Share

6B. Bukan Perempuan Ideal Auriga

Siapa dia? Kenapa keluar dari kamar Om Auriga?

Lavina mengamati wanita itu yang berjalan semakin mendekat. Saat berpapasan, wanita berambut pirang itu memandangi Lavina sembari tersenyum. Lavina balas tersenyum dan mengangguk.

Harum banget, parfumnya pasti mahal.

Dalam hati Lavina mengomentari parfum wanita itu yang wangi semerbak dan masih tercium meski orangnya sudah pergi cukup jauh.

Langkah kaki Lavina terhenti di depan pintu kamar Auriga, ia menoleh ke punggung wanita itu yang semakin menjauh. Tidak mungkin wanita itu salah satu petugas

wedding organizer, bukan? Penampilannya tidak terlihat seperti petugas yang berseragam.

“Sedang apa kamu di sini?”

“Oh?” Lavina kaget. Ia mengalihkan tatapannya ke depan dan mendapati Auriga yang baru saja membuka pintu.

Mata Lavina mengerjap, mulutnya sedikit ternganga melihat wajah segar nan tampan pria di hadapannya itu. Garis rahang Auriga yang tegas memberikan kesan maskulin yang kuat. Matanya seperti permata hitam yang mengilap, seperti malam yang gelap dan dalam, seakan-akan ia memiliki dunia sendiri di dalamnya.

“Kamu terpesona dengan ketampanan saya?”

Lavina terperanjat saat Auriga melambaikan tangan di depan wajahnya. Ia mendecak pelan. “Memangnya siapa yang bilang Om ganteng? Jangan ke-pede-an deh, Om."

Auriga mengedikkan bahu dan menjejalkan kedua tangan ke saku celana. “Ada apa kamu ke sini?”

Handphone

Om ketinggalan di kursi. Dari tadi bunyi terus, khawatir ada yang penting gitu,” jelas Lavina sembari menyerahkan ponsel dalam genggamannya.

“Oh. Terima kasih.” Auriga mengambil benda tipis tersebut den mengeceknya. Ekspresinya tetap terlihat datar. “Saya sudah selesai dan mau ke

ballroom

sekarang.”

Lavina mengangguk cepat. “Kalau gitu aku mau ganti baju dulu.” Ia sudah mengubah panggilan

saya menjadi

aku. Entahlah, tapi menurut Lavina kata

saya itu terlalu formal.

Lavina sempat melihat ke dalam ruangan Auriga melalui celah pintu yang terbuka, tapi tidak ada siapapun di sana. Ia kemudian berbalik untuk kembali ke kamarnya, tapi langkah Lavina tiba-tiba terhenti dan ia kembali menghampiri Auriga.

“Aku penasaran sama perempuan tadi. Dia saudara Om Auriga, ya? Kok tadi aku nggak lihat dia di barisan keluarganya Om?” cerocos Lavina yang tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya.

Alis Auriga terangkat. Ia mengalihkan tatapannya dari layar ponsel dalam genggamannya pada Lavina. “Perempuan tadi? Siapa maksud kamu? Banyak perempuan yang saya temui dari tadi di

ballroom.”

“Bukan itu.” Lavina mengibaskan tangannya di udara. “Tapi perempuan yang rambutnya pirang, yang baru keluar dari kamar Om barusan.”

Raut muka Auriga mendadak berubah. Rahangnya mengetat. “Bukan siapa-siapa,” katanya datar seraya memasukkan ponsel ke saku celana.

Auriga akan pergi, tapi Lavina menahannya.

“Oh? Bukan saudara, ya? Pantesan.” Lavina manggut-manggut. Lalu tersenyum lebar dan bertanya lagi, “Terus siapa? Teman Om?”

“Bisa berhenti bertanya?”

“Nggak bisa.” Lavina menggeleng cepat. “Aku penasaran jadi nggak bisa berhenti nanya.”

“Begitu ya?” Auriga tersenyum miring, ia melangkah mendekati Lavina, membuat Lavina seketika mundur beberapa langkah. “Selain wanita tadi, apa lagi yang ingin kamu tahu tentang saya?” Ia terus melangkah maju.

