Liera dihantar oleh Asyla sampai didepan gerbang rumahnya.
"Asyla, sampah jumpa dan terimakasih." ucap Liera, dia melambaikan tangan di kaca mobil saat mobil Asyla akan segera meninggalkan area rumahnya.
Liera sedikit bingung melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya, itu mirip sekali dengan mobil yang pria tadi menariknya dan seakan pria itu mengenal dirinya.
"Astaga! Apakah itu benar? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Liera menggigit jarinya dengan panik perkataan pria itu benar-benar sulit untuk dirinya mengerti, sesampainya di depan teras rumah Liera sedikit mengintip dari jendela rumahnya.
Dan itu benar! Ada pria itu di sana, duduk bersebrangan dengan ibunya.
"Haruskah aku masuk?" Liera antara takut dan bingung, jika dirinya kabur kemana dirinya akan pergi dan saat dirinya memutuskan untuk masuk apa yang harus Lisa katakan pada ibunya.
Liera tersenyum senang, dia ingat jendela kamarnya tidak pernah terkunci, dia berjalan meninggalkan teras rumahnya, Liera tidak ingin bertemu dengan pria itu apalagi jika Ibunya menanyakan kenapa dirinya telah melukai pria itu.
Namun belum lama Liera melangkah kebelakang suara sang Ibu membuat langkahnya berhenti saat itu juga.
"Liera? Kamu mau kemana?" ucap Merry, untung saja dia keluar saat mendengar suara mobil masuk kedalam area rumahnya, dan benar feeling seorang Ibu tidak pernah salah, walau sebenarnya yang Merry harapkan muncul adalah putri pertamanya.
Tentu saja Merry tidak ingin memberikan Liera untuk di jodohkan, dia masih terlalu muda dan Merry tidak mau kejadian dirinya di masa lalu bisa terulang kembali pada putrinya, apalagi Merry tahu jika Liera tidak akan mudah menerimanya dan bisa kemungkinan Liera akan membenci dirinya seperti Keira.
"Ibu? A-aku—," Liera bingung balas apa saat sang Ibu berdiri tidak jauh dari dirinya, Liera bahkan tidak mau membalik tubuhnya untuk menatap sosok di belakang dirinya.
'apa yang harus aku lakukan?'
"Liera, saat kau berbicara dengan orang lain, tidak baik jika tidak menatapnya, bukankah Ibu sudah mengajarimu tentang sopan santun dalam berbicara dengan orang lain?"
Merry berjalan mendekati sang puteri, dia tidak bisa membiarkan Liera pergi dari rumahnya dan terus membuat Tuan Grew mendesak dirinya, sekarang waktu tepat untuk
mempertemukan jodoh Liera, mungkin—Merry sendiri belum yakin tapi jika mereka ditakdir bersama Merry tidak akan bisa memisahkan keduanya.
"Ayo ikut, Ibu." Merry menyeret Liera untuk masuk dalam rumah melewati pintu belakang terhubung dengan halaman belakang atau area kolam renang, dia membawa Liera kedalam kamarnya dan menyuruh gadis itu berganti pakaian.
“Ibu, siapa sebenarnya mereka?" Liera menahan diri saat dirinya kembali dibawah keluar setelah mengganti pakaian, dia menahan sang Ibu untuk berhenti melangkah, dan ini pertama kalinya Liera mencoba bersikap tegas walau sebenarnya takut melukai hati sang ibu.
"Liera, kamu ingat saat Ibu. mengajakmu pergi ke sebuah Cafe dan bertemu pria yang duduk disana?"
Tatapan Liera tentu mengarah pada pria paruh baya yang duduk sofa ruang tamu bersama pria yang Lisa hancurkan masa depannya, "Ya, Liera ingat."
"Sebelahnya adalah putranya, dia yang akan dijodohkan dengan Liera"
"Apa!?? Ibu, Liera tidak mengerti? Dijodohkan?"
