Hawa dingin masih berlanjut. Kini Zara telah kembali ke hadapan Reon. Dia ingin mendekati Reon demi memudahkan tujuannya.
"Hei, Tuan! Karena aku sudah menjadi pelayanmu yang cantik, apa kau mau membantu masalahku?" tanya Zara penuh harap dengan senyum ceria.
Senyuman itu melupakan perihal daging manusia. Namun, tidak ada mimik humor di wajah Reon.
"Siapa juga yang mau membantumu?!" tegas Reon keras.
"Eh?" senyum Zara kaku.
Matanya menajam dan berhenti menyangga kepala. Aura hitam semakin bertambah di sekujur tubuh Reon. Zara syok, tanpa sadar kakinya gemetar mundur.
"Baru kuangkat sebagai pelayan sudah berani meminta bantuanku?!" Reon berdiri murka.
Tak sengaja Zara mengeluarkan pekikan kecil. Dia meringis takut.
"Sangat tidak sopan!" Reon menekan kata-katanya.
Bentakan itu membuat Zara tersentak hebat. Dia kesulitan berkata-kata, hanya sudut bibirnya yang terus berkedut.
'Aaa! Da-dari mana datangnya badai kegelapan di padang pasir begini? Aku terintimidasi!' pekik Zara dalam hati.
Reon menunduk menatapnya sangat berkuasa membuat Zara yang sudah berkeringat dingin menjadi kecil.
"Eee, haha. Aku tidak bermaksud begitu." ringis Zara was-was.
"Alasan yang tidak bisa diterima," mendadak nada bicara Reon berubah tenang.
Badai itu hilang dalam diri Zara.
"Apa?" Zara mengerjap bingung.
Kedua alisnya terangkat masih memandang Reon waspada.
'Orang ini ... ada apa dengannya? Aku tidak mengerti dengan sikapnya,' batin Zara.
Mata tajam itu menunjukkan sisi redup kala berkedip dan Zara terkesiap lagi.
"Masih terlalu dini untuk mengabulkan permintaanmu. Kau harus bekerja menjadi Pelayan Khusus untukku terlebih dahulu," terang Reon setenang air.
Seketika Zara terhanyut dalam buaian kata-kata itu, padahal terdengar seperti kerja paksa dengan imbalan permintaan.
Sayangnya Zara tak bisa menolak Reon yang begitu menawan sekarang. Dia jadi sulit mengendalikan diri.
"Pelayan Khusus? Jika aku akan kabur meskipun sulit lari darimu bagaimana?" tanya Zara dengan kerlingan serius.
'Aku tidak akan kalah lagi. Pesonanya memang sangat sulit ditolak, tapi ingat harga diri, Zara! Kau mau jadi pelayan dadakan? Pelayan sekalipun juga punya rasa hormat tau,' batinnya berbicara.
"Sepuluh juta untuk gaji pokok setiap bulannya," ujar Reon mudah.
Zara terperanjat. Kemudian, berdecak. "Aku akan tetap mencoba melarikan diri. Uang tidak bisa menghentikanku," tukasnya tegas.
"Identitas yang lebih terpandang dari kehidupanmu sebelumnya karena kau menyandang namaku sebagai atasanmu," Reon masih datar.
"Maaf, aku tidak gila kehormatan. Harga diriku masih kokoh di atas kebanggaanku saja aku sudah puas," balas Zara cepat.
'Ck! Setinggi itukah derajatnya?! Sial!' kesal Zara dalam hati.
Mata Zara ikut bicara. Pikirnya Reon harus ditanggapi secara serius, jika tidak dia benar-benar akan dijatuhkan.
"Kau tidak diperkenankan memasak," kata Reon mencoba merayu.
"Karena sudah ada koki di rumahmu," balas Zara tak terpengaruh.
'Rayuan macam apa itu? Kata-katanya seperti perintah,' sambungnya dalam hati.
"Tidak boleh membersihkan rumah," lanjut Reon.
"Tidak mungkin hanya aku seorang yang bersih-bersih dari lantai atas hingga bawah untuk rumah sebesar ini," Zara kembali membantah.
