Share

Malam Pertama

Akhirnya, acara resepsi pernikahan Bima dan Tiara selesai digelar ketika matahari sudah meredup. Wajah-wajah lelah terbingkai nyata dari paras kedua keluarga.

“Pak, saya berencana langsung memboyong Tiara, untuk tinggal di rumah saya malam ini juga.”

Bima memulai percakapan saat mereka tengah berkumpul di ruang keluarga melepas lelah setelah acara resepsi dengan berbagai insiden yang sengaja diciptakan Tiara.

“Eh, enggak bisa begitu dong. Aku kan belum kemas-kemas.” Tiara protes sambil memonyong-monyongkan mulutnya yang justru membuat Bima semakin gemas dengan istrinya yang kecil mungil itu.

“Semua pakaianmu sudah ibu bereskan, juga boneka beruang kesayanganmu,” ucap Bu Tardi yang tiba-tiba muncul sambil menyeret koper berisi pakaian Tiara.

Tiara menatap sedih ibunya. Mengapa dia merasa seolah-olah ibunya ingin dia cepat-cepat pergi dari rumah, terasa sekali bahwa kehadirannya benar-benar tak diharapkan.

Tanpa sadar, setetes bening berhasil keluar dari sudut matanya yang segera dihapus karena tak ingin terlihat cengeng.

Tiara menerima boneka beruang yang disodorkan ibunya. Dia teringat kenangan saat memperoleh boneka itu dulu.

Boneka hadiah ulang tahunnya yang ke empat, saat semua kasih sayang ayah dan ibunya masih menjadi miliknya seorang, karena setelah itu, dia bahkan lupa kapan terakhir kali ibunya mengecup kening dan mendongeng untuknya sebelum tidur.

Suara kentut disertai bau yang benar-benar mengotori udara membuat semua mata tertuju pada satu fokus, Tiara!

Suara tawa membahana memenuhi ruangan. Papa Bima terbahak-bahak melihat kelakuan menantunya.

Di sudut lain,  orang tua Tiara menggeram marah menahan malu di hadapan besannya.

Mamanya Bima mendekati Tiara, merangkul pundak gadis itu.

“Enggak apa-apa, Sayang. Mama dulu juga waktu nervous tak sengaja kentut terus-menerus.” Tawa papa Bima semakin menggelegar mendengar kata-kata istrinya.

Lalu,  mengalirlah cerita bagaimana dulu mama Bima tak sengaja mengeluarkan gas beracun saat duduk di pelaminan dan banyak tamu yang ingin menyalami mereka. “Sama seperti tadi saat Tiara juga mengeluarkan gas beracun saat banyak orang ingin berfoto,” ucap papa Bima,  masih dengan tawanya yang membuat bahunya berguncang.

Keluarga Tiara yang sebelumnya khawatir besannya akan tersinggung akhirnya ikut tertawa, membuat Tiara justru salah tingkah. Ternyata usahanya untuk membuat keluarga Bima illfeel ditanggapi santai oleh orang tua Bima.

Benar-benar keluarga yang unik.

Bima menatap istrinya dengan perasaan ... entah.

Dia berharap, tak akan butuh waktu lama untuk menaklukkan gadis keras kepala itu.

Tiara memang gadis yang unik dan langka.

Di saat gadis-gadis yang dikenalnya berusaha menarik perhatian Bima, Tiara justru melakukan hal sebaliknya. Dia berusaha membuat Bima illfeel, tetapi bukan Bima namanya jika ia terpengaruh gaya pecicilan gadis yang usianya delapan tahun lebih muda darinya itu.

Tak ingin kemalaman sampai rumah, Bima akhirnya berpamitan setelah acara cipika cipiki dan pelukan yang membuat air mata Tiara semakin menganak sungai di pipi mulusnya.

Dengan berat hati,  Tiara masuk ke dalam mobil sport yang dikendarai Bima, sedang kedua mertuanya menaiki mobil yang lain bersama seorang sopir.

Mobil melaju perlahan meninggalkan halaman rumah Pak Tardi diiringi lambaian tangan kedua orang tua Tiara dan senyum Dara.

Tiara menggigit bibir bawahnya, menyembunyikan isak yang sedari tadi ingin meledak keluar. Terbiasa tersisihkan dan diabaikan, membuatnya pantang membuang-buang air mata dan memilih tegar.

“Kalau mau nangis, boleh kok, enggak usah malu.” Suara bariton Bima membuat Tiara tersadar dari lamunan yang menyeretnya dalam kenangan menyesakkan.

Tiara sedang malas berdebat. Dia memilih membuang pandangan dan menatap bintang-bintang dari kaca mobil yang sengaja dibiarkan terbuka.

“Halo, hai … kembali bersama saya, Magdalena di radio kesayangan Anda, 102,5 FM. The credible station in town.”

Suara penyiar radio memecah hening di antara mereka.

“Yang mau cerita-cerita atau sekadar berkirim lagu buat seseorang yang disayang, bisa menghubungi  line telepon 08123456789 ini, ya.”

Kemudian terdengar suara telepon tersambung yang segera diangkat.