Merry tahu inilah reaksi pertama yang akan Liera tunjukkan, "Ibu, akan menjelaskan nanti."
Merry kembali menarik Liera untuk berjalan, dia melakukan selain melanjutkan perjodohan konyol yang bodohnya dia setujui begitu saja.
"Ibu--," Liera terpaku saat tatapannya tidak sengaja bertemu dengan pria itu, tatapan begitu dingin dan tajam membuat dirinya tertancap di sana tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
"Maaf membuat kalian menunggu."
Merry dan Liera duduk disebrang Tuan Grew dan putranya tentu saja hanya Julian, mereka tidak pernah membawa Sean kemana-pun walau terkadang Sean merengek minta ikut.
"Aku rasa tidak perlu terlalu lama membuat waktu lagi, kau sudah membawa putrimu dan aku juga membawa Julian, yang akan aku jodoh-kan dengan putrimu."
Liera menatap tidak percaya pada sang Ibu, dirinya akan di jodoh? Bagaimana mungkin?
Dirinya bahkan belum melepas pakaian putih abu-abunya.
"Ibu? Aku tidak mengerti" Liera sedikit mengecilkan suaranya saat dia mengajak sang ibu berbicara.
Dan Julian, pria itu hanya diam disana, sekeras apapun dirinya membantah segala aturan sang Ayah itu semakin menyeret Julian kedalam pernikahan yang benar-benar tidak dia butuhkan untuk saat ini.
Karena pernikahan tidak cukup tanpa adanya rasa mencintai walau keduanya mampu.
"Tuan Grew, bisakah anda menunda sampai putriku lulus?"
"Tidak! Aku ingin bulan depan mereka menikah" ucap Tuan Grew penuh dengan ketegasan, dia benar-benar keras pada siapapun walau lawan bicaranya seorang wanita.
"Ayah! gadis itu masih SMA, tidakkah peduli pada pendidikannya? bagaimana jika teman sekelasnya tahu? Dan pikirkan aku juga Ayah! Bagaimana bisa Ayah ingin menjodohkanku dengan gadis SMA?" Ucap Julian, dia meluapkan segalanya.
"Kita bisa melakukan pernikahan ini diam-diam dan ketika lulus baru pernikahan kalian akan diresmikan"
Liera semakin dibuat bingung dengan pembicaraan ini, pernikahan? Perjodohan? Peresmian?
"Maaf, aku menyela pembicaraan ini, aku ingin pergi ke toilet sebentar." Liera segera meninggalkan tempat yang terasa begitu menegangkan dan bernafas saja begitu sulit untuk dirinya.
"Tuan Grew, ini tidak boleh dilakukan, bagaimana nasib putriku? Kelulusannya hanya menunggu tiga bulan lagi dan setelah lulus aku sendiri yang akan menyerahkan putri-ku pada anda." ucap Merry, dia memikirkan nasib Liera di masa depan, mungkinkah Liera akan menjadi seperti dirinya.
Julian benar-benar muak berada disana mendengarkan perbincangan yang tidak memiliki sedikitpun keuntungan untuknya, saat kedua orang itu lengah Julian memutuskan untuk menemui gadis yang sudah melukai miliknya.
Tepat saat melewati lorong dimana gadis itu pergi, dirinya bertemu dengan gadis itu yang akan melintas, Julian menggunakan kesempatan itu untuk memblokir langkahnya dan menghimpitnya di antara lengan kekarnya.
"A—apa—yang ingin kamu—lakukan?" Liera tentu saja gugup, dia berada diposisi tidak bisa mengelak saat dirinya begitu dekat dengan pria itu, aroma mint memenuhi penciumannya.
"Aku peringatkan, jangan senang dengan perjodohan ini! Karena—," Julian mengandung kalimat dengan sengaja, dia mengangkat dagu gadis itu sampai memperlihatkan area leher mulusnya.
Liera meneguk air liurnya seperti sedang meminum air, tatapan pria itu membuat Liera takut dan mampu untuk menghindar dari dingin sikapnya. "Karena—apa?"