"Dilarang mencampuri urusan orang lain," datarnya Reon tak berubah.
"Aku juga tidak berniat untuk itu," Zara semakin kesal.
"Tugasmu adalah membuang sampah," ujar Reon untuk yang terakhir.
"Apa?!" Zara ternganga, melotot tak berkesudahan.
'Orang gila! Dari semua pekerjaan umum pelayan yang tidak boleh kulakukan justru aku harus membuang sampah? Kenapa tidak kau saja yang minta dibuang sekalian?!' maki Zara dalam hati.
Laki-laki itu mengangguk tanpa beban, "Sampah yang hanya dihasilkan olehku."
Kekesalan Zara menghilang sedikit. Menepuk kerutan di dahinya yang bertambah buruk.
"Apa lagi maksudnya? Lagipula apa itu Pelayan Khusus? Julukan yang kau buat untukku?" tanya Zara bingung.
"Benar, jadi bersemangatlah!"
"Bersemangat kepalamu?! Tuan Reon, aku tidak peduli seberapa hebatnya kau, tapi kau tetap tidak bisa merayuku untuk bekerja!"
Ingin sekali Zara menunjuk Reon, tapi tangan itu hanya ditahan memegang celemek putih.
"Hmm? Kau memang aneh," Reon meneleng.
Zara makin geram. Otot pelipisnya sampai mengetat.
'Dasar tidak bisa diajak bicara!' makinya dalam hati.
"Dari semua kemewahan yang kumiliki kenapa kau tidak tertarik? Meskipun kau menolak bekerja, tapi kau akan tetap bekerja. Perdebatan ini hanya sia-sia. Tidak ada satu orang pun yang bisa luput dari pandanganku yang jenius! Sekali aku memilihmu menjadi pelayan khususku maka kau akan melakukannya! Kekayaan finansialku tanpa batas. Semua orang berlomba-lomba ingin bekerja denganku, tetapi mereka tidak layak bagiku. Yah, meskipun begitu aku juga tidak tertarik pada siapapun. Bahkan untuk wanita cantik sepertimu dan harta duniawi lainnya, karena aku ini Raja Iblis, 'kan?" Reon menyeringai.
Zara tersentak dalam hati. Tidak disangka, Reon bicara sangat panjang untuk pertama kalinya setelah menghabiskan bermenit-menit dengannya.
"Aku sangat kaya, asal kau tau itu." Reon agak menunduk menekan pandangan Zara.
Sontak Zara memekik memundurkan kepalanya. Wajahnya memanas sangat merah.
'Eeerrr! Aku ingin sekali menaklukkannya! Mataku sakit gara-gara terus melihat wajahnya yang terlalu tampan! Sudah begitu sombong pula! Boleh tidak aku colok matanya yang tajam itu?!' batin Zara.
Berdeham meredakan kegugupannya. Memalingkan pandangan sebentar demi menghindari kontak mata dengan Reon yang tak bisa beralih fokus.
"Ehm! Terima kasih banyak atas kerja kerasnya selama ini. Selamat, namamu telah harum mendunia. Maaf, tapi aku tidak butuh informasimu." meringis kaku sembari mengibaskan tangan.
Reon tercengang menatap tangan Zara, "Kau ... membuangku?"
Nadanya sedih. Semua hasil jerih payahnya seakan tidak bermakna di depan Zara.
Mau tidak mau Zara panik membalikkan suasana hati Reon. Tangannya menyilang dan menggeleng kuat.
"Tidak, bukan begitu! Maksudku ... aku hanya tidak tertarik dengan kekayaan duniawi karena aku punya tujuan sendiri. Tujuan yang lebih penting dari itu semua, meskipun memang membutuhkan nama dan kekayaan," ujar Zara cepat.
Ekspresi Reon pun kembali datar dan dingin.
Zara langsung membeku.
"Oh? Jadi begitu?"
'Secepat itu dia berubah?!' teriak Zara dalam hati.
