Share

Ikat Rambut

Author: Pebyuna
last update Last Updated: 2025-09-26 15:55:19

Hari ini aku datang ke kantor dengan sedikit telat. Semalam, aku menyuruh Dino dan Riana untuk tidur di rumah saja, sementara aku yang tidur di rumah sakit. Paginya, aku lumayan terburu-buru karena harus pulang terlebih dahulu. Ternyata hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama hingga aku terlambat hampir setengah jam.

Dan sialnya, hari ini ada meeting pagi hari bersama perwakilan divisi. Harusnya aku menyiapkan ruangan meeting dan beberapa berkas yang dibutuhkan.

Matilah aku. Pak James pasti akan sangat marah.

Aku segera berlari menuju lantai 15, lantai di mana aku dan pak James bekerja. Napasku terengah ketika sampai di depan pintu ruangan pak James. Aku mengaduh pelan, merasakan kakiku yang sakit sebab terkilir saat berlari tadi.

Aku melenggang masuk setelah mengetuk pintu ruangan pak James. Beliau di sana, dengan raut datar dan tanpa menoleh ke arahku. Aku meneguk ludah dengan susah payah. Sudah pasti pak James akan memarahiku kali ini.

"Dari mana saja?" suara dingin pak James nyatanya langsung membuat bulu kudukku berdiri. Jantungku berdetak kencang. Rasanya aku ingin bolos saja hari ini. Pak James kalau marah sungguh menyeramkan.

"Ma-maaf, Pak. Saya dari rumah sakit, jadi ... kesiangan," ucapku dengan nada pelan di akhir. Pak James menatapku seakan tidak peduli dengan apa alasanku.

"Saya tidak peduli kamu dari mana. Kenapa kamu telat? Lupa kalau hari ini ada meeting?"

Aku mengangguk takut, menunduk, menyembunyikan raut takutku. "Maaf, Pak. Saya ingat, tapi...—" Aku tak lagi melanjutkan ucapanku. Mau bagaimana pun, aku memang salah dalam hal ini. Pak James selalu menjunjung tinggi nilai profesionalitas. Alasan menjaga orang tuaku tak lagi menjadi alasan masuk akal baginya. Terlebih, pak James tau jika aku memiliki adik yang harusnya sigap membantuku.

"Kamu tau, gara-gara kamu, meeting kita tertunda hari ini." Pak James menatapku dengan tatapan tajam. Aku hanya bisa mengangguk pelan sebagai respons. "Sekarang cepat siapkan. Tiga puluh menit lagi, meeting harus sudah bisa dimulai," lanjutnya.

Aku mengangguk cepat dan bersiap pergi setelah mengucapkan permintaan maaf sekali lagi. Baru saja tanganku memegang gagang pintu, pak James kembali memanggilku.

"Mendekat kemari, Diana."

Aku menoleh ke arahnya dengan bingung. Pak James sudah berdiri, berjalan mendekat ke arahku. Bersamaan juga denganku yang mendekat ke arahnya. Tak kusangka, dekat menurut pak James adalah sangat dekat. Dia berdiri tepat di depanku. Jarak kami sangat dekat hingga mungkin orang yang melihat kami dari belakangku akan mengira aku sedang memeluk pak James.

Dan tanpa aba-aba, tangan pak James bergerak ke atas. Tanganku memejam, takut. Bahkan badanku sedikit bergetar. Kupikir, pak James akan memukulku karena telah membuatnya marah hari ini. Meskipun, yah, itu sepertinya tidak mungkin.

"Kamu tampak berantakan, Diana. Sampai-sampai rambutmu masih kamu ikat ke atas. Biarkan saja tergerai. Kamu lebih cantik saat rambutmu tergerai," ucapnya, bertepatan dengan rambut panjangku yang mulai jatuh.

Aku bahkan lupa jika rambutku masih kucepol asal.

Aku terdiam. Mencoba mencerna ucapan pak James. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Aku menunduk, tidak berani menatap wajah pak James sekarang. Karena kuyakin jika pipiku pasti sudah merona.

Dengan perasaan malu, aku segera mengangguk dan berpamitan pergi. Saat berhasil keluar dari ruangan pak James, aku menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Tanganku bergerak memegang dada, merasakan detakan jantung yang tidak beraturan.

