Tujuh belas
Setelah menutup telepon dari Silvi, tidak berapa lama Karin juga mendapati Vian juga menelepon dia. 'Ada apa ini? Kenapa Vian juga meneleponku? Perjanjian kami seharusnya tidak saling menghubungi lagi. Apa mungkin Silvi memberitahu Vian? Tapi kenapa dia malah menelepon Vian?' ucap Karin dalam hati. Karin memutuskan untuk menonaktifkan teleponnya. Ia telah memutuskan untuk tidak berhubungan dengan pria itu lagi. Jadi lebih baik tidak saling memcari. Di tempat lain, Vian memukul kemudi dengan marah, tetapi ia juga cemas. Belum lagi ponsel karin kemudian dimatikan dan tidak bisa dihubungi lagi. "Di mana dia sekarang?" ucap Vian dalam hati. "Apa mungkin terjadi sesuatu padanya?" Ia kemudian menyuruh asistennya untuk mencari orang yang bisa melacak ponsel. Edwin tidak berapa lama datang saat Vian tiba di rumah. Saat Edwin menemui dia, pria ituDelapan belas Para petugas keamanan hotelsegera datang dan menghalangi kedua pria itu. "Vian!" tukas Silvi. Gadis itu berjalan mendekat dan mencegah Vian yang hendak kembali memukul Matthew. Matthew yang tersuruk jatuh justru tertawa sambil mengusap bibirnya yang berdarah. "kau pasti berbohong!" tukas Silvi."Meski Karin berada di hotel ini, tidak mungkin ia bersamamu." Matthew tertawa sambil menggeleng. Ia kemudian mendengkus keras seolah tengah mengejekmereka. "Kalau kalian masih tidak percaya padaku, kalian boleh ikut denganku.Kalian akan tahu bahwa Karin memang bersamaku," ucapnya. Silvi masih tidak percaya, tetapi ia dan yang lain kemudian memutuskan untuk mengikuti Matthew.*** Matthew berjalan lebih duluuntuk menunjukkan kamar yang dihuni Karin. "Gadis yang kalian cariberada di kamar ini," ucap Matthew yang
Sembilan belas Vian tengah berkendara dengan kecepatan tinggi. Beberapa mobil menekan klakson karena kendaraan pria itu yang tidak brrhati-hati dan membuat mereka juga nyaris celaka. Vian kemudian berhenti di pinggir jalan saat ada polisi yang menghentikan dia. "Maaf, Pak, saya sedang ada masalah," ucap Vian sambil menyerahkan SIM nya. "Masalah Anda adalah urusan Anda, tapi Anda tetap tidak boleh ceroboh dan membahayakan para pengendara yang lain," ucap si bapak polisi teraebut. Vian hanya mengangguk dan mengambil kembali SIM-nya. Ia juga tidak mengerti mengapa ia begitu marah saat melihat Karin benar berada di hotel itu. 'Vian, Vian, Vian, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kau dan Karin hanya teman. Ia bahkan berkata tidak mau bertemu setelah proyek yang dikerjakan usai, tapi mengapa aku tidak rela melihat Karin dengan Matthew?' keluh Vian dalam hati.***
Dua puluh Mata Karin membeliak lebar mendengar ucapan Matthew itu. Orang-orang di sana yang mendengar itu ikut bersorak dan bertepuk tangan. Matthew segera meraih tangan Karin dan membawa gadis itu pergi dari sana. "Aku salah bicara," ucap Matthew tanpa menoleh."Maksudku bukan mengajakmu menikah, tapi ingin kau bekerja padaku. Kenapa yang keluar malah berbeda?" "Baiklah, tidak apa," tukas Karin sambil tertawa lega. Ia tadi sempat terkejut dan mengira Matthew sungguh melamar dia. Matthew berhenti melangkah. Ia berbalik dan menatap Karin."Jadi bagaimana? Apa kau mau bekerja untukku?" Karin menggeleng."Bekerja bersama artis sepertimu pasti merepotkan. Lihat saja banyak sekali tadi penggemarmu, aku tidak sanggup untuk menangani mereka." "Jadi kau lebih memilih menangani Tuan Han dan para pelanggan di bar itu?" "Kau tidak perlu khawatir. Ak
