Segalanya menjadi kacau, Merry bingung dan juga kesal, keadaan membuatnya selalu ditekan sebuah perjanjian, jika keadaan saat itu Merry tahu jika Tuan Grew akan segera memaksa dirinya memberikan putrinya, mungkin dari awal Merry menolak kerjasama itu.
Hari sudah menjelang sore, baik Liera mau Keira keduanya tidak menampakkan sebuah tanda akan pulang, ini jelas menambah beban pikiran Merry saat ini, belum lagi tapi pagi.
Liera menghindar untuk bertemu dengannya terus Keira yang pergi begitu saja setelah Merry menjelaskan apa yang terjadi.
Dia sudah beberapa kali menghubungi Liera namun tidak sedikitpun putrinya menjawab panggilannya, padahal seharusnya Merry memaksa Keira saja mungkin keadaan tidak akan begitu kacau.
Suara mobil di depan rumahnya mengalihkan perhatian Merry, dia terburu-buru untuk menarik pintu, dan saat itu Merry melihat Liera yang diantar pulang oleh Keira, sebuah pemandangan yang jarang terjadi, dimana putrinya bisa begitu dekat.
Merry memang senyum kaku sekaligus canggung, dia mendekati kedua putrinya. “kalian pulang bersama?”
Liera dan Keira saling bertatapan, namun detik berikutnya Keira segera merangkul Liera dan menunjukkan keakraban yang belum pernah terjadi. “kami habis makan bersama, aku tadi menjemput Liera.”
“Ah! Benarkah? Kenapa tidak mengajak Ibu?” tanya Merry, dia mengatakan dengan suara sedikit gemetar, Merry membukakan pintu untuk kedua putrinya masuk.
“Ibu, bolehkan aku langsung kekamar? Liera ingin segera mandi.” ucap Liera, dia memang wajah terpaksa senyum di dalam rangkulan sang kakak.
“tentu saja, Liera bisa kembali.”
Kini hanya tinggal Keira dan Merry saja yang belum meninggalkan ruang tamu, dengan ragu Merry mendekati Keira yang sedang mengambil minum di dapur.
“bisa kita bicara? Aku rasa masih ada banyak hal yang ingin dikatakan” ucap Merry, dia memulai percakapan dengan pengucapan seperti seorang teman.
“apapun hal yang ingin Ibu katakan tidak akan pernah benar dan salah, karena Liera bukan pihak yang menguntungkan untuk perjanjian ini.” ucap Keira, walau suara begitu kecil tapi itu cukup jelas dan tegas.
“apalagi Liera gadis lugu, hidupnya mudah hancur! Jauh dengan aku yang dibesarkan dengan kenyataan pahit itu!”
“maaf, Ibu tahu salah, tapi Keira—bisakah kamu mengerti? Ibu dipihak antara tidak bisa berbuat banyak”
“aku tadi pergi ke Group JS—,”
“Group—JS?” Merry bergegas mendekati Keira lebih dekat, dia tidak tahu putrinya akan melakukan hal itu setelah mendengarkan penjelasannya, bukankah tindakkan itu terlalu gegabah. Bahkan Keira tidak sepenuhnya mendengarkan penjelasan tentang pria bernama ‘Julian’ itu.
“Ya, aku hanya memastikan jika pria itu bukan pria tua yang mengejar gadis muda, dia memang terlihat lebih tua dari Liera atau bahkan dia melebihi usiaku? Ibu—pikirkan bagaimana Liera nanti?”
“Keira, bisa saja pria itu memang ditakdirkan untukmu.”
“Ibu! Masa depan Liera lebih penting! Jika mereka ditakdirkan bersama—sejauh apapun mereka berbicara pasti akan selalu dipertemukan, aku juga tahu. sudah cukup aku hancur karena perceraian kalian! Liera? Aku tidak akan biarkan itu.” ucap Merry, dia tidak ingin bertengkar dengan Ibunya tapi dia selalu kesal dengan sikap Ibunya. Merry bahkan tidak bisa menepis jika Ibunya tidak pernah ingin tahu kabar dirinya.
Merry menghela nafas, dia memijat keningnya yang terasa begitu pusing, akhir-akhir ini kondisi tidak begitu stabil sehingga tekanan darahnya tidak menentu. “Ibu, hanya ingin melihat kali—,”
Merry jatuh tanpa melanjutkan kalimatnya, Keira yang melihat itu segera menepuk-nepuk wajah sang Ibu sambil memanggil namanya.