Sial, seperti misi ini akan menjadi boomerang untukku. Bukannya pak James yang akan tergoda, mungkin akulah yang akan tergoda lebih dulu.

***

Meeting hari ini berjalan lancar meskipun mundur dari waktu yang ditetapkan. Tentu saja karena keterlambatanku. Pak James menghukummu, dengan memintaku untuk meminta maaf pada peserta meeting sebab karena keterlambatanku, aku telah mengganggu pekerjaan mereka.

Untungnya hanya itu. Pak James kembali bersikap normal, seperti biasanya.

Suara telepon di meja kerjaku membuatku—ang akan berdiri untuk membuat kopi—kembali duduk. Aku segera mengangkat gagang telepon itu dan mendekatkannya ke telingaku. Pak James menelepon. Memintaku untuk pergi ke ruangannya.

Aku menarik napas dalam. Harusnya masalah keterlambatanku tadi sudah selesai. Jadi aku tak perlu khawatir lagi. Dengan pelan, kuketuk pintu ruangannya dan melenggang masuk.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku.

Pak James menatapku sebentar, lalu menyuruhku duduk di kursi tamu yang ada di ruangannya. Dahiku mengerut bingung. Tumben sekali pak James menyuruhku duduk di sini.

Pak James ikut duduk di depanku, dengan membawa setumpuk berkas. Aku mendesah dalam hati, sepertinya hari ini aku harus lembur.

Dan benar saja, pak James memintaku untuk lembur, membuat rangkuman pertumbuhan perusahaan dari awal tahun sampai sekarang. Berikut juga beberapa hasil meeting dan realisasinya.

"Bagaimana kondisi ibumu, Diana?" tanyanya tiba-tiba.

Aku mendongak menatap pak James. Baru kusadari jika pak James terlihat lesu. Matanya sayu, seakan banyak beban yang sedang dipikirkannya.

"Sudah lebih baik, Pak. Ibuk titip salam juga untuk bapak. "

Pak James tersenyum tipis. Lalu menatapku lama, seakan sedang memikirkan sesuatu tentangku. Aku bingung, jadi memilih diam saja sambil mencoba untuk mengalihkan pandanganku dari tatapan pak James.

"Maaf, Diana. Soal tadi. Saya tau kamu sedang sibuk mengurus ibumu. Tapi, kamu tau, saya tidak suka alasan itu dipakai untuk membenarkan keterlambatanmu," ucapnya.

Aku mengangguk mengerti. "Saya paham, Pak. Ini memang salah saya. Saya usahakan untuk tidak mengulanginya lagi."

Pak James mengangguk pelan. Ia menarik napas dalam. Tubuhnya bergerak menyandar ke arah sofa. Matanya terpejam. Tangan kanannya mulai memijat keningnya.

"Bapak baik-baik aja?" tanyaku sedikit khawatir.

Pak James menghela napas, lalu kembali menegakkan tubuhnya. Ia kembali memandangku dengan tatapan sayu dan senyum lemah.

"Saya sedikit pusing, Diana. Banyak hal yang sedang saya pikirkan." Pak James diam sejenak, mengamatiku. "Saya heran, sepertinya kamu lebih hebat dari saya. Kamu terlihat selalu baik-baik saja meskipun saya tau kamu juga punya banyak masalah."

Aku meringis pelan. Lalu menggeleng, tidak setuju dengan ucapan pak James. "Semua orang punya masalah, Pak. Termasuk saya. Hanya saja, nggak semua orang akan menunjukkan kalau mereka punya masalah. Saya lebih suka memendam masalah saya sendiri, atau cerita hanya ke orang yang saya percayai. Selebihnya, saya tidak tunjukkan. Agar orang yang bersama saya tidak menarik energi negatif karena saya kebanyakan ngeluh."

Pak James tertawa pelan. "Jadi saya sekarang lagi kasih kamu energi negatif?"

Aku segera menggeleng. "Tidak, bukan begitu maksud saya, Pak. Em ... kita semua berhak untuk mengeluh, termasuk Bapak. Supaya, bisa sedikit lega. Memendam masalah itu nggak baik, Pak. Cuma, nggak semua orang bisa dengarin keluh kesah kita dengan hati yang tulus. Makanya saya bilang tadi, saya cuma cerita masalah saya, ke orang yang saya percayai." Aku tersenyum tipis dan mengangguk yakin.

