Share

Bab 10 - My Holiday

Udara daerah yang terasa begitu menyejukkan ketika pertama kali meninggalkan bandara.

Keira, Leira dan Merry, ketiganya menyeret koper masing-masing sambil berjalan meninggalkan bandara, jam sudah menunjukkan pukul lima sore.

Karena Merry yang melakukan pertemuannya begitu lama belum lagi tiba-tiba Keira yang meminta ikut membuat ketiganya memesan penerbangan sore hari secara mendadak untuknya, awalnya Merry ingin menunda lagi keberangkatan menjadi besok tapi saat Keira memutuskan untuk ikut, entah kenapa Merry begitu senang sampai setelah kembali langsung bergegas menuju bandara.

Wajah bahagia sangat terlihat jelas ketika Merry menatap kedua putri, walau Keira mengatakan terang-terang membenci dirinya tapi Merry masih bisa bersyukur karena Keira tidak menunjukkan jika dirinya tidak menyukai adiknya, walau sikapnya sangat dingin tapi dia masih mau menganggap Leira adiknya.

Ketiganya menunggu mobil yang sudah pesan Merry, dengan barang yang tidak terlalu banyak karena memang berencana hanya tiga hari disana.

"Ibu, apa masih lama?" tanya Liera, dia ingin sekali melihat matahari terbenam sekarang namun mobil jemputan begitu lama hingga memakan waktu yang begitu lama.

"Ibu tidak tahu Leira, Ibu sudah menghubungi mereka tapi tidak ada respon."

Keira hanya bisa menghela nafas, dengan kacamata hitam dia menatap bandara yang tampak sepi mengingat ini sudah sore, dengan pakaian yang serba pendek membuat Keira cukup menarik perhatian orang sekitar, hanya dengan menaiki sedikit dagu sisi kecantikkan itu begitu terpancarkan di setiap gerakkan sederhana entah itu menaiki kacamata atau hanya melirik. 

Lain berbeda Liera, gadis lugu itu benar-benar memancarkan kepolosannya hanya dengan tatapannya yang selalu kosong, dia lebih banyak memainkan kedua jarinya daripada memperhatikan area bandara, Liera hanya sibuk dengan dunianya dan rencana yang selalu disimpan dalam 'Note Dairy', menjadi satu benda wajib dibawa kemanapun.

Menjelang malam barulah mereka bisa menggunakan mobil travel yang Merry pesan, memang tidak ada yang marah dengan keterlambatan mobil travel tapi semua menjadi lebih rumit ketika Keira tidak mau duduk bersama dengan Merry atau Liera dalam mobil yang sama.

Merry tak marah, dengan sabar sang ibu memesankan taksi khusus untuk Keira. 

"Ibu, kenapa Kakak Keira tidak mau bersama kita? Padahal dikursi belakang kosong." ucap Liera, seperti biasa rasa penasaran dirinya lebih tinggi terhadap suatu kejadian secara langsung. Dia akan bertanya pada siapapun dan akan terus mencari sampai dirinya mengerti.

"Mobil ini tidak muat jika Keira ikut dengan kita, lihat saja koper kita terlalu banyak." ucap sang ibu, dia usianya yang sudah melebihi 35 tahun Merry masih sangat cantik dan pandai dalam segala hal. Dia bisa menjadi seorang ayah untuk kedua putri, lalu seorang pekerja keras untuk karyawannya dan menjadi ibu sekaligus sahabat untuk dua putri tercintanya.

Setelah lebih satu jam perjalanan, akhirnya rasa lelah dan penatnya perjalanan tergantikan oleh sebuah pemandangan laut dari pulau, udara khas pulau itu begitu menyambut ketika tiga wanita itu turun dari mobil.

Pemandangan yang cara dilihat ketika malam hari adalah suara gembolang dari ombak yang terus menghantamkan dirinya pada bebatuan di pesisir pantai. Belum angin dan semua yang didominasi oleh warna biru gelap.

Merry memang sengaja memesan hotel dekat dengan pantai, karena satu alasan Keira begitu menyukai suasana seperti ini.

"Ayo kita masuk." ucap sang ibu, dia menarik kedua putri untuk masuk kedalam.

