Bagi orang lain, sifat setia adalah anugerah.
Namun, bagiku itu sebuah kutukan!Adelia Arabella
Kalimat itu terus tergiang dikepala cantiknya.
Lia kembali meringkuk di atas kasur sambil mengomel hal yang tidak jelas.
Sudah dua tahun ia putus dengan kekasihnya, yang bernama Arka namun, tetap saja ia tidak bisa melupakan lelaki tersebut.
Perasaan yang masih tetap sama, cintanya masih saja setia. Seolah ruang hati Lia hanya dipenuhi oleh Arka.
Ya.
Hanya Arka yang tetap setia disana.
"Sudah berhenti merengek!" risih Diana dengan mata yang tetap fokus ke layar monitor, sementara jarinya sibuk menekan keyboard.
Malam ini ia harus menyelesaikan naskahnya jika tidak ingin mendapat teguran lagi dari atasan.
Lia yang merasa kesal, melemparkan bantal yang ia pegang ke arah Diana.
"Aww," Diana meringis ketika bantal tersebut mendarat mulus membentur kepalanya.
"Rasain," omel Lia tanpa rasa bersalah, malah ia semakin kesal saja karena sedari tadi, Diana tidak menghiraukan curhatannya.
Diana mematikan laptopnya sebentar, setelah itu memutar badannya menghadap Lia. Ia melempar balik bantal tersebut.
"Ih, jahat banget sih," keluh Lia sambil mencibirkan bibirnya.
"Bodoh amat!" ucap Diana enteng.
Lia mendengus kesal, sahabatnya ini memang sangat menyebalkan, ia bangkit berniat pergi.
Diana yang menyadari Lia marah, menghentikannya agar tidak pergi. "Gitu aja marah, sini duduk aku denger dah."
Dengan tatapan sinis akhirnya Lia memilih kembali duduk di samping Diana.
"Coba cerita apa yang membuat sahabat cantikku ini galau," rayu Diana sambil tersenyum manis.
Lia diam sesaat, mencari kata yang tepat untuk mulai bercerita. "Aku masih mencintainya."
"Nah kan sudah kubilang, julukan miss gagal move on memang sangat cocok untukmu," ejek Diana cepat.
"Aww," ringis Diana kembali sambil menggosok area kulitnya yang baru saja dicubit Lia.
"Sakit tau, memerah ni kulit princess," lanjut Diana dengan centil yang membuat Lia ingin muntah mendengarnya.
Lia membuang muka ke samping dengan perasaan yang diselimuti emosi, sepertinya Diana tidak berniat membantunya sama sekali. Buktinya ucapannya tidak dianggap serius dari tadi.
"Ok, baik aku gak akan bercanda lagi," yakin Diana pada Lia.
Lia sedikit menoleh. "Beneran?" tanyanya memastikan.
Diana langsung mengangguk mantap, Lia membalik tubuh kembali.
"Bantu aku move on," pinta Lia to the point.
Diana tampak berpikir, terlihat dari dahinya yang membentuk garis kerutan.
Sudah dua tahun semenjak hubungan mereka berakhir dan Lia, ia masih belum bisa menghapus Arka dari ingatannya.
"Hah, aku punya ide," seru Diana ketika berhenti berpikir.
"Apa? Bagaimana caranya?" tanya Lia antusias.
# # #
Lia menunggu jawaban Diana, ia tidak sabar lagi untuk menghempaskan Arka dari pikirannya. Kedua telinganya kini telah siap siaga untuk menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Diana.
"Banyak amat," imbuh Lia sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Diana menoleh, menjitak kepala Lia pelan.
"Itu hanya ungkapan bego!" teriak Diana ditelinga Lia.
Lia segera menjauhkan telinga, sebelum pendengarannya rusak.
"Ya gak usah teriak gitu juga kali." ujar Lia, tangannya sibuk memeriksa keadaan telinga, yang baru saja di teriaki kaset rusak.
"Mau lanjut apa gak?" tanya Diana sedikit berlagak sombong.
Lia tersenyum kikuk. "Mau dong."
Diana kemudian membuka sebuah laci, mengambil selembar kertas dan pena.
"Untuk apa?" tanya Lia ketika Diana menyerahkan kedua benda itu padanya.
