Share

Chapter 5

“Drew, kau kenal dengan mereka?”

“Kenapa kau bayar makan mereka?

“Drew, kenapa kau diam saja?”

Nela tidak berhenti mengoceh di sepanjang perjalanan ketika kami pulang. Telingaku dibuatnya panas.

Aku menghentikan mobilku di sisi kiri jalan sampai Nela nyaris terpental ke dasbor mobil.

“Drew!” Nela menatapku. Dari ekspresinya, sepertinya dia marah. “Ada apa denganmu.”

“Turun dari mobilku,” perintahku.

“Apa?”

“Turun dari mobilku sekarang. Kau cerewet.”

“Kau ….” Dia terlihat kesal dan ingin mengumpatku dengan segala caci makinya.

“Turun, atau aku akan menyeretmu keluar secara paksa.”

Mungkin kalimatku menohok dadanya sampai aku dengar dia mengerang kesal. Lalu pintu mobil dibuka, Nela turun.

“Aku bersumpah, kau juga akan dicampakkan oleh wanita. Seperti kau mencampakkanku!” Itu kalimat terakhirnya sebelum Nela membanting pintu mobil mahalku. Sialan! Lalu mobilku melesat kencang menembus jalan raya.

Persetan dengan sumpah serapahnya. Karena jauh sebelum aku bertemu Nela. Aku sudah banyak mendapatkan sumpah serapah. Nyatanya, aku masih bisa bernapas untuk mendapatkan wanita yang aku inginkan. Bahkan, sampai sekarang.

****

Daisy meletakkan sebuah amplop putih di atas mejaku. Aku mendongak dan mengerutkan dahi menatapnya.

“Apa ini?”

“Uang ganti rugi,” katanya.

Aku memeriksa amplop tersebut, dan ternyata berisi uang.

“Untuk apa?” Tanyaku.

“Kau sudah membayar makanku dan pacarku kemarin. Jadi aku harus ganti rugi.”

Aku mengangkat sebelah alis. “Dari hasil tabunganmu?”

“Bukan. Ini uang pacarku.”

Aku menyunggingkan senyuman tipis sambil bersandar di kursi. “Dia punya uang juga?”

"Tentu saja, dia kan juga bekerja. Dompet pacarku kemarin memang ketinggalan, dan aku juga tidak punya uang sebanyak itu untuk bayar makan.”

“Kalau begitu, kenapa harus makan di restaurant mahal? Kau dan pacarmu lebih cocok makan di pinggir jalan.”

“Itu untuk merayakan hari annivesary kami.”

Aku cukup tercengang. “Oh ya? Yang keberapa?”

“Lima tahun.”

Aku tertawa kencang. “Kenapa kau betah sih, pacaran dengan vespa butut seperti itu.”

“Aku bahagia," Daisy menjawab penuh percaya diriku. "Pacarku adalah laki-laki yang baik. Yang jelas, dia tidak buaya darat seperti bosku." Daisy menyindirku. Tapi aku tidak peduli.

“Kita lihat, sampai mana bahagiamu berlaku."

Aku menatap Daisy dengan wajah menyebalkan. Lalu melempar uangnya ke lantai. “Ambil lah, aku tidak butuh.”

Daisy menatapku, dan terlihat sebal. “Kau tidak boleh membuang uang begitu saja!”

“Itu tidak seberapa. Ambil saja untuk pacarmu yang menyedihkan itu.”

“Kau ….” aku melihat Daisy sudah mengepalkan kedua tangannya. Tapi dia berusa menahan emosinya untuk tidak memakiku.

Kemudian Daisy mengambil uangnya di lantai dan keluar dari ruanganku.

Tak lama kemudian ponselku berdering nyaring. Nama Alexa berkekap-kelip di layar ponselku. Aku langsung memutuskan sambungan. Dan Alexa kembali menghubungiku, berulang-kali.

Aku mendesah kesal dan akhirnya menerima panggilan Alexa. “Apa?”

“Kauuuu!” Dia berseru kencang. “Adik kurang ajar yang tidak tahu sopan santun!”

Aku mendengus sebal. “Apalagi sih, Alexa?”

“Kenapa kau matikan teleponku? Kenapa kau tidak angkat teleponku? Kenapa?!” Aku menjauhkan ponselku dari telinga, karena suara Alexa melengking.

Membuat telingaku sakit.

“Kepencet,” jawabku ala kadarnya.

“Kepencet kau bilang, bodoh?” Dia masih memakiku. “Kau tidak sopan pada kakakmu.”

“Alexa …. Cepat saja katakan apa maumu? Telingaku sakit mendengar suara cemprengmu.”

“Okey!” Alexa menarik napas dalam-dalam, dan membuang napas dengan pelan. “Begini, Drew, kau harus datang ke acara ulangtahun anakku nanti sore.”