"Baiklah, apapun itu intinya kau telah menjadi pelayanku." Reon menyobek secarik kertas dari sebuah buku di atas meja. Dia menyerahkannya pada Zara.
"Hmm? Apa ini?" Zara kebingungan menerimanya.
"Bacalah!" tunjuk Reon dengan tatapannya.
Zara memiringkan kepala. "Tugas-tugas menjadi Pelayan Khusus diantaranya menuruti semua perintah Tuan Reon, melakukan apapun kemauan Tuan Reon, selalu ada dua puluh empat jam ketika Tuan Reon membutuhkan, tidak diperkenankan melakukan pekerjaan lain sebagai pelayan, hanya diperbolehkan melayani Tuan Reon dan tugas terakhir adalah membuang sampah yang dihasilkan dari Tuan Reon sendiri. Selebihnya Pelayan Khusus bebas mendapat hak kehidupan pribadi yang bebas," Zara membacanya cukup jelas.
"HAH?!" pekiknya syok.
"Pekerjaan yang luar biasa!" Reon menjentikkan jarinya.
Kertas itu hampir saja diremas Zara, tetapi dia urungkan niatnya.
'Tunggu, ini sangat ringan! Walaupun aku kesal karena dia hanya mendominasi diriku untuknya, tapi aku tidak perlu repot-repot bekerja layaknya pelayan lainnya, bukan? Ditambah lagi gajinya sepuh juta sebulan. Itu lebih dari cukup untuk menampar Ryo dengan kenyataan. Selanjutnya aku akan lebih dekat dengan si sombong ini. Semuanya mempermudah gerakanku. Aaa, apa ini takdir? Selancar ini? Kukira rencanaku berubah bengkong dan rusak, ternyata lurus seperti yang kuinginkan! Terima kasih banyak, Raja Iblis gila!' pikir Zara senang.
Tanpa sadar matanya memejam terlalu senang.
"Sepertinya kau sudah mengerti."
Sampai Reon menyadarkannya membuat Zara kembali mendongak dengan wajah berbinar.
"Tentu saja! Kalau begitu kapan aku mulai bekerja? Bos?" tanya Zara semangat.
Kening Reon justru berkerut tipis.
"Jangan panggil aku Bos. Panggil aku Tuan!" serunya mengagetkan Zara.
"Kenapa?" heran Zara.
"Hanya orang-orang yang bekerja di kantor dan sekretarisku yang berhak memanggilku Bos maupun Pak. Kau harus memanggilku Tuan sama seperti Alexa. Kalian memiliki peran yang sama terhadapku. Hanya status kalian berbeda," terang Reon pelan.
"Lalu, kenapa kau dijuluki Raja Iblis?" Zara masih belum mengerti.
Seketika Reon tersenyum manis, "Kau akan mengerti sendiri nanti."
Betapa mematikannya senyum itu sampai berhasil mendorong hati Zara jauh. Baru kali ini dia melihat orang yang senang dipanggil Raja Iblis.
Gadis itu kembali bersemu kalah dengan egonya.
"Kalau begitu bersiaplah! Kita akan pergi ke kantor." Reon melenggang pergi menuju pintu dan pintu itu terbuka dengan sendirinya.
Mulut Zara terbuka lebar, "Apa?! Bagaimana bisa?!"
Kepergian Reon mengusir hawa dingin di ruangan. Kamar tak lagi menjadi menegangkan. Pundak Zara luruh seakan kehilangan beban.
Pintu yang dia pandang masih terbuka lebar mempersilahkan Zara untuk keluar. Gadis itu memantapkan kaki untuk meninggalkan kamar.
'Nantikanlah, Ryo! Aku akan segera kembali. Tentu saja, merebut semua kehormatanmu yang telah kita bangun bersama, Tuan Pewaris Perusahaan,' batin Zara dengan tatapan kejam.
~~~
Di kamar pelayan lantai utama Zara sedang berkemas. Ternyata dia diberi banyak sekali pakaian cantik nan mahal sampai air liurnya hampir menetes.