Mata Diana membulat, sepertinya temannya sudah dipenuhi pengaruh bucin, itu sebabnya ia bahkan tidak bisa mengerti maksud sederhana Diana.
"Ditulis! Adelia ku sayang, kamu kan pelupa."
Awalnya Lia ingin membantah tetapi, ada benarnya juga ia memang pelupa dan ceroboh jadi, Lia menggambil kedua benda tersebut.
"Yang pertama, kamu gak boleh nyebut namanya," peringat Diana dengan gaya yang memerintah.
Lia segera menggangguk mengerti. "Terus manggil apa dong?"
Mantan itu ibaratnya sampah plastik. susah didaur ulang. Apalagi, dihilangkan dari pikiran.Deskripsi Mantan"Sampah." Jelas Diana enteng."Kedengarannya cocok, aku suka." Lia menulisnya di kertas tersebut, setelah itu, kembali menyimak cara selanjutnya."Kedua, hapus semua kontak sosmed atau apapun yang berhubungan dengan sampah(mantan), termasuk foto dan video saat kalian bersama dulu." Diana meraih ponsel Lia yang tergeletak di atas meja.Ia mulai mengotak Atik benda tersebut. Sementara Lia ia hanya bisa mendengus pasrah, seluruh hal tentang Arka, maksudnya 'sampah' akan dihapus dari ponselnya.Diana melirik ke arah Lia dengan tatapan tak percaya. Lia yang mendapat tatapan intimidasi dari Diana, hanya bisa meneguk salivanya berat."Lia, bagaimana kamu bisa melupakan Arka," Diana menghentikan ucapannya sesaat. "Maksudku 'si sampah', k
Pagi yang cerah tetapi, tidak secerah hatiku.Adelia ArabellaPaginya, Lia sudah siap dengan setelan kantornya, ia keluar apartemen sambil bersenandung kecil, matanya sibuk memperhatikan sekitar."Lia!" Panggil seseorang yang membuatnya menoleh."Rian," kata Lia, ia segera menghampiri pria tersebut.Rian tersenyum melihat ekspresi terkejut Lia, wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan."Kenapa kamu disini?" tanya Lia sambil tersenyum ramah."Aku tinggal di gedung apartemen ini sekarang," jelas Rian singkat sementara Lia, ia hanya manggut-manggut mengerti. "Tadinya aku ingin tinggal di lantai tiga tapi, mereka bilang sudah penuh, hanya ada di lantai satu, ya sudah aku terima saja.""Kenapa memang di lantai tiga?" tanya sedikit bingung, me
"Diana, sejak kapan kamu disini?" tanya Lia yang melihat Diana sudah berada di depan pintu apartemen miliknya.Diana berlari menghampiri Lia sambil tersenyum cengengesan. "Sekitar lima menit yang lalu."Lia hanya manggut-manggut mengerti."Dia siapa?" tanya Diana saat melihat pemuda tampan yang berdiri di samping Lia.Lia menepuk pelan dahinya, hampir saja ia lupa dengan keberadaan Rian."Kenalin, ini Rian. Dia adalah rekan di tempatku berkerja," Lia memberi jeda sesaat. "Rian, ini Diana sahabatku.""Hai Diana," sapa Rian begitupun sebaliknya. Ia mengulurkan tangannya yang langsung disambut riang oleh Diana.Mata Diana seperti tidak mau lepas dari Rian, pemuda tampan tersebut seolah menghipnotisnya dengan pesona yang tampak menyilaukan.Rian yang merasa sedikit risih dengan tatapan Diana memilih pamit pergi. "Aku balik dulu ya."Li
*Susah itu. Ketika kamu masih ingat mantan tetapi, mantan bodoh amat kamu hidup atau gak ~jlep*Setelah mencuci piring Lia berniat merebahkan tubuhnya di atas kasur namun, belum sempat bokongnya menyentuh permukaan kasur, ia sudah di tarik Diana untuk duduk."Duh, ngapain lagi sih, mau bobo cantik ini," protes Lia masam."Jangan tidur habis makan, gak baik untuk kesehatan," jelas Diana.Lia menatap Diana lama, kemudian ia memilih kembali merebahkan tubuhnya dan langsung saja di cegah Diana kembali."Iya deh, aku gak tidur dulu," ujar Lia pasrah, padahal sejak tadi ia merasa kasur tersebut telah memanggil dirinya, untuk merebahkan tubuh dengan nyaman."Oh, kasurku yang tercinta," teriak Lia dramatis. "Aku akan menunjukkan sesuatu yang membuat rasa kantukmu hilang," jelas Diana percaya diri.
