Udara daerah yang terasa begitu menyejukkan ketika pertama kali meninggalkan bandara.
Keira, Leira dan Merry, ketiganya menyeret koper masing-masing sambil berjalan meninggalkan bandara, jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Karena Merry yang melakukan pertemuannya begitu lama belum lagi tiba-tiba Keira yang meminta ikut membuat ketiganya memesan penerbangan sore hari secara mendadak untuknya, awalnya Merry ingin menunda lagi keberangkatan menjadi besok tapi saat Keira memutuskan untuk ikut, entah kenapa Merry begitu senang sampai setelah kembali langsung bergegas menuju bandara.
Wajah bahagia sangat terlihat jelas ketika Merry menatap kedua putri, walau Keira mengatakan terang-terang membenci dirinya tapi Merry masih bisa bersyukur karena Keira tidak menunjukkan jika dirinya tidak menyukai adiknya, walau sikapnya sangat dingin tapi dia masih mau menganggap Leira adiknya.
Ketiganya menunggu mobil yang sudah pesan Merry, dengan barang yang tidak terlalu banyak karena memang berencana hanya tiga hari disana.
"Ibu, apa masih lama?" tanya Liera, dia ingin sekali melihat matahari terbenam sekarang namun mobil jemputan begitu lama hingga memakan waktu yang begitu lama.
"Ibu tidak tahu Leira, Ibu sudah menghubungi mereka tapi tidak ada respon."
Keira hanya bisa menghela nafas, dengan kacamata hitam dia menatap bandara yang tampak sepi mengingat ini sudah sore, dengan pakaian yang serba pendek membuat Keira cukup menarik perhatian orang sekitar, hanya dengan menaiki sedikit dagu sisi kecantikkan itu begitu terpancarkan di setiap gerakkan sederhana entah itu menaiki kacamata atau hanya melirik.
Lain berbeda Liera, gadis lugu itu benar-benar memancarkan kepolosannya hanya dengan tatapannya yang selalu kosong, dia lebih banyak memainkan kedua jarinya daripada memperhatikan area bandara, Liera hanya sibuk dengan dunianya dan rencana yang selalu disimpan dalam 'Note Dairy', menjadi satu benda wajib dibawa kemanapun.
Menjelang malam barulah mereka bisa menggunakan mobil travel yang Merry pesan, memang tidak ada yang marah dengan keterlambatan mobil travel tapi semua menjadi lebih rumit ketika Keira tidak mau duduk bersama dengan Merry atau Liera dalam mobil yang sama.
Merry tak marah, dengan sabar sang ibu memesankan taksi khusus untuk Keira.
"Ibu, kenapa Kakak Keira tidak mau bersama kita? Padahal dikursi belakang kosong." ucap Liera, seperti biasa rasa penasaran dirinya lebih tinggi terhadap suatu kejadian secara langsung. Dia akan bertanya pada siapapun dan akan terus mencari sampai dirinya mengerti.
"Mobil ini tidak muat jika Keira ikut dengan kita, lihat saja koper kita terlalu banyak." ucap sang ibu, dia usianya yang sudah melebihi 35 tahun Merry masih sangat cantik dan pandai dalam segala hal. Dia bisa menjadi seorang ayah untuk kedua putri, lalu seorang pekerja keras untuk karyawannya dan menjadi ibu sekaligus sahabat untuk dua putri tercintanya.
Setelah lebih satu jam perjalanan, akhirnya rasa lelah dan penatnya perjalanan tergantikan oleh sebuah pemandangan laut dari pulau, udara khas pulau itu begitu menyambut ketika tiga wanita itu turun dari mobil.
Pemandangan yang cara dilihat ketika malam hari adalah suara gembolang dari ombak yang terus menghantamkan dirinya pada bebatuan di pesisir pantai. Belum angin dan semua yang didominasi oleh warna biru gelap.
Merry memang sengaja memesan hotel dekat dengan pantai, karena satu alasan Keira begitu menyukai suasana seperti ini.
"Ayo kita masuk." ucap sang ibu, dia menarik kedua putri untuk masuk kedalam.
*********Julian memilih untuk terbang pada pukul satu dini hari, dia tidak tahu jika pertemuan hari ini begitu banyak hingga rasanya tubuhnya terlalu lelah berpengian.
Di Dalam pesawat dirinya terus saja dibuat lelah dengan sang ayah yang tidak suka jika Julian berpergian tanpa menginformasikan pada dirinya dulu apalagi jika kepergian Julian untuk menghadiri pernikahan seseorang atau teman lamanya.