Pak James hanya manggut-manggut. Ia kembali terdiam cukup lama. Hingga akhirnya aku menawarkan sesuatu yang kupikir adalah jalan bagi misi yang kukerjakan.

"Pak James butuh teman cerita? Pak James bisa cerita ke saya."

Namun, aku ditolak setelah Pak James terdiam cukup lama. Mungkin, ia masih sadar jika memiliki istri yang sangat ia cintai. Jadi buat apa cerita denganku.

Aku berpamitan pergi. Namun, sebelum itu, pak James memintaku berhenti. Ia merogoh saku celananya, lalu menyodorkan ikat rambutku yang tadi pagi kugunakan.

"Ikat rambutmu, Diana."

Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, lagi-lagi, sebelum aku keluar dari ruangannya, Pak James kembali membuatku merona karena ucapannya.

"Besok-besok, jangan diikat, Diana. Saya lebih suka lihat kamu dengan rambut tergerai bebas seperti ini. Kamu terlihat lebih cantik dan segar."

Sial. Sepertinya aku akan benar-benar tergoda dengan pria beristri ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Sadar

    Hari ini aku tak masuk kerja. Seperti yang sudah kukatakan pada pak James beberapa waktu lalu. Hari ini jadwal ibu operasi, jadi aku ingin menemaninya. Aku duduk merenung setelah 2 jam berlalu sejak ibu masuk ruangan operasi. Tidak, aku tidak memikirkan atau khawatir soal keadaan ibu. Dokter Danu paling ahli di bidang ini. Jadi, aku sangat percaya padanya bisa melakukan yang terbaik untuk ibu. Kondisi ibu juga berangsur membaik, jauh lebih baik dari sebelumnya sebelum masuk kamar operasi. Jadi, harusnya ibu akan baik-baik saja. Pikiranku justru berkelana pada kondisi pak James. Setelah hari di mana pak James mengatakan bahwa ia mandul, aku sedikit khawatir. Pak James mungkin berpikir jika ia sangat bertanggung jawab atas kejadian malam bersama nona Claire. Lalu, saat tau dirinya tidak bisa menghamili nona Claire, pak James merasa semakin bersalah. Mungkin itu sebabnya pak James begitu putus asa. Nona Claire yang berseli

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Kebenaran yang Mengejutkan

    "Diana, menurutmu, perempuan lebih suka laki-laki yang membebaskannya untuk melakukan sesuatu yang dia inginkan, atau mengekangnya dengan segala aturan?" Pak James tiba-tiba berhenti mengunyah. Ia manatapku, menunggu jawaban. Saat ini, kami sedang berada di warung nasi padang yang sama seperti yang kami kunjungi beberapa waktu lalu. Ini kedua kalinya pak James mengajakku kemarin. Tadinya, kupikir pak James akan mengurung diri di ruangannya setelah masalah yang ia hadapi dengan nona Claire. Tapi, ternyata tidak. Ia malah mengajakku ke sini. "Tentu saja pilih laki-laki yang membebaskan saya untuk melakukan segala hal yang saya mau. Tapi, bukan dalam artian sebebas-bebasnya. Perempuan itu suka diperhatikan, Pak. Jadi, dibebaskan dalam artian didukung, asalkan itu baik. Memangnya kenapa, Pak? Tumben Bapak tanya hal seperti ini?" Pak James hanya menggeleng pelan, lalu kembali menyantap makanannya. Membuatku bertanya-tanya. Apakah ini ada hubungannya dengan nona Claire. "Em, saya

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Kabur?