"Aaaa! Apa ini?! Gaun, perhiasan, pakaian sehari-hari bahkan make up juga?! Semuanya lengkap! Apa ini benar untukku? Fasilitas seorang pelayan seperti ini? Wow, kaya sekali dia!" pekiknya terlalu senang seraya memilah-milah pakaian di lemari untuk dia pakai ke kantor bersama Reon.
Mengetuk-ngetuk dagunya, "Hmm, kapan terakhir kali aku membeli baju? Ah, saat mau pergi ke pesta dan justru aku dicampakkan. Haha, kisah yang indah!"
Mendadak senyumnya yang nampak di cermin lemari memudar. Dia mengingat segalanya tentang Ryo.
"Jika dipikir-pikir kenanganku terlalu banyak dengannya, tapi aku akan melupakannya secepat mungkin. Kupikir dengan adanya si Raja Iblis, hatiku sedikit terobati. Dia ... sangat tampan! Astaga, aku bisa gila sungguhan. Itu tidak akan mungkin terjadi, 'kan? Dia bagai bintang di langit dan aku serpihan kaca di bumi. Kilauan yang jauh berbeda. Eh? Kenapa aku memikirkan ini? Aargh, sepertinya otakku memang sudah tidak waras!"
Kesal sendiri dan kembali memilih pakaian dengan riang. Tiba-tiba seseorang datang tanpa mengetuk pintu membuat Zara terjingkat kaget.
"Astaga! Alexa?!" suaranya melengking tinggi.
Wajah datar Alexa menyapa, "Tepat pukul sebelas malam. Apa yang kau lakukan? Tuan sudah menunggu di mobil." terdengar agak kesal.
"Hah? Aku harus semobil dengannya? Sungguh?" Zara menunjuk diri sendiri tidak percaya.
Dia pikir tidak akan diizinkan duduk di mobil yang sama dengan Reon.
"Tentu saja, denganku juga. Tidak perlu memilih pakaian. Setiap hari kau harus memakai pakaian pelayan. Cepat keluar!"
Alexa pergi meninggalkan Zara yang kembali dibuat syok.
"APA?!" teriakannya menggema.
Tidak boleh memakai pakaian biasa dan harus cosplay dengan pakaian pelayan setiap hari.
Mendadak kepala Zara penuh ribuan kupu-kupu yang jatuh ke bumi.
Gedung jahat yang memperkerjakan manusia. Itulah makian Zara setelah tiba di depan bangunan megah menjulang tinggi, yaitu perusahaan parfum Reon. Pengalaman pertamanya duduk satu mobil dengan Reon sangatlah mencekam. Tidak ada pembicaraan yang keluar. Setelah itu, dia cemberut memasuki salah satu ruangan di lantai tiga. "Lihat, aku punya pelayan cantik sekarang." Reon menunjuk Zara datar. Zara tersentak di pojokan. 'Haa?! Aku dipamerkan!!!' syok dalam hati. Orang yang diajak bicara Reon tersenyum semangat, meneleng menatap Zara. "Apa? Lihat, lihat, coba lihat! Wah, sangat cantik! Dari mana kau memungutnya?" Mata berbinar orang itu kembali beralih pada Reon. Zara semakin mendelik kaku. 'Dasar gila! Dikira aku sampah?!' pekik Zara tak terima dalam hati. Tangannya terkepal sekarang. Zara mengerti, ruangan yang dia masuki adalah ruang rapat. Artinya orang yang menghinanya secara halus itu adalah rekan rapat Reon. "Hmm, aku menemukannya tersesat." Reon mengangguk tanpa rag
