Viona bergegas naik ke atas gedung sebuah apartemen di kawasan Kuningan. Kegiatannya berkumpul bersama teman-teman terdistraksi karena panggilan dari Robbi, bos di kantornya bekerja. Sebagai sekretaris pribadi pria itu, Viona harus bisa stand by 24 jam untuknya. Seperti sekarang ini, di tengah acara berkumpul dengan Clara dan Dania dia terpaksa pamit lebih dulu.
Clara menekan tombol lift untuk menuju unit Robbi yang berada di lantai 27. Unit mewah yang dibeli pria itu dua tahun silam. Tempat pribadinya dengan sang bos. Sebenarnya Robbi menyuruhnya untuk menempati unit tersebut, tetapi Viona enggan. Viona memiliki unit apartemen sendiri meskipun tidak semewah milik Robbi. Dan lebih nyaman tinggal di unit sendiri daripada punya orang lain semewah apa pun itu kan?
Viona langsung masuk begitu menekan angka kombinasi apartemen itu. Cahaya redup dalam unit langsung tertangkap indranya. Dia terus melangkah menuju ruang tamu. Tangannya meraba dinding mencari
Alex mendekap Dania dari belakang ketika wanita itu sedang memasak nasi goreng ayam untuk sarapan mereka. Rambut pria itu masih basah. Handuk kecil masih mengalung di lehernya. Dia baru saja menyelesaikan ritual mandi paginya."Wangi banget, Sayang. Rasanya pasti enak," ucapnya seraya mengendus leher bagian belakang Dania."Maksudnya yang mana nih? jangan ambigu deh."Alex terkekeh. Dia memang sengaja membuat Dania berpikir keras. "Dua-duanya wangi dan enak. Masakan kamu dan leher kamu."Dania mendengus dan menyuruh Alex menyingkir. "Martin, aku perlu mengambil piring. Nasi gorengnya sudah matang.""Biar aku ambilkan." Alex bergerak mengambil piring di rak gantung yang berada tepat di belakangnya. "Ini cukup?" dia menyerahkan dua piring datar."Cukup, memangnya mau berapa? kita kan cuma berdua." Dania menerima piring itu, dan mulai menuangkan nasi goreng di atasnya."Mau aku tambah biar tiga enggak?
Jangan lupa masukkan cerita ini ke library kalian ya, Gaes. Yuk ramaikan dengan memberi review bintang lima.Happy reading!__________________Viona dengan bangga menunjukkan cincin yang robbi berikan kepada Clara dan Dania. Awalnya kedua sahabatnya itu tidak paham maksud wanita itu memamerkan sebuah cincin dengan lebaynya. Namun, tidak berapa lama keduanya membelalakan mata."Lo dilamar siapa?" tanya Clara, Dania di sampingnya mengangguk menandakan dia memiliki pertanyaan yang sama dengan Clara."Tebak dong siapa?" tanya Viona balik dengan senyum mencurigakan.Clara dan Dania saling pandang. Seakan keduanya memiliki pemikiran yang sama keduanya lantas menggeleng secara bersamaan.Clara menatap ragu Viona yang masih terus memasang senyum seraya memandang cincin yang tersemat di jari manisnya dengan bangga."Nggak mungkin Pak Robbi, 'kan?" tanya Clara ragu.Viona menoleh c
Maaf ya, Bab kemarin ada salah penulis nama. Harusnya Darris Rusman, malah Darris Borman. Tapi it's okay, nggaak memengaruhi isi kok.Yuk lanjut baca. Jangan lupa ramaikan ya. Happy reading.______________________Dania turun dari ruang fitting ditemani darris di belakangnya. Dia mengenakan gaun pengantin warna senada dengan setelan jas yang Alvin pakai. Dengan sedikit pulasan make up, Dania tampil menawan.Alvin di bawah termangu melihat Dania turun dari anak tetangga. Dia tidak bisa menutupi rasa takjub yang sontak datang begitu menyaksikan kecantikan wanita yang sebentar lagi jadi miliknya itu. Hingga Dania sampai di hadapannya mata Alvin belum juga berkedip saking terpananya."Please, deh. Mingkem itu mulut," celetuk Darris melihat muka Alvin yang saperti orang bodoh.Alvin terkesiap, dan tersenyum kikuk. Dia mengusap tengkuk salah tingkah."Aku anter calon pengantin kamu. Ini masih pake make-
Terima kasih yang sudah mau berkenan memberi ulasan Bintang limanya. Yuk jangan lupa simpan cerita ini di library kalian ya gaes. Happy reading._______________Viona menunjukkan undangan dari Dania kepada Robbi ketika dia menyambangi ruangan pria itu. Robbi yang mengenakan kacamata baca menoleh sekilas."Siapa yang akan menikah, Vi?" tanya Robbi tanpa melepas pandangannya dari layar laptop."Dania, Mas.""Dania teman kamu, orang HRD itu?" Robbi melepas kacamatanya, dan menatap Viona lurus."Iya. Kamu mau datang sama aku, Mas?""Ya, tentu saja. Karena aku juga dapat undangan dari Pak Alvin." Robbi menarik laci meja, dan mengeluarkan sebuah undangan yang sama persis dengan undangan yang Viona tunjukkan.Viona beringsut duduk, dan membuka undangan itu. "Kamu tau nggak, Mas. Desain undangan ini yang pilih aku sama Clara loh, bagus, ya?""Bagus.""Nanti kalau kit