    "Selamat pagi, Pak," sapaku pada Pak James yang sedang sibuk menatap layar tablet miliknya. Kacamata yang ia pakai menambah kesan wibawa. Pak James menatapku, lalu melepaskan kacamatanya dan meletakkannya di meja. "Selamat pagi, Diana," jawabnya dengan senyum samar. Ia memandangku aneh, sedikit menaikkan alisnya. "Kamu sedang tak enak badan?" tanyanya. Aku sedikit bingung awalnya. Namun, pak James melirik syal yang kukenakan, membuatku paham maksud pertanyaannya. Aku segera menggeleng pelan, lalu akhirnya mengangguk karena kupikir akan lebih baik jika aku berbohong. "Iya, sedikit tidak enak badan pak James. Tapi saya masih kuat bekerja," kataku. Pak James menatapku seakan tak percaya. Tapi, pada akhirnya ia mengangguk saja. Lagipula, tidak mungkin juga jika aku mengatakan yang sejujurnya. Pak James mungkin tidak akan mengingatnya dan malah menuduhku yang tidak-tidak. Karena semalam dia mabuk. Bahkan setelah pelepasannya, dia langsung a

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Melanjutkan Kegiatan

    Rupanya dugaanku salah. Bukannya menghentikan kegiatannya, Pak James malah kembali menciumku secara brutal. Tangannya sudah menyusup ke punggungku, melepaskan kaitan bra yang kukenakan. Tanganku segera menutupi dua asetku yang tak lagi tertutup bra. Pak James kembali menegakkan badannya, lalu diam menatap bagian depanku dengan mata berkilat nafsu. "Jangan ditutup, Diana. Tidak baik menutupi sesuatu yang sangat indah ini," ucapnya parau, sambil mencoba menyingkirkan kedua tanganku. Aku masih mencoba menahan tangan pak James, tapi tenagaku tak cukup kuat. Dengan sekali sentak, pak James berhasil menyingkirkan kedua tanganku dari dua bongkahan milikku. Tanganku ditarik ke atas, membuat dadaku lebih condong ke arahnya. Dan tanpa aba-aba, pak James langsung menenggelamkan kepalanya ke sana. "Ah.... Bapak hentikanhh." Pak James menghirup dalam-dalam aroma tubuhku. Ia juga kembali memberikan tanda di san

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Affair

    Setelah kejadian di dapur apartemen pak James hari itu, aku memutuskan untuk pulang. Pak James tak lagi menghubungiku. Akupun juga tak berniat menghubunginya. Aku butuh waktu, khususnya untuk memikirkan rencanaku selanjutnya. Ada rasa takut ketika mendengar kenyataan bahwa pak James mungkin tertarik padaku, juga tubuhku. Meskipun nona Claire memintaku untuk menggunakan tubuh untuk menggoda pak James—dan sudah kulakukan, nyatanya ada perasaan takut jika hal-hal yang melewati batas akhirnya terjadi. Pak James laki-laki normal. Dia bilang sendiri padaku. Artinya, apakah aku sudah menemukan jawaban yang nona Claire minta? Apakah aku harus menghentikan pekerjaan ini sekarang dan memberi tau nona Claire bahwa pak James tidak setia padanya? Tapi, apa yang akan dilakukan nona Claire selanjutnya setelah mengetahui hal ini? Apakah mereka tetap melanjutkan pernikahan atau malah memutuskan bercerai? Jika bercerai, bukankah aku terlalu jahat pada pak J

  • Misi Menggoda Bos Tampan   Gotcha

    Perbincanganku dengan pak James masih berlanjut. Tapi kini kami sudah berpindah duduk di sofa. Di depan kami, televisi besar pak James menyala, menampilkan salah satu tayangan berita yang begitu membosankan menurutku. "Em, kalau boleh tau, nona Claire pergi ke mana, Pak? Kenapa Bapak tidak ikut saja? Ini kan weekend." Aku menoleh ke arah Pak James yang tampak fokus menonton berita. Pak James sepertinya sangat tertarik dengan dunia politik, juga berita kriminal. "Swiss. Dia sedang liburan. Menikmati waktu sendirinya. Kamu tau, perempuan terkadang butuh me time." Aku mengangguk saja. Tapi, batinku seakan tidak setuju. Sebagai seorang perempuan yang masih lajang, aku justru memiliki harapan untuk bisa pergi liburan dengan kekasihku. Untuk me time, akan lebih baik jika hanya untuk kegiatan murah, seperti tidur, baca buku, ngopi santai. Tapi liburan di Swiss, sayang sekali jika tidak bersama pasangan. "Bapak membiarkannya per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status