Zara kembali dikejutkan dengan aksi Alexa yang memukul Zack setelah menemukan Zack. Mereka berakhir berkelahi kecil dan Zara hanya diam menyaksikan. Jam digital di layar handphone telah menunjukkan pukul dua belas malam.Helaan napas panjang pun luruh. Pandangan Zara beralih sayu pada mereka.'Dua ajudan Reon tidak mau berhenti. Hanya karena Zack lari, Alexa sampai marah. Dia memukuli Zack tanpa bersuara dan laki-laki itu hanya menghindar sambil protes. Aku tidak mengerti dengan mereka,' ujarnya dalam hati. Alexa mendapati pandangan Zara yang aneh membuatnya berhenti menyerang Zack, tetapi tangannya masih memegang kerah pakaian Zack. "Zara, sebentar lagi rapatnya selesai. Tuan memberiku perintah untuk meninggalkan kalian berdua. Selanjutnya, kau yang akan mengurus Tuan Reon. Pergilah ke ruang rapat!" jelas Alexa sambil mempertahankan cengkeramannya karena Zack berusaha melarikan diri.Zara mendelik tajam, "Apa? Aku tidak mau! Kenapa harus aku sendirian?" "Sayonara!" Alexa menarik
Zara tidak menyangka kerapuhan juga terjadi pada Reon. Laki-laki itu benar-benar terlelap dalam waktu singkat. "Lihat, dia seperti Raja di kursi belakang. Aku doakan kau mimpi buruk dikejar hantu! Hah, kesalnya! Hanya bisa mengandalkan navigasi di handphone demi menemukan jalan pulang. Oh, benar juga! Bagaimana kalau aku buang saja dia di hutan? Lalu, aku akan menguasai rumahnya, hahaha! Aku jahat juga!" Zara terus melantur seraya mengikuti arah anak panah dalam navigasi. "Tutup mulutmu!" tekan Reon tanpa membuka mata. Suara bariton itu menyadarkan Zara. Seketika menginjak rem sampai berderit tanpa menepikan mobilnya. "Hah? Kau masih bangun?!" pekiknya menoleh ke belakang. Reon pun membuka matanya yang memicing dingin. Zara meringis ngilu. 'Gawat! Dia mendengarku!' batinnya berteriak. "Zara! Ternyata ini yang terpendam di otakmu," desis Reon tajam tiada ampun.Tatapannya seakan menguliti Zara. Pucat sudah wajah gadis itu tak bisa bergerak. Malam pun kembali berubah lebih gelap
"Pulanglah! Siapkan kamar penuh parfum untukku!" titah Reon setelah kopi pahit itu ada di mejanya. "Hah?! Maksudnya bagaimana?" heran Zara mendelik. Nampan masih digenggam jemarinya. Reon mendesah lelah. Mata sayunya membuat Zara melengkungkan bibir ke bawah. "Aku akan pulang nanti sore. Pelayanku, kau jangan kabur! Siapkan saja kamar yang harum nan cantik sepertimu," ujarnya mendayu sendu. Napas Zara tercekat di tenggorokan. 'Ada apa lagi dengannya?!' teriak dalam hati. Rumah besar Reon yang dihuni banyak pelayan. Saat ini Zara menjadi salah satunya. Dia menguap sambil mengucek matanya dan berjalan menuju kamar. Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangan. "Huft! Aku lelah sekali! Dia benar-benar Raja Iblis! Tidak membiarkanku tidur, tapi menyuruh ini dan itu. Pasti enak kalau berbaring di kasur," gumamnya dengan bibir mengerucut. "Ahahaha! Ternyata ini pelayan baru yang konon gadis tercantik di kota? Hah? Yang benar saja? Apa mata Tuan kita sudah rabun?" Zara merasa diin
Terungkap sudah misteri percakapan Reon dengan Alexa. Tidak disangka bersangkutan dengan peristiwa semalam. Belum puas terlena dengan ucapan majikannya, Zara sudah dibuat kualahan lagi dengan berbagai tugas. "Aku ... harus membuang semua ini! Hiyaaa!" Zara membuang seprai dan gorden penuh semangat sampai bersin. Sebenarnya terlalu kesal, sehingga melampiaskannya pada semangat."Masa bodoh dengan tubuh yang hampir remuk! Mata berkunang-kunang pun bukan halangan bagiku! Lihat saja, Iblis sialan! Aku akan membuatmu terkesan dan kau akan bersedia membantuku, hahaha! Aku akan menjadikanmu bonekaku, maka apapun tugasmu pasti kuladeni! Gejolak gunung berapi sekarang ada di nadiku!" Berteriak layaknya monster dengan mata memerah sembari mencengkeram seprai.Reon menyuruhnya membersihkan hujan abu dan menghiasi kamarnya dengan aroma parfum terbarunya. Lalu, membuat karangan bunga dan menyiapkan hidangan utama. Sepertinya akan kedatangan tamu. Walau keringat bercucuran, Zara tidak berhenti