Julian menunjukkan seringainya, jarinya menelusuri dari pipi, bibir, hingga berhenti di dagu Liera dan sedikit menundukkan kepala, tepat berhenti di telinga gadis itu
"tak ada kebahagian yang kau dapatkan."
Semua lepas bersama dengan berakhirnya kalimat itu, Julian meninggalkan Leira dengan peringatan yang dia buat, padahal Liera belum mengerti apapun tapi pertemuan ini terasa begitu memberikan mimpi buruk akan masa depan.
Liera menatap kepergian itu bagaikan serpihan kepingan kebahagian yang akan segera lenyap saat punggung itu semakin menjauh dan ditelan oleh kegelapan.
'aku harus bagaimana?'
Liera menghapus air mata yang mengalir begitu saja, semua ini masih terasa asing untuk langsung Liera mengerti, padahal kehidupan sebelumnya terasa begitu normal untuk dijalankan tapi sekarang arah kehidupan berubah seperti dunia Liera baru saja kembali berputar, dimana dirinya ada dititik paling bawah dan harus berlari untuk sampai di atas.
Note : Hal salam kenal dari aku, ayo jangan lupa tambhankan cerita ini kke book kalian
Disinilah Liera, duduk diantara kedua pria itu lagi, sebenarnya setelah kejadian itu, Liera enggan untuk melihat pria yang bernama Julian itu, atau mungkin calon suaminya, ralat! Pria yang bahkan belum Liera bayangkan akan menjadi pendamping hidupnya.Liera hanya diam ketika sang Ibu terus menggenggam tangannya, memaksa Liera untuk terus berada disampingnya padahal Liera tahu hari sudah mulai mendekati tengah malam dan mengingat begitu banyak hal yang harus Liera lakukan, tapi semua ini membuat dirinya tidak memiliki kemampuan untuk pergi.Bagaimana nanti pada akhirnya semua tahu, jika dalam hitungan bulan Liera harus menikah.Dia bahkan tak tahu apapun tentang arti sebuah pernikahan, apalagi menjadi istri yang baik yang baru saja Tuan Grew katakan pada dirinya
Membuka lembaran demi lembaran buku di hadapan Liera, gadis itu tidak bisa fokus pada pelajaran hari ini, matanya memang tertuju pada papan tulis didepan tapi pikiran dan hatinya berada ditempat lain.Perkataan sang ibu masih berputar di kepala terus berputar tanpa henti, hari ini Liera menghindari percakapan yang biasa dia lakukan dengan sang Ibu, memberikan alasan jika dia ingin cepat sampai di sekolah dan membahas beberapa materi dengan teman-temannya.Itu hanya alasan, sebenarnya Liera tak ingin mendengar apapun.Pernikahan?Dan satu fakta yang benar-benar menjadi tanda tanya besar, jika sebenarnya Liera masih memiliki seorang ayah. Tapi kenapa sang Ibu menyembunyikan? Apakah Kakak
Segalanya menjadi kacau, Merry bingung dan juga kesal, keadaan membuatnya selalu ditekan sebuah perjanjian, jika keadaan saat itu Merry tahu jika Tuan Grew akan segera memaksa dirinya memberikan putrinya, mungkin dari awal Merry menolak kerjasama itu.Hari sudah menjelang sore, baik Liera mau Keira keduanya tidak menampakkan sebuah tanda akan pulang, ini jelas menambah beban pikiran Merry saat ini, belum lagi tapi pagi.Liera menghindar untuk bertemu dengannya terus Keira yang pergi begitu saja setelah Merry menjelaskan apa yang terjadi.Dia sudah beberapa kali menghubungi Liera namun tidak sedikitpun putrinya menjawab panggilannya, padahal seharusnya Merry memaksa Keira saja mungkin keadaan tidak akan begitu kacau.