Aku memutar bola mata jenah. “Jadi itu yang ingin kau sampaikan?”

“Yup! Karena kau paman favoritnya Carie. Kau harus datang ya ….”

“Lihat nanti, sepertinya aku lembur.” Aku sengaja mengatakan hal itu karena aku tidak suka berkumpul di dekat anak kecil. Anak kecil itu sama seperti Alexa. Cerewet dan menyebalkan.

“Jangan banyak alasan, Drew. Kalau kau tidak datang, siap-siap saja aku akan menghancurkan perusahaanmu.”

“Iya-iya!” Aku kesal. Karena Alexa selalu bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Jika Alexa bilang akan menghancurkan perusahaanku, maka dia benar-benar akan merusak meja kerjaku, komputerku, dan lainnya. Alexa akan bikin keributan di tempat ini. Sudah aku bilang kan, dia itu seperti singa!

“Baiklah. Sampai ketemu nanti Drew sayang.” Alexa meninggalkan suara kecupan sebelum sambungan terputus.

Ewh! Menjijikkan.

***

Aku membelikan Carie hadiah boneka barbie. Kata penjaga toko, barbie ini edisi terbaru dan rambutnya bisa berubah warna saat dicelupkan ke dalam air dingin. Positif thinking saja, mungkin Barbienya alergi air hangat.

“Paman Drewwww!!!” Carie berlari kencang saat melihat kehadiranku di halaman rumahnya yang sudah dihiasi balon warna-warni.

“Hai sayang.” Aku membawa Carie ke dalam gendongan.

"Selamat ulang tahun, gadis kecilku yang cantik. Semoga ketika sudah besar nanti, kau tidak cerewet seperti mamamu," ucapkua sambil mencium kening Carie.

Carie tertawa. "Kenapa sih, Paman Drew selalu bilang Mama cerewet."

Aku berbisik di telinga Carie. "Karena mamamu memang cerewet, kan?"

Carie mengangguk. "Iyaaa! Oh iya, Paman ... teman-temanku ingin melihatmu." 

"Kenapa mereka ingin melihatku?"

"Karena aku bilang dengan mereka, kalau Paman itu tampan." Lalu Carie berteriak. “Teman-teman, ini  dia pamanku yang paling tampan. Ayo ke sini!”

Dan teman-temannya langsung berlari ke arahku, mengelilingiku seolah aku ini artis top hollywood.

"Paman ... Paman ..." Teman-Teman Carie menarik ujung bajuku. Aku berusaha menyingkir dari mereka.

“Jangan ada yang minta gendong padaku, minta gendong dengan orangtua kalian sendiri.” Perintahku pada mereka. Anak-anak tersebut hanya terkekeh menyebalkan.

“Paman Drew bawa hadiah?” Tanya Carie.

“Tentu saja.” Aku membawa Carie turun. Lalu memberikan paper bag berisi boneka Barbie pada Carie. “Ini Barbie edisi terbaru.”

“Yippi!!!” Carie terlihat bahagia, lalu berlari ke arah Andreas dan memerkan hadiah dariku.

Aku tekekeh geli dan ikut berkumpul bersama keluargaku.

“Hai Drew,” sapa Ayah.

“Halo Ayah.” Aku bersalaman dengan Ayah dan mencium pipi Ibu.

“Kau tidak memelukku?” Alexa sudah merentangkan tangannya.

“Tidak akan.” Aku menolak dan duduk di sebelah Ibu.

“Dasar sombong!” Alexa mencibir. “Kau belum makan, kan? Silakan coba lasagna terenak di dunia.”  Alexa memberiku satu piring lasagna.

Aku mulai mencicipi. “Hmmm …. Enak. Kau bawa chef Italia ke rumah ini?”

Alexa menggeleng. “Bukan. Chefnya asli dari tempat kita.” Alexa menoleh ke kanan. “Carla ….” 

Yang dipanggil oleh Alexa langsung menghampiri kami.

Betapa terkejutnya aku saat melihat perempuan bernama Carla itu adalah perempuan empat puluh tahun yang marah-marah di kantorku. Yup, dia kakaknya Daisy.

Carla pun sama kagetnya saat menatapku. Namun dia tidak berkomentar, melainkan menundukkan kepala. Mungkin malu, atau takut melihatku.

“Carla ini sangat jago masak. Dia juga buka chatering di dekat rumahnya, Drew,” jelas Alexa membanggakan Carla.

“Dan Carla punya adik yang cantik. Siapa nama adik yang mengantarmu ke sini tadi?” Tanya Alexa.

“Daisy,” jawab Carla.

Aku sudah tebak.

“Ah ya!” Alexa menjentikkan jari. “Kapan-kapan akan aku kenalkan deganmu ya, Drew.”

“Oh tidak, terima kasih,” kataku.

"Kenapa tidak mau?"

"Dia sudah pasti bukan kriteriaku." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status