Dia itu hanya mengabaikan ponselnya yang terus bergetar di balik jas birunya, dia terlalu pusing untuk menghadapi sang ayah apalagi menjelaskan semuanya.
Padahal jika dihitung dari usia Julian saat ini tidaklah pantas seorang ayah memperlakukan putranya seperti itu, apalagi Julian pemegang Group JS. yang akan lebih banyak melakukan perjalanan bisnis keluar negeri, belum lagi tekanan untuk menikah membuat Julian bisa menjadi pasien rumah sakit jika ini terus terjadi.
ponsel itu berhenti setelah beberapa detik berlalu, barulah Julian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sekretarisnya.
"Yuri, kamu sudah memesankan kamar untukku?"
"Oh, kau sudah meletakkan semua di dalam koperku, apakah aku mengganggumu?"
Bagaimana tidak mengganggu? Julian menghubungi Yuri pukul satu dini hari hanya menanyakan hal itu?
"Baiklah! Aku minta maaf, selama dua hari kau tidak akan melihatku dan diganggu olehku, jadi ini yang terakhir, selamat kembali tidur."
Julian melipat ponselnya dan kembali menaruhnya di dalam jasnya, dia menatap keluar jendela yang hanya ada pemandangan awan di malam harinya.
"Sudah berapa lama aku tidak kesini?"
Julian menghela nafas, terakhir dia kesini sebelum sang ibu meninggalkan dan kekasihnya meninggalkannya, sebuah pulau penuh dengan kenangan manis tapi bisa menjadi sebuah pil pahit yang kini Julian rasakan, bukan sebuah trauma tapi lebih dimana Julian tidak mengingatnya.
'i miss--,'
Setelah itu hanya terdengar dengkuran kecil darinya, dia tertidur setelah memikirkan betapa indahnya kenangan itu dan betapa perihnya mengingat semua itu secara langsung.
Beberapa jam berlalu ….
Beristirahat selama perjalanan mampu mengusir lelah selama dirinya bekerja, Julian melihat jam yang sudah menunjukkan jam sudah mendekati pagi.
"Upacara pernikahan akan berlangsung beberapa jam lagi, haruskah aku membeli pakaian? Atau sebuah kado mungkin?" tanyanya, Julian sedang bertanya pada dirinya sendiri ketika dirinya sedang lama perjalanan menuju hotel yang dekat dengan pulau dan pernikahan mantannya.
Dia terus berpikir hingga sebuah ide melintas dalam pikirannya "benar! Menghubungi Yuri---tidak! Aku sudah berjanji tidak akan mengganggunya."
Dia kembali meletakkan tangannya di keningnya, memikirkan hal yang tidak penting untuk menentukan apa dirinya akan memilih membeli pakaian atau mengutamakan akan memberikan kado apa.
"Tuan jika aku boleh memberi saran, ada baiknya jika ada memilih membeli kado untuk teman anda." ucap sang supir, sebenarnya dirinya sedikit merasa risih dengan penumpangnya yang berbicara sendiri, jadi dia memutuskan membantunya.
"Terimakasih pak supir, tapi aku memilih membeli pakaian untukku."
Itulah sifat menyebalkan Julian lainnya, dia memang sering melakukan itu tapi ketika orang lain ingin memberikan saran dia akan memutuskan yang berbeda.
"Aku akan mampir ke Mall dulu."
"Maaf Tuan, tapi ini terlalu pagi jika anda ingin berkunjung ke Mall?"
Mulut Julian melebar sempurna, bagaimana dirinya bisa begitu bodoh melupakan fakta jika ini masih pagi, dengan malu dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Anda benar, kita langsung hotel." ucap Julian, hanya karena dirinya terbiasa melakukan perjalanan di siang hari dia melupakan kenyataan kali ini.
