Share

Bab 17 - Bad Talk!

Liera dihantar oleh Asyla sampai didepan gerbang rumahnya.

"Asyla, sampah jumpa dan terimakasih." ucap Liera, dia melambaikan tangan di kaca mobil saat mobil Asyla akan segera meninggalkan area rumahnya.

Liera sedikit bingung melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya, itu mirip sekali dengan mobil yang pria tadi menariknya dan seakan pria itu mengenal dirinya.

"Astaga! Apakah itu benar? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Liera menggigit jarinya dengan panik perkataan pria itu benar-benar sulit untuk dirinya mengerti, sesampainya di depan teras rumah Liera sedikit mengintip dari jendela rumahnya.

Dan itu benar! Ada pria itu di sana, duduk bersebrangan dengan ibunya.

"Haruskah aku masuk?" Liera antara takut dan bingung, jika dirinya kabur kemana dirinya akan pergi dan saat dirinya memutuskan untuk masuk apa yang harus Lisa katakan pada ibunya.

Liera tersenyum senang, dia ingat jendela kamarnya tidak pernah terkunci, dia berjalan meninggalkan teras rumahnya, Liera tidak ingin bertemu dengan pria itu apalagi jika Ibunya menanyakan kenapa dirinya telah melukai pria itu.

Namun belum lama Liera melangkah kebelakang suara sang Ibu membuat langkahnya berhenti saat itu juga.

"Liera? Kamu mau kemana?" ucap Merry, untung saja dia keluar saat mendengar suara mobil masuk kedalam area rumahnya, dan benar feeling seorang Ibu tidak pernah salah, walau sebenarnya yang Merry harapkan muncul adalah putri pertamanya.

Tentu saja Merry tidak ingin memberikan Liera untuk di jodohkan, dia masih terlalu muda dan Merry tidak mau kejadian dirinya di masa lalu bisa terulang kembali pada putrinya, apalagi Merry tahu jika Liera tidak akan mudah menerimanya dan bisa kemungkinan Liera akan membenci dirinya seperti Keira.

"Ibu? A-aku—," Liera bingung balas apa saat sang Ibu berdiri tidak jauh dari dirinya, Liera bahkan tidak mau membalik tubuhnya untuk menatap sosok di belakang dirinya. 

'apa yang harus aku lakukan?'

"Liera, saat kau berbicara dengan orang lain, tidak baik jika tidak menatapnya, bukankah Ibu sudah mengajarimu tentang sopan santun dalam berbicara dengan orang lain?"

Merry berjalan mendekati sang puteri, dia tidak bisa membiarkan Liera pergi dari rumahnya dan terus membuat Tuan Grew mendesak dirinya, sekarang waktu tepat untuk

mempertemukan jodoh Liera, mungkin—Merry sendiri belum yakin tapi jika mereka ditakdir bersama Merry tidak akan bisa memisahkan keduanya.

"Ayo ikut, Ibu." Merry menyeret Liera untuk masuk dalam rumah melewati pintu belakang terhubung dengan halaman belakang atau area kolam renang, dia membawa Liera kedalam kamarnya dan menyuruh gadis itu berganti pakaian.

“Ibu, siapa sebenarnya mereka?" Liera menahan diri saat dirinya kembali dibawah keluar setelah mengganti pakaian, dia menahan sang Ibu untuk berhenti melangkah, dan ini pertama kalinya Liera mencoba bersikap tegas walau sebenarnya takut melukai hati sang ibu.

"Liera, kamu ingat saat Ibu. mengajakmu pergi ke sebuah Cafe dan bertemu pria yang duduk disana?"

Tatapan Liera tentu mengarah pada pria paruh baya yang duduk sofa ruang tamu bersama pria yang Lisa hancurkan masa depannya, "Ya, Liera ingat."

"Sebelahnya adalah putranya, dia yang akan dijodohkan dengan Liera"

"Apa!?? Ibu, Liera tidak mengerti? Dijodohkan?"

Merry tahu inilah reaksi pertama yang akan Liera tunjukkan, "Ibu, akan menjelaskan nanti."

Merry kembali menarik Liera untuk berjalan, dia melakukan selain melanjutkan perjodohan konyol yang bodohnya dia setujui begitu saja.

"Ibu--," Liera terpaku saat tatapannya tidak sengaja bertemu dengan pria itu, tatapan begitu dingin dan tajam membuat dirinya tertancap di sana tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya.

"Maaf membuat kalian menunggu."

Merry dan Liera duduk disebrang Tuan Grew dan putranya tentu saja hanya Julian, mereka tidak pernah membawa Sean kemana-pun walau terkadang Sean merengek minta ikut.