*********

Julian memilih untuk terbang pada pukul satu dini hari, dia tidak tahu jika pertemuan hari ini begitu banyak hingga rasanya tubuhnya terlalu lelah berpengian.

Di Dalam pesawat dirinya terus saja dibuat lelah dengan sang ayah yang tidak suka jika Julian berpergian tanpa menginformasikan pada dirinya dulu apalagi jika kepergian Julian untuk menghadiri pernikahan seseorang atau teman lamanya.

Dia itu hanya mengabaikan ponselnya yang terus bergetar di balik jas birunya, dia terlalu pusing untuk menghadapi sang ayah apalagi menjelaskan semuanya.

Padahal jika dihitung dari usia Julian saat ini tidaklah pantas seorang ayah memperlakukan putranya seperti itu, apalagi Julian pemegang Group JS. yang akan lebih banyak melakukan perjalanan bisnis keluar negeri, belum lagi tekanan untuk menikah membuat Julian bisa menjadi pasien rumah sakit jika ini terus terjadi.

ponsel itu berhenti setelah beberapa detik berlalu, barulah Julian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sekretarisnya. 

"Yuri, kamu sudah memesankan kamar untukku?"

"Oh, kau sudah meletakkan semua di dalam koperku, apakah aku mengganggumu?"

Bagaimana tidak mengganggu? Julian menghubungi Yuri pukul satu dini hari hanya menanyakan hal itu? 

"Baiklah! Aku minta maaf, selama dua hari kau tidak akan melihatku dan diganggu olehku, jadi ini yang terakhir, selamat kembali tidur."

Julian melipat ponselnya dan kembali menaruhnya di dalam jasnya, dia menatap keluar jendela yang hanya ada pemandangan awan di malam harinya.

"Sudah berapa lama aku tidak kesini?" 

Julian menghela nafas, terakhir dia kesini sebelum sang ibu meninggalkan dan kekasihnya meninggalkannya, sebuah pulau penuh dengan kenangan manis tapi bisa menjadi sebuah pil pahit yang kini Julian rasakan, bukan sebuah trauma tapi lebih dimana Julian tidak mengingatnya.

'i miss--,' 

Setelah itu hanya terdengar dengkuran kecil darinya, dia tertidur setelah memikirkan betapa indahnya kenangan itu dan betapa perihnya mengingat semua itu secara langsung.

Beberapa jam berlalu ….

Beristirahat selama perjalanan mampu mengusir lelah selama dirinya bekerja, Julian melihat jam yang sudah menunjukkan jam sudah mendekati pagi. 

"Upacara pernikahan akan berlangsung beberapa jam lagi, haruskah aku membeli pakaian? Atau sebuah kado mungkin?" tanyanya, Julian sedang bertanya pada dirinya sendiri ketika dirinya sedang lama perjalanan menuju hotel yang dekat dengan pulau dan pernikahan mantannya.

Dia terus berpikir hingga sebuah ide melintas dalam pikirannya "benar! Menghubungi Yuri---tidak! Aku sudah berjanji tidak akan mengganggunya."

Dia kembali meletakkan tangannya di keningnya, memikirkan hal yang tidak penting untuk menentukan apa dirinya akan memilih membeli pakaian atau mengutamakan akan memberikan kado apa.

"Tuan jika aku boleh memberi saran, ada baiknya jika ada memilih membeli kado untuk teman anda." ucap sang supir, sebenarnya dirinya sedikit merasa risih dengan penumpangnya yang berbicara sendiri, jadi dia memutuskan membantunya.

"Terimakasih pak supir, tapi aku memilih membeli pakaian untukku."

Itulah sifat menyebalkan Julian lainnya, dia memang sering melakukan itu tapi ketika orang lain ingin memberikan saran dia akan memutuskan yang berbeda.

"Aku akan mampir ke Mall dulu."

"Maaf Tuan, tapi ini terlalu pagi jika anda ingin berkunjung ke Mall?"

Mulut Julian melebar sempurna, bagaimana dirinya bisa begitu bodoh melupakan fakta jika ini masih pagi, dengan malu dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Anda benar, kita langsung hotel." ucap Julian, hanya karena dirinya terbiasa melakukan perjalanan di siang hari dia melupakan kenyataan kali ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status