Alex berjalan perlahan mendekati wanita yang tengah duduk di kursi meja makan. Dirinya takut ini hanyalah mimpi. Sejak memutuskan pulang cepat dari kelab, dia langsung tidur karena Arnold masih saja terus mengganggunya perkara klien bernama Laras yang masih ingin memakai jasanya. 2 M bukan jumlah yang sedikit, Alex juga sempat tergiur. Namun, ketika ingatan tentang Dania melintas, dirinya sadar kalau dia sudah berniat untuk tidak menerima job itu lagi. Meskipun hubungannya dengan perempuan itu masih belum membaik juga.Dan sekarang, ketika dia tiba-tiba menemukan Dania ada di ruang makan, hatinya yang gersang mendadak basah kembali. Sosok Dania yang sekarang tengah menatapnya bukan halusinasi. Itu benar-benar wanita yang beberapa hari ini sangat dia rindukan.Mata Alex berbinar ketika mendapati Dania tepat berada di hadapannya.Dengan perlahan, Dania pun berdiri, dan terus menatap pria yang membuatnya galau beberapa hari belakangan. Jujur, hati
"Jadi, benar kamu pernah dilamar dia?" Dania melebarkan mata. Tidak menyangka tebakannya akan benar. Meskipun Alex belum menjawabnya, tapi dari reaksi pria itu, dia bisa tahu. Dania menggeleng seraya berdecak. "Pantas saja, dia berani bayar kamu mahal. Kenapa kamu nggak terima dia saja? Kurang cantik apa dia?"Alex memutar bola mata. Dia lantas menyentil dahi Dania. "Aku cuma anggap dia nggak lebih dari seorang klien. Tidak mungkin aku menikah dengannya.""Tapi sepertinya dia ingin kamu jadi miliknya seutuhnya."Alex mengangkat bahu, lalu menarik lengan Dania agar memeluk dirinya. "Aku nggak peduli seberapa cantik dan tajirnya dia. Intinya aku nggak cinta ya nggak bakal aku terima dia. Lain hal jika yang melamar aku itu kamu. Pasti aku langsung terima."Dania mencibir. "Siapa juga yang mau melamar kamu.""Ya, tentu saja, hanya wanita sinting yang mau menikahi seorang gigolo.""Nggak, aku bercanda. Ya ampun." Dan
WARNING KERAS 18+BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN.________________________Dania tampak lebih rileks setelah mendapat sentuhan-sentuhan lembut dari Alex. Dia menangkup pipi pria itu, dan menariknya untuk kemudian mencium singkat."Sekarang, Martin," bisiknya.Seakan tahu apa yang Dania ingin, Alex mulai bergerak pelan. Sebisa mungkin dia tidak membuat gesekan yang akan membuat Dania sakit.Dania masih merasakan perih di bawah sana. Namun, sebisa mungkin dia tahan. Rasanya benar-benar aneh. Miliknya terasa penuh dan mengganjal. Sesuatu yang bergerak di sana terasa asing. Ini adalah kali pertama untuknya. Dan, awal-awal memang menyiksa sungguhan. Dania meringis menahan sakit dan nikmat yang ditimbulkan secara bersamaan. Kadang dia mengerang, kadang mendesah.Alex sendiri sama saja. Dia sesekali mendesis dan menengadahkan kepalanya menikmati sensasi bergetar yang menjalar sampai ke puncak kepala
"Sekarang cara jalanku pasti persis bebek," gerutu Dania yang merasa tidak nyaman dengan daerah sekitar selangkangannya."Nggak akan sampai seperti itu," sahut Alex, dia menuang teh hangat dalam cangkir."Kamu mah nggak rasain apa yang aku rasa," delik Dania jengkel."Memang apa yang kamu rasa aku nggak rasa?" Alex menarik bibir."Aku nggak percaya ini. Tapi rasanya masih ada yang nyangkut di bawah sana. Rasanya sangat mengganjal dan nggak nyaman." Dania beranjak duduk.Alex terkekeh. "Nanti juga biasa lagi. Apa itu sakit?" tanya Alex meletakkan cangkir teh itu ke meja makan."Sedikit.""Kamu bisa minum obat pereda nyeri. Mau aku ambilkan?""Nggak perlu, kata kamu nanti juga biasa lagi." Alex yang tadi hendak beranjak, kembali duduk. Dia lantas mengambil sebuah triangle sandwich dan meletakkannya di piring Dania."Kalau begitu kamu makan. Tenagamu terkuras habis kan?