"Aku rasa tidak perlu terlalu lama membuat waktu lagi, kau sudah membawa putrimu dan aku juga membawa Julian, yang akan aku jodoh-kan dengan putrimu."

Liera menatap tidak percaya pada sang Ibu, dirinya akan di jodoh? Bagaimana mungkin?

Dirinya bahkan belum melepas pakaian putih abu-abunya.

"Ibu? Aku tidak mengerti" Liera sedikit mengecilkan suaranya saat dia mengajak sang ibu berbicara.

Dan Julian, pria itu hanya diam disana, sekeras apapun dirinya membantah segala aturan sang Ayah itu semakin menyeret Julian kedalam pernikahan yang benar-benar tidak dia butuhkan untuk saat ini.

Karena pernikahan tidak cukup tanpa adanya rasa mencintai walau keduanya mampu.

"Tuan Grew, bisakah anda menunda sampai putriku lulus?"

"Tidak! Aku ingin bulan depan mereka menikah" ucap Tuan Grew penuh dengan ketegasan, dia benar-benar keras pada siapapun walau lawan bicaranya seorang wanita.

"Ayah! gadis itu masih SMA, tidakkah peduli pada pendidikannya? bagaimana jika teman sekelasnya tahu? Dan pikirkan aku juga Ayah! Bagaimana bisa Ayah ingin menjodohkanku dengan gadis SMA?" Ucap Julian, dia meluapkan segalanya.

"Kita bisa melakukan pernikahan ini diam-diam dan ketika lulus baru pernikahan kalian akan diresmikan"

Liera semakin dibuat bingung dengan pembicaraan ini, pernikahan? Perjodohan? Peresmian?

"Maaf, aku menyela pembicaraan ini, aku ingin pergi ke toilet sebentar." Liera segera meninggalkan tempat yang terasa begitu menegangkan dan bernafas saja begitu sulit untuk dirinya.

"Tuan Grew, ini tidak boleh dilakukan, bagaimana nasib putriku? Kelulusannya hanya menunggu tiga bulan lagi dan  setelah lulus aku sendiri yang akan menyerahkan putri-ku pada anda." ucap Merry, dia memikirkan nasib Liera di masa depan, mungkinkah Liera akan menjadi seperti dirinya.

Julian benar-benar muak berada disana mendengarkan perbincangan yang tidak memiliki sedikitpun keuntungan untuknya, saat kedua orang itu lengah Julian memutuskan untuk menemui gadis yang sudah melukai miliknya.

Tepat saat melewati lorong dimana gadis itu pergi, dirinya bertemu dengan gadis itu yang akan melintas, Julian menggunakan kesempatan itu untuk memblokir langkahnya dan menghimpitnya di antara lengan kekarnya.

"A—apa—yang ingin kamu—lakukan?" Liera tentu saja gugup, dia berada diposisi tidak bisa mengelak saat dirinya begitu dekat dengan pria itu, aroma mint memenuhi penciumannya.

"Aku peringatkan, jangan senang dengan perjodohan ini! Karena—," Julian mengandung kalimat dengan sengaja, dia mengangkat dagu gadis itu sampai memperlihatkan area leher mulusnya.

Liera meneguk air liurnya seperti sedang meminum air, tatapan pria itu membuat Liera takut dan mampu untuk menghindar dari dingin sikapnya. "Karena—apa?"

Julian menunjukkan seringainya, jarinya menelusuri dari pipi, bibir, hingga berhenti di dagu Liera dan sedikit menundukkan kepala, tepat berhenti di telinga gadis itu 

"tak ada kebahagian yang kau dapatkan."

Semua lepas bersama dengan berakhirnya kalimat itu, Julian meninggalkan Leira dengan peringatan yang dia buat, padahal Liera belum mengerti apapun tapi pertemuan ini terasa begitu memberikan mimpi buruk akan masa depan.

Liera menatap kepergian itu bagaikan serpihan kepingan kebahagian yang akan segera lenyap saat punggung itu semakin menjauh dan ditelan oleh kegelapan.

'aku harus bagaimana?'

Liera menghapus air mata yang mengalir begitu saja, semua ini masih terasa asing untuk langsung Liera mengerti, padahal kehidupan sebelumnya terasa begitu normal untuk dijalankan tapi sekarang arah kehidupan berubah seperti dunia Liera baru saja kembali berputar, dimana dirinya ada dititik paling bawah dan harus berlari untuk sampai di atas.

Note : Hal salam kenal dari aku, ayo jangan lupa tambhankan cerita ini kke book kalian

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status