Satu tahun kemudian.Suatu pagi di rumah sederhana yang menjadi sebuah pertemuan dan menjadi akhir kebahagian.suara tangisan seorang bayi mewakili indahnya pagi hari, dengan iringan kicauan burung, cahaya matahari juga tidak ingin kalah untuk menyambut mereka, menjadi sebuah awalan di pagi hari dengan kisah baru untuk kisah selanjutnya.keluarga kecil yang kini menjadi suatu kebahagiaan tidak ternilai, itulah kisah ini.dari perjanjian menjadi sebuah ikatan benang antara Julian dan Liera yang membawa mereka pada indahnya falling love, padahal awal hanya sebuah persetujuan paksaan tapi kini berubah menjadi ketulusan untuk rela bersama.Liera membuka matanya setelah rasanya tangisan bayinya semakin menggema di dalam ruangan, dan hal yang dirinya lihat adalah pemandangan dimana Julian tertidur di sofa sambil memeluk putra mereka yang menangis, dia tersenyum. biasanya Julian membangunkan dirinya saat tengah malam putranya menangis,
"Benarkah? Kamu janji?" Tanya Liera dengan wajah penuh harapan menatap Julian yang ada di sampingnya, berharap jika pria itu akan segera mengangguk ucapannya.Walau kehadiran seseorang yang ada di dalam perutnya sungguh memberikan rasa bahagia luar biasa, Liera juga ingin dimanjakan oleh Julian, setidaknya kini dirinya sudah hamil, tidak perlu ada kebohongan lagi untuk membuat Ayah Julian menekan dirinya lagi.Setidaknya untuk saat ini itulah kebahagian yang harus segera diberikan pada yang lain.Liera tidak bisa membayangkan bagaimana nanti dirinya saat mulai membesar perutnya, ketika dirinya akan lebih sering menghabiskan waktu untuk menceritakan banyak hal pada anaknya, Liera sempat membaca ibu hamil akan sering meminta sesuatu yang aneh, dia ingin membayangkan bagaimana sulitnya Julian untuk mencari hal yang sangat dirinya inginkan.Dengan diam-diam Liera mengelus perutnya yang masih rata, dari dalam hatinya dia menyampaikan sebuah pesan
Beberapa hari kemudian.Akhir pekan, Sebenarnya Julian dan Liera ingin menghabiskan liburan mereka di pantai, tapi kemarin keduanya mendapatkan undangan dari ayah Julian untuk menghadiri acara yang pria itu buat.Julian awalnya ingin menikah karena pasti acara itu untuk pertemuan para partner kerja ayahnya, tapi Liera mengatakan jika dirinya ingin datang dan mengharapkan Julian untuk menceritakan apa sebelumnya merekadiskusikan, jadi tidak alasan untuknya nolak.Julian membuka matanya, dia masuk setelah Liera tidak ada di sampingnya, ini aneh kenapa dia bangun lebih siang dan kenapa Liera juga tidak membangunkan dirinya?Fokus Julian teralihkan saat mendengar suara yang aneh dari berasal dari bathroom, suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, Julian langsung mengibaskan selimut di tubuhnya, berjalan mendekat dan tangan terulur membuka pintu.Dan benar, Julian langsung diberikan pandangan dimana Liera yang sedang berhada
Sesampainya di Vila mereka.Ketika Liera menginjakkan kakinya setelah sekian lama tidak kembali ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan, apalagi ketika Julian membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam bersama.Lampu menyala dan seluruh ruangan terlihat jelas, Liera tersenyum tidak ada yang berubah dan semua masih sama, hanya saja dibuat lebih rapi dari sebelumnya, mungkin Julian menatanya saat Liera berkata ingin kembali.Julian melepaskan yang dirinya kenakan, melangkah untuk menuju dapur, dirinya akan langsung membuat makan malam karena di perjalanan Julian sempat mendengar suara perutnya yang minta di isi, pria itu membuka lemari kulkas dan melihat apa yang akan dirinya buatkan, tapi sebelum memulai masuk.Pria itu mengambik nasi instan dan meletakan ke dalam oven, jika memasak nasi waktunya tidak akan cukup, jadi dia mengunakan nasi instan, karena itulah kebiasaan saat Liera tidak ada di rumah sakit.Liera berijalan mendekat se