Seminggu berlalu …Terasa cepat namun banyak hal yang terlewatkan, katakan seperti itu. Liera melewati hari dengan pertimbangan tanpa sebuah arti, memikirkannya dalam setiap detik yang terlewatkan dan bertanya apakah semua ini sebuah keputusan nyata? Atau ini hanya ilusi yang tergambar dalam benaknya.Bagaimana, pernikahan ini diputuskan dan akan segera terlaksanakan dalam hitungan hari, awalnya hanya sebuah ucapan lalu berubah menjadi sebuah tanggung jawab, dimana Liera benar-benar mengatakan jika dia siap menikah diusia muda, bahkan seragam putih abu-abu masih dia kenakan.Bukan sang ibu atau sang kakak, namun tuntutan pihak lain membuat Liera terus terseret dalam perj
Hitam dan putih, dua warna yang memiliki arti tersendiri.Keduanya merupakan warna dasar, warna yang jika dicampurkan dengan warna lain tidak akan bisa kembali menjadi putih atau hitam, kedua warna itu juga suatu lambang dari sifat seseorang sesuai pandangan orang lain.Tapi kali ini menurut Liera warna hitam dan putih adalah perbedaan dirinya dengan kehidupannya saat ini, banyak sekali hal yang tidak bisa dirinya mengerti dalam waktu cepat dan hal asing yang terasa sulit diterima.Salah satu contohnya, ketika sang Ibu bertanya apakah dirinya siapa menjadi sebuah tumpuan untuk kehidupan barunya?Jangan-kan untuk menjadi tumpuan, Liera terkadang juga masih butuh tumpuan sang Ibu, lalu kini dia yang harus menjadi tump
Hari itu tiba, dari dimana aku melihat diriku dengan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, menatap diri pada cermin rias dengan seribu pertanyaan.Untuk apa semua ini?Bertanya apakah ini begitu penting untuk kehidupan dimana Liera hanya gadis biasa, yang hanya memikirkan belajar dengan baik, masuk ke dalam perguruan tinggi sesuai harapan, dan berbagi cerita dengan orang terdekat.Tapi? Seakan takdir berkata ‘kau berbeda dengan yang lain’ seakan Liera memang harus menghadapi takdir yang tidak bisa diharapkan dan tidak sedikitpun terlintas dalam pikirannya.Menikah?Dirinya rias dengan penuh kehati-hati, padahal acara ini
Pesta berakhir, Villa dengan lantai dua yang begitu luas untuk ditinggali oleh dua orang, terasa begitu sunyi dan benar-benar hilang suasana, berbeda dengan tadi pagi.Rasanya Liera dikirim ke dalam kastil tidak berpenghuni, dia bahkan tidak bisa menelusuri rumah ini karena begitu menyeramkan jika dilihat pada malam hari, sebagian lantai bawah sudah gelap dan hanya beberapa kamar di lantai dua dibiarkan menyala.Liera masih menunggu Julian keluar dari bathroom, jika diberi kesempatan Liera ingin meminta kamar lain untuk berpisah dengannya, tapi permintaan sang Ibu membuat Liera resah.Bahkan kata ‘malam pertama’ berputar terus dalam pik
Hanya berlalunya satu hari kemarin, keesokkan harinya adalah sebuah lembaran baru dimana Liera bukan lagi gadis manja, statusnya hari ini adalah seorang istri, ketika dia membuka mata dan melihat sebuah punggung pria adalah hal yang akan seterusnya dia lihat, mungkin untuk beberapa waktu. Tidak ada lagi teriakan sang Ibu yang menyuruhnya untuk bangun dari tidur nyenyaknya dan belum sekarang dia menjadi gadis mandiri.Mengibaskan selimut dan mengambil peralatan mandinya, Liera melangkah penuh hati-hati tanpa ingin membangunkan sang suami yang tertidur, pria itu bahkan tidak memakai pakaian atasannya saat tidur, suatu hal asing bagio Liera untuk terbiasa.Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, ini pertama kalinya Liera bangun lebi