Dua satu "Anna, aku tidak bisa. Kau tahu aku hanya mencintai Karin," ucap Edwin. "Aku tahu," ucap Anna sambil tersenyum."Aku akan tetap menunggu." "Anna ...." "Sama sepertimu menunggu Karin, aku juga akan tetap menunggumu. Jika kau menunggu sampai ada yang resmi memiliki Karin, aku juga akan melakukan hal yang sama padamu." Edwin hanya mengangguk. Cintanya pada Karin mungkin hanya kesia-siaan, tetapi ia tetap tidak bisa melupakan gadis itu. Sama seperti cinta Anna padanya, ia mungkin juga tidak pernah bisa membalas perasaan gadis itu, tetapi sama seperti dia, Anna juga tidak melupakan perasaan cintanya itu.*** Matthew berjalan masuk di keesokan pagi dan memberikan semangkok sup pada Karin yang juga sudah bangun. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Matthew sambil menatap gadis yang tengah melahap sup tersebut. "Rasanya aku ingin
Dua dua Karin segera melepaskan diri dan mendorong Matthew menjauh. "Ini semua terjadi karena kesalahanmu. Kenapa mendorong seperti itu? Jadi sudah kewajibanmu untuk menolongku," ucap Karin. "Kecuali kau ingin orang-orang bilang ada artis membuat asistennya celaka," lanjut Karin lagi. "Kau ini makin saja berani padaku," ucap Matthew sambil berjalan mendekat. Karin melangkah mundur. Namun, Matthew segera meraih tangan gadis itu. "Kau ini mau ke mana?" tegur pria itu."Aku lapar, buatkan makanan untukku!" Matthew kemudian melepaskan tangan Karin. Ia berjalan dan duduk di kursi yang berada di ruang tengah tempat tersebut. Karin sendiri menuju ke dapur. Ia terbengong saat membuka kulkas dan melihat isinya yang begitu banyak. "Kau mau makan apa?" tanya Karin. "Apa pun, apa pun yang kau buat, aku pasti akan memakannya." "Baiklah," sahut Karin yang tengah mengambil d
Dua tiga Vian melangkah pergi dengan langkah yang cepat. Cindy segera mengikuti. "Vian, tunggu aku!" teriaknya. "Vian!" serunya sambil meraih tangan pria itu saat akhirnya berhasil menyusul. Vian berhenti melangkah, tetapi ia sama sekali tidak menoleh pada Cindy. Tatapannya masih tetap lurus ke depan. "Vian, kau lihat sendiri. Karin gadis yang seperti itu, dia merayu semua pria yang dekat dengannya. Apa kau masih tetap menyukai dia?" tanya Cindy. "Menjelekkan dia tidak akan membuatku menjadi menyukaimu," sahut Vian. Ia kemudian melangkah menuju mobil meninggalkan Cindy yang masih berdiri terpekur seorang diri.*** "Masih marah?" tanya Matthew. "Untuk apa?" sahut Karin. "Ya, karena bertemu Vian, kau mungkin mengira aku menjebakmu." "Jika aku marah, kau bisa apa?" Matthew mengangkat bahu. "S
Dua empat Pintu salah satu bilik toilet dibuka dari dalam dan Karin berjalan keluar. Dua gadis yang tadi membicarakan segera diam. Mereka tidak tahu jika orang yang mereka bicarakan juga berada di toilet tersebut. Kedua gadis itu kemudian hendak berjalan keluar. "Apa kalian pernah bersama Matthew?" tanya Karin sambil tetap melihat kaca. "Tidak, mana mungkin ...," jawab salah seorang gadis tersebut. "Kalau begitu, kalian harus akui aku lebih hebat dari kalian, meski mungkin tidak lama, tapi aku telah berhasil bersama Matthew." Ucapan Karin tersebut membuat kedua gadis itu berdiri diam tertegun. Karin berjalan mendekat pada mereka. "Jika kalian tidak memiliki kemampuan, jangan jadikan orang lain menjadi kambing hitam kekurangan kalian," ucapnya. Ia kemudian bergegas keluar dari tempat tersebut.*** Karin mendekat dan memberikan minuman pa
Dua lima "Vian!" Seseorang kembali memanggil nama pria itu dan berjalan mendekat. Orang tersebut tidak lain adalah Cindy. Cindy segera menyelipkan tangan di lengan Vian. "Kenapa kau berjalan begitu tergesa dan meninggalkan aku?" tanyanya. Namun Vian tidak menjawab. Tatapan matanya masih terpaku pada sosok Karin. "Wah, ternyata kau juga ada di sini. Oh ya, benar juga sekarang kau 'kan bersama Matthew, jadi tentu saja kau ada di sini," tukasnya sambil tertawa. "Kau benar, ia ada di sini karena ia memang bersamaku," sahut Matthew sambil melingkarkan tangannya di bahu Karin. "Sudah ya, kami pergi dulu, ayo!" pamit Matthew yang kemudian berjalan sambil membawa pergi Karin. Mereka berpapasan dengan Vian dan Anna, tetapi keempatnya hanya diam.*** Proses pengambilan gambar untuk drama telah dimulai. Karin hanya melihat dari tempat para kru berkumpul. Orang-orang tersebut masih s