Share

Chapter 6

Hari ini adalah hari Minggu yang menyebalkan. Alexa datang menggedor-gedor kamarku dan memaksaku untuk segera bangkit dari kasur pukul sebelas siang. Biasanya aku selalu bangun pukul dua siang di hari Minggu.

Carie naik ke atas punggungku seperti kuda dan berteriak, “Paman Drew ayo bangun!”

Alexa dan anaknya adalah paket sempurna yang berhasil bikin aku tidak nyaman hidup di dunia.

“Ada apa sih?” Aku membentak Alexa, bukan Carie. Sambil menelungkupkan tubuh dan menenggelamkan wajahku di bantal.

Please temani aku dan Carie ke mall. Hari ini aku harus membelikan kado untuk Andreas. Postur tubuhmu dan suamiku sama persis.”  Alexa mengeluarkan suara memohon. Dan terdengar sangat menyebalkan.

“Ini hari Minggu, Lex. Aku benci diganggu di hari Minggu sebelum pukul dua siang.” Aku menggerutu.

“Kau bos yang pemalas, Drew.” Alexa mengajak anaknya untuk menggelitik telapak kakiku. “Ayolah Drew, sekali ini saja. Dua hari lagi suamiku ulang tahun. Besok kau pasti tidak bisa menemaniku karena sibuk kerja.”

“Iya Paman Drew, temani aku main Funzone!” Seru Carie.

Aku membalikkan badanku jadi terlentang. Aku menatap Ibu dan anak yang sedang menatapku balik dengan bola mata berbinar seolah sedang memohon.

“Janji cuma sebentar?”

Mereka mengangguk. “Janji!” Tentu saja menyunggingkan senyuman manis bak bidadari.

Butuh waktu tiga puluh menit untuk aku bersiap-siap. Dan Alexa sudah mengomeliku kembali karena katanya aku mandi begitu lama. Well, aku wajib menggunakan sabun sebanyak empat kali setiap mandi. Aku harus terlihat sempurna, meskipun hanya mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek berwarna khaki.

Selama di mall, aku dijadikan sebagai tempat penitipan barang belanjaan mereka. Alexa dan Carie mencari baju-baju untuk mereka dulu sebelum mencari kado suaminya.

“Kau bilang cuma sebentar,” aku mulai mengeluh kesal.

“Aku butuh berbelanja juga, Drew.” Alexa mengelak.

“Kau dan anakmu kan, sudah punya banyak pakaian.”

“Aku dan Carie nggak mungkin pakai baju itu-itu saja.”

“Memangnya kau pakai baju berapa kali sih?”

“Sekali pakai.” Alexa memutar bola mata. “Dua kali pakai, heheh.”

Aku geleng-geleng kepala. Lantas kami pergi lagi ke toko pakaian khusus anak-anak. Aku tidak sengaja bertemu dengan Daisy dan kakanya yang sedang hamil.

“Pak Drew?” Dia membelalakkan mata.

“Hai ….”

Mata Daisy tertuju pada Carie yang berada tepat di sebelahku.

“Anakmu yah?” Tanya Daisy polos. Padahal jelas-jelas dia tahu kalau aku belum menikah.

“Bukan, ini keponakanku,” jawabku.

“Hai Aunty!” Carie menyapa Daisy dengan senyuman lebar. Carie memang anak yang ramah.

Tak lama kemudian Alexa datang bersama tumpukan pakaian yang akan dia bayar ke kasir.

“Hai!” Alexa menatap Daisy. “Kamu bukannya adik Clara?” Tebak Alexa.

Daisy mengangguk.

“Drew ….” Alexa menatapku. “Ini adiknya Clara yang ingin aku kenalkan padamu.”

“Aku sudah kenal,” kataku singkat.

Alexa tampak terkejut. “Wah, bagus! Kalau begitu perjodohan ini akan lebih mudah.”

“Apa?” Aku terbelalak menatap si cerewet. “Perjodohan? Dengan wanita ini?” Lalu menunjuk Daisy. “Kau gila.”

“Kenapa aku gila? Daisy ini wanita yang cantik, baik, dan … oh ya! Dia juga bekerja di perusahaan kita.”

“Well, dia sekretarisku.”

Oh my god!” Alexa menutup mulutnya tak percaya. “Dunia memang hanya selebar daun kelor.”

Aku memutar bola mata jengah. Sesungguhnya sudah malu melihat tingkah Alexa di depan Daisy dan kakaknya.

“Oke baiklah, Lex. Aku tidak punya waktu berlama-lama di sini. Ayo kita pergi!” Aku menarik Alexa secara paksa. Si cerewet dan Carie melambaikan tangan pada Daisy.

“Sampai ketemu lagi, Daisy.” Setelah berhasil menjauh dari Daisy dan kakaknya, Alexa melepaskan sentuhanku dan mencubit pinggulku. “Kau ini!”

“Aw!” Aku meringis kesakitan. Dan Carie tertawa.

“Daisy itu wanita yang baik,” lanjut Alexa lagi.

