Share

Bab 3

"Arisha, hei! Bangun! Kita udah sampai." Hanna menepuk pelan pipi Arisha. Membangunkan gadis itu dari lelapnya selama menempuh perjalanan panjang, hampir delapan jam.

Arisha menggeliat, lalu mengerjap. Berusaha mengumpulkan kepingan jiwanya yang masih berserakan setelah lelah berkelana di alam mimpi.

"Kita di mana?"

"Ini Jakarta, Sayang. Ayo turun!"

"Aku masih ngantuk." Arisha mengucek mata, berusaha melawan kantuk yang masih tersisa.

"Kamu bisa melanjutkan tidur sepuasnya setelah tiba di kamar hotel."

Arisha terlonjak. "Apa? Hotel? Kita bukan ke kontrakanmu?"

"Biasa aja kali, nggak usah kaget begitu!" ledek Hanna. "Anggap aja ini sambutan selamat datang untukmu."

"Hotel kan mahal, Hanna." Arisha merasa tak enak hati membebani sang sahabat dengan menghabiskan banyak uang.

"Sudah, tidak apa-apa. Cuma sesekali kok. Ayo!" Hanna mendorong pintu mobil untuk Arisha.

Arisha dan Hanna melenggang, meninggalkan parkiran hotel, yang kian kelam.

"Um, kamu keberatan enggak menunggu di sini sebentar?" tanya Hanna. “Aku harus reservasi dulu.”

“Oke, tapi ... eh, enggak ... aku ikut kamu aja deh.”

"Tidak, tidak. Enggak usah!" tolak Hanna. "Aku bisa sendiri kok. Aku udah janji untuk membantumu. Um, kamu tunggu di lobi aja ya?”

Arisha ragu-ragu. Dia belum pernah menginap di hotel sebelumnya, jadi dia merasa agak risi. Diam-diam dia menyusul Hanna alih-alih menunggu di lobi.

Ketika dia semakin dekat dengan Hanna, samar-samar ia mendengar apa yang dikatakan Hanna melalui telepon.

Arisha ternganga, lalu cepat-cepat membekap mulutnya dengan tangan. Kakinya gemetar. Perlahan, Arisha melangkah mundur, lalu lari secepat yang dia bisa.

Dia tidak ingin tinggal di sana lebih lama lagi. Hanna telah menjebaknya. Sahabat masa kecilnya itu berencana akan menjualnya kepada seorang lelaki hidung belang.

Arisha terus berlari, bahkan tanpa melihat ke belakang. Dia terlalu takut untuk kehilangan kecepatannya.

Dia ingat bahwa rusa bisa berlari lebih cepat daripada singa. Seekor rusa bisa berlari sembilan puluh kilometer per jam, sedangkan seekor singa hanya bisa berlari lima puluh delapan kilometer per jam. Sayangnya, si rusa berakhir menjadi mangsa yang lezat bagi singa. Mengapa? Itu karena rusa selalu melihat ke belakang saat melarikan diri.

Arisha tidak ingin nasibnya berakhir seperti rusa yang tidak percaya diri dengan kemampuannya. Oleh karena itu, Arisha berlari semakin cepat dan lebih melesat lagi. Ketika merasa yakin bahwa dia sudah cukup jauh dari hotel, Arisha memperlambat kecepatannya. Sejenak ia mengambil napas dalam-dalam, lalu melanjutkan langkahnya.

Arisha baru saja hendak menyeberang jalan ketika tiba-tiba sebuah mobil menabraknya. Hampir saja ia tersungkur.

Mobil itu tak dapat lagi menghindari Arisha, meskipun sang pengemudi telah mencoba menghentikan laju mobilnya.

Seorang pemuda turun dari kuda besi tunggangannya dengan wajah marah.

"Kamu gila?" teriak Dareen. “Kamu ingin mati, hah?”

“K–kamu yang menabrakku. Kenapa kamu yang marah?” Arisha menjawab dengan suara gemetar karena cemas.

Lihat! Gadis aneh itu bahkan berani membentaknya. Dareen semakin marah. Tidak ada yang pernah membantah kata-katanya selama ini.

“Kamu yang berlari seperti dikejar monster!” balas Dareen.

Dia melirik Arisha dengan seringai sinis di wajahnya. "Katakan padaku yang sebenarnya!" Dareen mencondongkan tubuh pada Arisha. "Kamu melakukan ini dengan sengaja untuk menipuku, kan?"

Dareen menatap Arisha dengan pandangan jijik. "Berapa banyak uang yang kamu butuhkan, huh?"

Dareen telah membaca begitu banyak artikel tentang orang-orang yang menjadi korban penipuan oleh komplotan tunawisma untuk mendapatkan sejumlah uang.

Mendengar kata-katanya yang menghina, Arisha ingin menendang Dareen dengan kekuatan penuh. Akan tetapi, ketika teringat alasan dia lari seperti seorang sprinter, dia berusaha keras untuk mengendalikan dirinya.

"Tolong, selamatkan aku! Aku butuh bantuan," lirih Arisha, terdengar panik.

Segera setelah dia menyelesaikan kata-katanya, Arisha melompat ke dalam mobil Dareen tanpa memikirkan bagaimana lelaki itu akan bereaksi. Dia tidak dapat menunda lagi saat mendengar suara yang sangat familier mencarinya dengan teriakan geram.

"Apa yang dilakukan gadis aneh itu?" sungut Dareen.

Dareen berjalan cepat memburu Arisha, bermaksud hendak menarik gadis itu keluar dari mobilnya. Ketika dia hampir mencapai kenop pintu mobil, telinganya menangkap sumpah serapah dalam nada marah dari kejauhan.

Dareen menatap Arisha. Gadis aneh itu tengkurap, menghadap ke bawah kursi mobil untuk menyembunyikan wajahnya.

Dareen tidak punya pilihan selain masuk ke mobil dan duduk di belakang roda kemudi, lalu memacu kendaraannya dalam diam. Wajahnya mengeras. Dia benar-benar jengkel pada Arisha.

Dareen mengintip Arisha melalui kaca spion tengah. Namun, gadis itu tetap bersembunyi.

Ketika mobilnya sudah cukup jauh dari hotel, Dareen menginjak pedal rem. Dia menoleh ke belakang. Tampak Arisha masih berbaring di kursi penumpang.

"Apa kamu akan bersembunyi di sana sepanjang malam?" sarkas Dareen. “Ini bukan kamar hotel. Keluar!"

Arisha masih gemetar. Dia tidak punya pengalaman hidup sendiri di kota besar. Ini adalah pertama kalinya dia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau. Di sisi lain, tidak baik juga bagi dirinya untuk tinggal dengan pria asing. Bagaimana jika laki-laki itu penjahat? Tapi, dia tidak punya tempat lain untuk dituju.

Arisha bangkit, merapikan blusnya yang berantakan. "Tolong bantu aku menemukan tempat tinggal yang aman," rengeknya. "A-aku tidak mengenal seluk-beluk kota ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status