Lavina semakin mundur, matanya membelalak ketika nyaris tak ada jarak antara ia dan Auriga, punggung Lavina membentur dinding. Ia panik.

“O-Om mau apa?!!” pekik Lavina. “Mundur nggak?”

“Katakan, apa lagi yang ingin kamu tahu tentang saya, hm?” tanya Auriga sekali lagi seraya menunduk menatap Lavina. Ia tidak memedulikan perintah Lavina untuk mundur.

Lavina menggeleng cepat. Jemarinya meremas gaun putihnya dan berkata, “Ng-nggak ada! Cuma penasaran sama… perempuan tadi.”

Bohong. Kenyataannya Lavina ingin tahu bagaimana kehidupan Auriga selama ini. Tentang bagaimana bisa seorang Auriga berpisah dengan mantan istrinya? Apakah Auriga yang mencampakkan mantan istrinya lebih dulu atau justru sebaliknya?

“Kamu lupa sama perjanjian yang sudah kamu tandatangani?” bisik Auriga, mengingatkan Lavina pada perjanjian pernikahan mereka yang sudah ditandatangani dua belah pihak beberapa hari lalu.

Lavina menggeleng cepat, membuat mahkota bunga di kepalanya sedikit bergoyang. “Nggak bakal lupa! Tapi kalau aku atau Om sengaja melanggar, apa konsekuensinya?”

“Melanggar?”

“Hm! Misalnya Om nggak menafkahi aku atau menyakiti aku. Atau aku yang ikut campur dan… jatuh cinta sama Om, apa konsekuensinya?” cecar Lavina tanpa beban. Perlahan ia mendorong dada Auriga hingga pria itu berdiri tegak dan mundur selangkah.

Auriga membuang napas dan melipat tangan di dada. “Seperti yang saya bilang waktu itu, saya nggak akan menyakitimu atau menceraikanmu,” katanya dengan serius. “Tapi jangan jatuh cinta sama saya, karena kalau sampai itu terjadi dan kamu terluka, saya nggak akan bertanggung jawab. Itu kesalahanmu sendiri.”

Lavina mengerjap. Ia segera mengejar Auriga yang tiba-tiba pergi dari hadapannya. Karena kakinya belum terbiasa mengenakan

high heels, Lavina nyaris terjatuh andai saja ia tidak berpegangan pada dinding.

“Baiklah, Om nggak usah ngekhawatirin perasaanku karena aku nggak bakal jatuh cinta sama Om,” ujar Lavina, yang membuat langkah kaki Auriga terhenti.

Auriga berbalik, menatap Lavina dengan ekspresi datar.

Lavina tersenyum lebar sembari menunjuk wajah Auriga. “Om emang ganteng dan bisa bikin perempuan cepat jatuh cinta,” akunya dengan jujur, lalu menggelengkan kepala. “Tapi Om bukan tipe laki-laki idaman aku.”

Auriga menyipitkan mata hitamnya.

Lavina mendekat, berjinjit dan berbisik di telinga Auriga. “Aku lebih suka cowok Korea. Jadi perjanjian kita bakalan tetap aman.” Kemudian mundur masih dengan senyuman lebarnya.

Auriga mendengus pelan. “Baguslah,” katanya, lalu berbalik badan. Namun, sedetik kemudian Auriga kembali berbalik menghadap Lavina dan berkata, “Ah, satu hal yang harus kamu tahu. Kamu juga bukan tipe perempuan idaman saya. Saya nggak suka anak kecil apalagi….” Mata Auriga memindai tubuh Lavina dari ujung kepala hingga kaki. “…. Apalagi dengan bentuk tubuh seperti ini.”

***

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
bilangnya begitu tapi kenyataannya nanti pasti terbalik.........
goodnovel comment avatar
Irma Zuraida
gak suka ank kecil....ntar kualat deh dua2nya jd bucin akut..wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
s s
mudah2an ngebut update ny.,heheheee sehat2 kakak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status