“Darimana kau tahu dia baik kalau kau saja baru pertama kali bertemu dengannya?”

“Aku punya insting.”

“Insting kepalamu.” Aku mencibir. “Daisy dan kakaknya, Clara pernah menamparku. Ng … kakaknya hampir pernah menamparku.” Aku meralat kalimat terakhir. “Mereka menuduhku menghamili saudara perempuan mereka.”

“Apa?” Alexa berteriak kencang setelah kami sampai di depan kasir. Alexa menaruh baju-bajunya di meja kasir dan menatapku sambil berkacak pinggang. “Jadi perempuan yang berdiri di samping Daisy tadi adalah perempuan yang kau hamili?”

Orang-orang di sekitar kami jadi memandangku.

“Bukan!” Aku ingin sekali menyumpel mulut Alexa. “Evans yang menghamili kakaknya. Selama ini Evans menggunakan identitasku untuk membuat dia terlihat kaya.”

“Evans?” Alis Alexa berkerut. “Sepupu kita?”

“Yup.”

Alexa menghela napas panjang. “Dia tidak pernah berubah. Dasar buronan gila!”

“Ya, bagus. Evans memang buronan gila, bukan adikmu yang gila.”

****

Hari Senin. Hari menyebalkan bagi mereka yang sudah malas-malasan di hari Minggu.

Kemarin, selain membelikan kado untuk suaminya. Alexa juga membelikanku stelan jas berwarna abu-abu yang sudah aku pakai hari ini.

Haru Seninku di awali dengan rapat bersama Daisy dan para Tim di perusahaanku untuk membahas tentang produk baru yang sebentar lagi akan launching di pasaran.

Daisy membantuku menjelaskan materi. Dia terlihat sangat cerdas, gesit, dan … mengapa tiba-tiba dia terlihat sangat cantik berdiri di depan seperti ini.

“Bagaimana Pak?” Daisy menatapku, tapi aku tidak sadar sampai dia memanggilku sekali lagi. “Pak Drew ….”

“Ya?” Refleks aku kaget. Aku langsung merubah posisi duduk dan juga memperbaiki jasku.

“Apa ada tambahan yang ingin Bapak sampaikan?” Tanya Daisy.

“Saya rasa penjelasan Daisy sudah lebih dari cukup untuk kalian pahami,” kataku pada rekan-rekan di hadapanku.

Tak lama kemudian pintu di ruangan rapat terbuka lebar hingga terpantul ke dinding sampai menimbulkan suara dobrakan yang cukup keras.

Nela muncul di depan pintu dengan gurat wajah marah. Ia melotot saat menatapku.

“Drew, aku ingin bicara padamu!”

Semua orang yang ada di ruangan rapat langsung menatapku. Benar-benar membuatku malu.

“Daisy, tolong usir dia!” Aku memberi perintah pada Daisy.

“Baik Pak.” Daisy menurut. Dan langsung menarik Nela pergi.

“Sebentar ….” Nela menepis sentuhan Daisy. “Kau perempuan yang ada di restaurant waktu itu kan? Drew yang membayar makananmu.” Nela berkacak pinggang. “Ada hubungan apa kau dengan Drew?” Nela menoleh ke arahku. “Jadi dia pacar barumu? Dia yang membuatmu sampai membuangku begitu saja?”

Aku memijit pelipis yang mulai terasa pusing.  Kalau aku tahu si montok Nela ini suka bikin ulah, dari awal aku tidak akan mau berkencan dengannya.

Nela kembali menatap Daisy. “Ternyata kau perempuan yang tidak tahu diri ya ….” Nela langsung menarik rambut Daisy.

Lalu terjadilah keributan di ruang rapat ini. Timku yang lain berusaha untuk menghentikan perkelahian mereka. Tapi Nela terlalu ganas dan tidak bisa dihentikan.

Aku menghubungi satpam.

“Dasar wanita jalang!” Nela mendorong Daisy kuat sampai kepalanya terbentur ke meja.

“Nela!” Aku berseru kencang. Menarik tangan Nela kuat-kuat dan mendorongnya sampai menabrak pintu. Lalu satpam datang dan membawa Nela pergi.

“Awas kau wanita jalang!” Nela terus meracau sampai tubuhnya menghilang dari pandangan kami.

Aku menghampiri Daisy. “Kau tidak apa-apa?”

Daisy mengangguk, dari wajahnya sudah terlihat lemah. “Sakit.” Dia menyentuh keningnya.

Aku lihat ada darah di keningnya. Pasti dorongan Nela begitu kuat.

“Kau bisa bangkit?”

Daisy mengangguk lemah. Aku berusaha menuntun Daisy untuk bangkit. Tapi itu tak lama. Karena setelah itu, Daisy tiba-tiba jatuh pingsan ke dalam pelukanku.

“Daisy …” aku memukul kecil kedua pipinya. Dia tidak beraksi apa-apa.

Akhirnya aku menggendong Daisy dan membawanya menuju ruanganku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status