Liera dan Kiera berjalan bersama menuju parkiran mobil, setelah berpamitan dengan Asyla dan Jake, keduanya memutuskan untuk pulang.Liera menatap layar ponselnya, ada satu pesan masuk dari Julian.Jika sudah sampai rumah, bisakah aku menghubungimu?>Liera tidak langsung menjawab pesan itu, rasanya sudah cukup bukan seharian bertemu dengannya, Liera hanya sedang mematangkan pikirannya, apakah keputusannya sudah benar atau belum, dan entah kenapa juga kepalanya sedikit pusing, dia juga ingin memakan sesuatu."Jadi kakak menyusul karena takut aku tidak memiliki teman?" Tanya Liera, setelah dirinya memasak sabuk pengaman dan setelah mobil sang kakak sudah meninggalkan area itu."lbu juga menyuruhku, jadi setelah pertemuan itu selesai aku memutuskan untuk kesini, tidak disangka akan ada Julian disana, kau bahkan biasa saja." Ucap Kiera, dia tidak kesal seharusnya Liera memberitahunya, tapi jika tidak kesana mungkin juga K
"Liera, pulanglah, aku sungguh merasa kosong kau tidak ada di villa," ucap Julian, dia merapikan rambut Liera yang sempat berantakan, jika dilihat seperti ini Liera banyak berubah, raut wajahnya, terus bibir dan pipinya sedikit kurus, apakah banyak hal dirinya pikirkan?Tapi semua tertutup dengan kecantikan hari ini, gaun yang sedikit membuat Julian kesal karena hampir mengekspos seluruh punggung istrinya, siapa yang telah merekomendasikan pakaian ini padanya?Liera mengangkat kepalanya untuk menatap Julian, dia ingin sekali pulang tapi setelah apa yang terjadi banyak hal membuat Liera terus mempertimbangkan banyak hal, dia tidak terus dibutakan oleh kebersamaan, dia juga tidak bisa terus menipu dan pura-pura tidak tahu."Kamu tahu, aku datang kesini setelah membatalkan jadwal rapatku, karena aku tidak mau menerima surat cerai yang kau kirim, Liera kenapa kamu melakukan itu? Aku tidak akan melupakanmu." Ucap Julian, itu benar. Dia baru saja akan kemba
MISS U Hari itu, hari dimana Liera berdiri dengan buket bunga ditangannya, suasana sakral benar-benar terasa selama dirinya berdiri disamping Asyla.Ya, hari ini sudah tiba dimana akhirnya Liera harus membantu teman menentukan pilihan hidupnya, sebagai satu saksi dari sekian banyak para undangan yang datang, Liera melihat ke depan saat waktunya mempelai pengantin wanita berjalan menuju altar.Seluruh tubuh liera hanya bisa melihat ke bawah, apa yang diharapkan?Kenapa selalu berkaitan dengan Julian, kenapa rasanya sulit mengangkat kepala di situasi seperti itu? Dirinya merusak suasana pernikahan bukan?"Liera, kamu baik-baik saja?" Tanya Asyla, dia sampai harus mengambil langkah untuk berdiri di samping sahabatnya, karena sejak datang Liera tidak pernah menunjukan wajah bahagianya, padahal semua orang tersenyum lebar di ruangan ini."Asyla, maafkan aku. Seperti kamu sadar, aku tidak berbohong jika aku masih bingung saat ini, aku
By FoundBeberapa hari kemudian.Hari ini rencananya jika memang tidak ada halangan, Julian akan melakukan terapi untuk kedua kalinya, terlalu dekat dengan terapi pertama, hanya berjarak tiga hari, padahal terapi ini hanya dianjurkan selama dua minggu sekali, tapi sekali lagi siapa yang bisa menghentikan keras pria itu?Tidak ada yang bisa, jika Julian sudah memintanya maka hal itu harus terjadi, walau resiko bisa lebih buruk dari yang pertama.Hari tidak ada bisa memberikan semangat atau sekedar kata untuk membuat Julian berpikir dua kali, baik Sean dan jake keduanya memiliki kepentingan masing-masing. lagipula siapa yang tahan bersama dirinya lebih dari tiga jam hanya satu orang.Liera.Tapi gadis itu sekarang sudah menyerah dan sekarang sedang menunggu dirinya untuk siapa menerima surat cerai darinya.Menyedihkan bukan?Ketika seseorang sedang berjuang untuk sebuah keberhasilan yang rasanya mustahil
Julian sepertinya di buat kembali pada masa lalu, ingatannya membawa dirinya pada kejadian asing tapi semua terasa begitu familiar, dia melihat dirinya di dalam kemacetan di lalu lintas jalan, dirinya mencoba kembali melangkah untuk melihat dengan jelas.Tapi saat melangkah mendaki Julian melihat dirinya yang keluar dari mobil dengan perasaan kesalnya, mengejar seseorang yang juga keluar dari mobil, dalam sebuah keributan itu dan kekacauan keadaan.Membuat Julian tidak bisa melangkah mendekati, kakinya terpaku dan dirinya takut untuk melihat apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia benci melihat kecelakaan, karena kecelakaan Sean yang membuat Julian saat itu trauma dan bahkan sempat membuat Julian tidak bisa melihat jalanan kota dengan tenang, apalagi berada di padatnya kemacetan."Tidak!" Teriak Julian saat melihat dirinya berlari untuk mendekati pria yang dirinya kejar, Julian tidak bisa melihat wajah itu dengan jelas, hingga akhirnya Julian mel