“Halo,  siapa, di mana?” Suara Magdalena menyapa si penelepon.

“Halo,  saya Bima, lagi ondewey,” jawab Bima.

Tiara spontan menoleh saat menyadari penelepon ke saluran radio lokal itu adalah Bima yang sedang memegang kemudi di sebelahnya.

“Oh, ondewey ke mana nih Mas Bima, mau cerita-cerita atau kirim lagu nih?” tanya Magdalena lagi.

“Mau kirim lagu buat seseorang yang baru beberapa jam jadi istri saya,” jawab Bima mantap.

“Hei, god bless you both. Pengantin baru nih. Semoga langgeng dan segera dapat momongan ya, Mas Bima,” ucap Magdalena terdengar tulus.

Tiara mendelik tak percaya. Tak menyangka seorang Bima mampu melakukan hal konyol dan memalukan itu.

Puluhan telepon kemudian berebutan masuk ke line telepon itu untuk mengucapkan selamat diiringi berbagai macam doa tulus untuk kebahagiaan mereka berdua.

“Oke, Guys. Sekarang kita dengerin bareng-bareng dulu lagu pilihan Mas Bima untuk istrinya, Tiara. Sebuah lagu dari miliknya Virzha dengan judul Aku Lelakimu, akan menemani kalian semua.”

Tanpa sadar, perasaan Tiara menghangat. Apalagi sejak lagu yang di-request Bima mulai mengalun. Dia terharu dan kesal di waktu bersamaan.

Tiara menahan napas, menyimak lagu yang sedang mengalun pelan. Volume yang cukup keras tak mampu menyamarkan gemuruh yang mulai bertalu di relung hati terdalam, membuatnya merasa tak nyaman.

Mungkin pelukku tak sehangat senja

Ucapku tak menghapus air mata

Tetapi ‘ku di sini,  sebagai lelakimu.

Akulah yang tetap memelukmu erat

Saat kau berpikir, mungkinkah berpaling

Akulah yang nanti menenangkan badai

Agar tetap tegar, kau berjalan nanti.

Mobil memasuki pekarangan yang sangat luas dengan rumah mewah berdiri kokoh. Terlihat sekali kalau rumah itu dibangun dengan desain khusus yang konsepnya pun sudah dipikirkan oleh empunya rumah.

Mobil berhenti.

“Kita sudah sampai, turun yuk,” ucap Bima sambil mengusap lembut pipi Tiara.

Tiara yang tak sadar memejamkan mata sepanjang jalan tadi, mulai mengumpulkan kesadaran. Mencoba memindai setiap sudut yang akan menjadi rumahnya mulai malam ini.

Bima segera turun dari mobil, membukakan pintu untuk Tiara lalu membuka kap belakang,  mengeluarkan koper kecil milik Tiara dan menentengnya masuk.

“Ayo,  masuk! Atau kamu mau diam di sana saja semalaman,” ucap Bima saat melihat Tiara mematung.

Tiara segera berlari-lari kecil demi menyejajarkan langkah Bima.

Bima membuka sebuah kamar yang langsung membuat Tiara terpesona.

Untuk ukuran laki-laki, kamar Bima termasuk sangat apik. Nuansa hitam putih lebih mendominasi. Warna favorit Tiara.

Hanya ada sedikit sentuhan oranye di salah satu sudut yang menimbulkan kesan hidup.

Selebihnya,  warna-warna alam mendominasi.

Kamar ini menghadap ke halaman belakang, tepat ke taman dan kolam ikan koi dengan air mancur buatan yang menimbulkan gemercik menghadirkan rasa tenang.

Tak terasa, sudah sekitar tiga puluhan menit Tiara berdiri di teras kamar menikmati damai yang disodorkan gemercik air dan bintang-bintang dari kursi malas yang terdapat di situ.

Hawa dingin yang mulai menggelitik tulang, membuatnya beranjak masuk ke kamar.

Matanya berserobok dengan mata elang milik Bima, yang sedang sibuk mengatur bantal untuk mereka berdua.

“Eh, mau ngapain?” Cicitan melengking khas suara Tiara membuat aktivitas Bima yang akan merebahkan diri di kasur urung dilakukan.

“Mau tidurlah.” Bima menjawab dengan polosnya.

“Enggak! Kamu tidur di luar!”

Bima mendelik tak percaya. Astaga, Tiara! Ternyata gadis ini masih saja ingin menguji kesabarannya di tengah malam begini.

“Kita kan sudah menikah,  kenapa aku enggak boleh tidur sekamar denganmu?”

“Aku memang enggak bisa tidur dengan orang asing!” jawab Tiara cuek. “Atau kalau kamu mau tetap tidur di kamar ini, biar aku yang pindah kamar!” Tiara mengancam.

Lelah di sekujur tubuh membuat Bima memilih mengalah.

Dibawanya bantal dan selimut keluar kamar dan tidur di kamar sebelah.

“Yaaay …” Tiara berjingkrak senang, merasa menang.

“Aku akan membuatmu menyesal sudah menikahiku, Bima!” ucap Tiara sambil tertawa jahat, merasa puas berhasil mengerjai Bima.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status