang? Aku merasa sedang kurang sehat,” ujar Sophia lembut.“Kau sedang kurang sehat? Apa yang kau keluhkan?” Jacob dengan penuh perhatian, menyentuh kening Sophia. Pria tampan itu menunjukkan jelas rasa cemas yang membentang di dalam diri.Sophia tersenyum lembut. “Aku hanya sedikit pusing. Maaf, aku tidak bisa terlalu lama d

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 18. Perlawanan Sophia Carter

    “Sophia? Kenapa wajahmu kesal seperti itu?” tanya Joana di kala melihat Sophia masuk ke dalam kamar. Dia yang sedang berkutat pada iPad-nya langsung meletakan iPad-nya ke atas meja, dan menatap Sophia dnegan tatapan bingung serta terselimuti rasa penasaran yang membentang.Sophia menghempaskan tubuhnya ke sofa. “Aku tadi tidak sengaja bertemu dengan ibu Lucas di butik Margareth, Joana.”“Kau bertemu dengan ibu Lucas di butik Margareth?” ulang Joana memastikan, dengan raut wajah terkejut.Sophia mengangguk, menanggapi ucapan Joana.Joana terdiam sebentar. “Kau berada di lingkungan kelas atas. Kau berkenalan dengan Margareth Alford yang merupakan designer ternama. Jadi, aku tidak heran kalau kau bertemu dengan ibu Lucas.”Sophia menghela napas dalam. “Ya, menjadi fashion designer adalah impianku. Aku harus menerima segala konsekunsi termasuk kembali bertemu dengan mantan suamiku berseta keluarganya.”Joana menyentuh tangan Sophia. “Tidak banyak yang aku katakan padamu selain kau harus f

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 17. Sifat Tegas Sophia Carter

    Bel pintu apartemen berbunyi nyaring membuat Lucas menghela napasn kasar. Pria tampan itu sejak tadi hanya diam duduk di sofa sembari menatap kosong. Suara ding-dong itu berulang-ulang, semakin membuat kepalanya berdenyut. Dengan napas berat, dia akhirnya bangkit dari sofa dan menyeret kakinya menuju pintu.“Sayang, kau lama sekali membua pintu,” kata Sarah, ibu Lucas, dan langsung masuk ke apartemen putranya itu.Lucas menatap dingin ibunya yang datang ke apartemennya. “Mom tahu dari mana aku ada di sini?” tanyanya dengan nada kesal. Dia sedang malas untuk diganggu, tetapi ibunya malah muncul.“Mommy tadi tanya sekretarismu, dan dia bilang kau kemungkinan di apartemenmu yang ini, Jadi, Mommy langsung datang saja,” jawab Sarah dengan senyuman di wajahnya, tetapi seketika dia menyadari bahwa ada yang tak beres dengan raut wajah putranya. “Sayang? Apa kau sedan gada masalah? Wajahmu sangat kusut sekali,” lanjutnya dengan nada khawatir.Lucas hanya menatap ibunya sekilas, ekspresinya dat

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 16. Tak Bisa Mengendalikan Diri

    Sophia menutup pintu kamar hotel dengan cukup kencang, suara pintu tertutup cukup bergema di lorong hotel—menggema seperti jeritan hatinya sendiri. Lantas, tanpa sempat melepas sepatu atau merapikan dirinya, wanita itu berjalan cepat ke arah tempat tidur.Begitu mencapai ranjang, tubuh Sophoa terjatuh dengan lemas. Kepalanya terbenam ke bantal, dan pelan—bahunya mulai bergetar. Tangis itu, yang sejak tadi hanya bergetar di dada, akhirnya pecah kembali.“Kenapa dia harus datang lagi?” bisik Sophia lirih di sela isakan. “Kenapa dia harus menciumku seperti itu, seolah aku ini adalah miliknya.”Sophia menutup wajahnya dengan kedua tangan, jari-jarinya gemetar. Tubuhnya mengejang, seperti tak mampu lagi menahan tekanan yang menumpuk. Ada rasa marah. Ada rasa dipermalukan. Ada luka lama yang terkoyak tanpa ampun. Lucas—pria yang dulu dia cintai, yang telah menceraikannya, dengan tanpa dosanya menciumnya secara brutal dan panas.Hati Sophia benar-benar hancur, dan remuk. Dia merasa diinjak,

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 15. Ciuman Pakasaan

    Sophia menatap ke cermin, berusaha mengatur napasnya. Sungguh, dia merasa tak nyaman berada di sana. Ingin rasanya dia berlari sekencang mungkin. Namun, di sisi lain, dia ingin fokus pada kariernya. Hanya saja dia membenci lingkungannya yang mengharuskan dirinya kerap bertemu dengan Lucas. Entah, harus sampai kapan dia terus menerus bertemu dengan mantan suaminya itu. Perasaan tak nyaman selalu kerap masuk ke dalam diri, meski dia berusaha selalu mengendalikan dirinya.Sophia membasuh matanya dengan air bersih, lalu dia berbalik dan hendak bermaksud meninggalkan toilet, tetapi seketika langkahnya terhenti di kala ternyata Lucas berdiri di ambang pintu toilet. Ya, dia jelas ingat bahwa dirinya masuk ke dalam toilet wanita. Namun, kenapa bisa Lucas ada di sini? Otaknya benar-benar sekarang menjadi blank.“Lucas, k-kau kenapa di sini?” bisik Sophia, dengan suara yang pelan nyaris tidak terdengar, tapi cukup untuk memotong udara dingin yang memenuhi ruangan kecil itu.Lucas dengan santai

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 14. Kecemburan yang Sulit Diatasi

    Waktu menunjukkan pukul lima sore. Sophia kembali ke hotel. Dia melangkah pelan menyusuri lorong menuju kamarnya, masih dengan map proposal dari Margareth di tangan. Sesampainya di dalam, suasana hangat langsung menyambutnya.“Yeay, Mommy pulang!” seru Caleb dan Chloe di kala melihat Sophia sudah pulang.Sophia tersenyum bahagia selalu mendapatkan sambutan dari anak-anaknya. Dia membalas pelukan anak kembarnya itu, dan tatapannya teralih pada Joana yang ada di hadapannya.“Joana? Kau sudah datang?” tanya Sophia cukup terkejut.Joana tersenyum. “Kejutan. Urusanku di Paris sudah selesai. Jadi, aku bisa langsung ke sini.”Sophia mendesah kesal. “Kenapa kau tidak bilang padaku?”“Well, aku ingin memberikan kejutan,” jawab Joana, dengan senyuman di wajahnya, menunjukkan gigi putihnya.“Bibi Joana sudah datang.” Caleb dan Chloe kini memeluk erat Joana.Joana kembali tersenyum, dan memeluk kembar tak kalah erat.Sophia terdiam sebentar. “Caleb, Chloe, bisa kalian ke kamar Amy dulu? Mommy dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status