Jantung Zara masih berdegup kencang. 'Gawat! Ini tidak aman. Kenapa jantungku terus berdebar saat Reon ada di dekatku? Aku tidak mungkin terpesona sungguhan, 'kan?' pikirnya bingung. Meringis memegang dada. Reon sudah pergi, kini dia sendirian di kamar. Mendesah lesu sembari memandang semangkuk bubur hangat di meja. "Huft, tapi dia memang mempesona! Tidak salah jika dia sombong sedikit. Sudah merawatku dan ternyata sadar telah mempermainkanku."Matanya sedikit berbinar. Dia tersenyum ringan. "Yah, apapun itu yang jelas aku harus berterima kasih sekaligus mengajukan permintaan. Dia harus membantuku."Semangatnya kembali sampai menepuk tangannya. Demi memulihkan tenaga, dia rela memakan bubur buatan Azuma dengan sedikit kesal.Mengganti pakaian pelayan dengan yang baru. Sepertinya Zara mulai menyukai pakaian itu, terlebih lagi bagian bando putih. Rambutnya kini diikat menjadi satu. Namun, Reon sedang menemui tamu di ruang tamu. Pupus sudah harapan Zara. Dia bersembunyi di balik pin
"Tenang saja, Tuan! Dengan senang hati aku akan melayanimu. Aku sudah seperti robot tanpa jiwa yang tidak kenal lelah, haha." senyum palsu Zara sangat manis.Kamar adalah tempat yang berbahaya. Terlebih lagi Reon beraksi tampil seksi nan menawan di tepi ranjang dengan senyum dan kancing kemeja atas terbuka.'Tahan dirimu, Zara. Hiraukan saja dia,' dalam hati menekan perasaannya sekuat tenaga. "Ah, aku baru ingat ingin mengatakan ini. Tuan Reon, kau punya kepribadian ganda, ya? Berubah-ubah setiap saat seperti memiliki seribu wajah," lanjut Zara menyembunyikan kekesalannya, padahal otot kepalanya sudah menegang. Senyum Reon pun hilang. "Apa kau akan lari dariku?" tatapan sayu menurunkan ego-nya.Zara mencicit melepas ketegangan ototnya."Jangan membuat wajah sedih seperti itu! Aku tidak membuangmu, 'kan?!" Meskipun sudah teredam dengan keindahan kamar rahasia yang membuatnya syok, masih saja bisa terengah.Reon tidak mempermasalahkan teriakan Zara. Zara pun cemberut.'Sudah kuduga!
Bagai kisah pangeran dan tuan putri yang hilang, mereka kembali dipertemukan di dunia yang berbeda. "Eh?" kaget Zara setelah bertatapan dengan orang yang menabraknya."Eh?!!" orang itu jauh lebih terkejut. Keduanya saling tunjuk. "Bastian Charlie?!" pekik Zara heboh hingga ternganga."Zara?! Zara Azuri Frazanista?!" teriak laki-laki itu dengan tangan gemetar sampai mundur.Seketika Zara menarik telunjuk Bastian dan menggoyang-goyangkannya. "Ahaha, benar-benar Bastian teman sekolah dasar dulu rupanya? Wah, kau sudah besar dan tampan, ya? Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini. Aku senang sekali!" seru Zara riang. Bastian panik segera menarik telunjuknya. Pipinya sudah merah padam."Ti-tidak mungkin! Kau pasti salah orang! Permisi!" hendak melarikan diri. "Eh, tidak bisa! Kau masih pemalu seperti dulu? Astaga, dasar memang tidak pernah berubah, haha!" Zara mengerling jahil. Napas Bastian tercekat, "Le-lepaskan aku!" Suaranya menjadi aneh membuat Zara meneleng heran. "Kau