Terhitung hampir satu minggu semenjak Lia melakukan semua yang tertera di SOP yang diberikan Diana, mulai dari olahraga teratur sampai menyibukkan diri dengan berkerja yang berujung masuk IGD beberapa waktu yang lalu, untunglah segala usaha yang ia lakukan kini membawakan hasil, ya meskipun tidak sepenuhnya move on namun, Lia sudah mulai bisa melupakan Arka untuk sesaat.Pagi ini setelah selesai kramas sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk, Lia meraih ponsel, menghubungi sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Diana, Lia tampak tidak sabaran untuk menceritakan hasil dari proses yang sudah ia lakukan.Sudah hampir tiga puluh menit berlalu tetapi, Lia masih begitu semangat melanjutkan obrolan, di tambah lagi hari ini adalah weekend yang artinya ia bisa menikmati jadwal libur tanpa takut dikejar waktu. Jadi, Lia bisa sepuasnya berbicara dengan Diana.Lia merasa sangat senang akhirnya ia mulai bisa berhenti mem
Cinta tidak hanya membutakan mata dan hati. Namun juga, kewarasanmu.* * *Lia kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal, sesekali ia merengek lalu, mengoceh tidak karuan."Kenapa lagi sih?" tanya Diana menatap aneh Lia. Padahal tadi pagi, ia dengan jelas mendengar pengakuan Lia yang sudah move on, apalagi nada bicaranya juga tampak riang. Namun, sekarang malah seperti orang yang kehilangan harapan hidup."Arka," ujar Lia tergagap."Ada apa lagi? Buang ke tong sampah sana, jangan di ingat! Kalau kata dilan tu berat, seberat status jomblo yang menahun," cerocos Diana yang sangat unfaedah dan tidak membantu sama sekali.Plak.Sebuah bantal mendarat mulus di kepala Diana, bah
Semenjak Lia resmi menjadi pembantu, ralat maksudnya sekertaris sekaligus pembantu lebih tepatnya. Kehidupan Lia berubah 360°, tidak di kantor ataupun di apartemen, Arka selalu saja memerintah dirinya. Lihatlah keadaannya sekarang, sangat berantakan, rambutnya bahkan tampak sedikit acak-acakan.Ia menghampiri meja kasir untuk membayar pesanan Arka. Dengan langkah tergesa Lia segera kembali ke kantor. Jika tidak, gajinya pasti akan terancam."Dasar manusia sadis, gak punya moral, gak pake perasaan, dedemit, alien, makhluk jadi-jadian." Ya meski ia terus berjalan menuju ruangan Arka, ia tetap tidak berhenti melantunkan sumpah serapah meskipun hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.Tanpa sengaja, Lia menabrak seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh, namun untunglah ia masih bisa menyelamatkan bungkus plastik di tangan, agar isinya tidak tumpah."Punya mata gak sih!" Teriaknya ke arah Lia. Padahal jelas-
Diana yang tak berhenti tersenyum sambil cengengesan tidak jelas membuat Lia merasa sedikit geli sekaligus aneh.Lia mengibaskan tangannya beberapa kali di depan wajah Diana. "Woi, kerasukan setan ya."Diana terkejut, ia menatap kesal ke arah Lia. "Enak aja, aku masih sadar tau."Sementara Lia hanya menaikan kedua bahunya acuh, tangannya mulai berselancar mengambil salah satu makanan yang telah di siapkan Diana."Aww, sakit. Kok tanganku dipukul sih." Lia sedikit meringis."Cuci tangan dulu sono!"Lia mendelik sebentar ke arah Diana, tiba-tiba muncullah ide lincik di otak cantiknya, Perut yang sudah keroncongan tidak bisa menunggu lagi, intinya Lia harus mendapat sepotong tempe goreng untuk mengganjal rasa lapar."Eh, Rian udah datang," Diana menolehkan wajahnya mengikuti arah yang di tunjuk Lia. Nihil, tidak ada siapapun di sana, hanya ada sebuah pintu yang masi