“Ibu!!”
“bangunlah!” Liera yang mendengar dari kejauhan juga itu berlari, dia menggunakan ponselnya untuk menghubungi nomor darurat.
“Ibu!”
“Kakak apa yang terjadi? Kenapa—Ibu?” tanya Liera, suaranya begitu terdengar gemetar dan mencoba menahan tangisannya.
“Liera, dengarkan aku, semua akan baik-baik jadi tetap tenang, ayo kita angkat Ibu ke dalam mobilku,” ucap Keira, dia tak tahu pertengkaran ini akan membuat sang Ibu seperti ini. Jadi sebagai kakak dia harus menjadi pihak yang tetap tenang.
Beberapa menit berlalu …
Liera dan Keira duduk berdampingan sambil menunggu di depan ruangan IGD, kedua kakak beradik itu semakin dekat setelah hal sebenarnya tidak sengaja Keira lakukan, awalnya itu bukan sebuah rencana yang Keira ingin lakukan saat setelah mengunjungi Group JS.
Awalnya Keira hanya ingin mengatakan pada Liera jika dia layak untuk menolak perjodohan itu dengan yakin, tapi Keira malah mengubahkan dengan mengajak Liera makna bersama di restoran cepat saji, malah semakin tidak diduga Keira adalah dirinya ternyata begitu menyukai sikap Liera yang baik kepada siapapun.
Membuat Keira menyesal telah membenci Liera karena kesalahan orang tuanya, itu juga tidak sepenuhnya salah Merry, perceraian itu terjadi karena keduanya bersama bukan karena mereka menginginkannya jadi Keira sedikit berfikir dewasa untuk sekarang. Apalagi kasus ini akan turun ke Liera tanpa diduga olehnya.
“Kakak—apakah semuanya akan baik-baik saja?” tanya Liera, saat dirinya terburu-buru ingin meninggalkan ruang tamu sebenarnya Liera hanya ingin tahu apakah Ibunya akan memaksa kakaknya untuk menggantikan diri untuk perjodohan itu. Jadi Liera bersembunyi untuk mendengarkan percakapan mereka, tapi Liera semakin dibuat terluka karena Sang Ibu tetap kuat untuk menjodohkannya, belum lagi fakta bahwa selama ini Ibunya terus berbohong.
Tapi sekarang? Liera bahkan tidak bisa berbohong jika dia juga tidak ingin terjadi apapun pada sang ibu, dan memilih untuk menuruti segala jika itu baik untuk Ibunya maupun orang lain, dalam kata lain Liera bersedia menerima perjodohan itu.
Keira mengangguk “aku yakin, semua akan baik.”
Setelah 20 menit menunggu, akhirnya dokter mengatakan jika kondisi sang ibu sudah kembali normal, dan keduanya boleh melihatnya setelah dipindah keruangan rawat.
Disinilah Liera, dia duduk tetap disamping sang Ibu yang sedang tertidur, wajahnya begitu pucat dan terlihat begitu lelah.
“maafkan Liera, jika saat itu Liera langsung setuju mungkin Ibu tidak akan begitu tertekan,” ucap Liera, dua menggenggam tangan sang Ibu, di dalam hanya ada dirinya karena kakaknya tiba-tiba memiliki kepentingan sehingga membuat harus pergi sekarang juga.
“Liera takut, Liera juga tidak ingin melihat Ibu bersedih sampai seperti ini, dahulu apapun yang Ibu katakan Liera selalu menurutinya dan menerimanya, sekarang? Apakah Liera menjadi anak yang nakal?”
Merry membuka kedua matanya, hal pertama yang dia lihat adalah wajah sedih Liera, putrinya menangis sambil menggenggam tangannya. “kenapa kamu menangis? Apa yang membuat putriku menangis?”
Liera menghapus air matanya, “Ibu, aku bersedia menikah.”
Merry mengerutkan keningnya, dia bingung dengan ucapan Liera yang begitu tiba-tiba seperti ini “Liera—,”
“Tidak! Liera serius, Lisa mau menikah dengan pria itu, Liera akan belajar menjadi istri yang baik, lagipula Ibu selalu mengatakan ingin melihat putrinya menikah bukan?” ucap Liera, dia mengatakan semua dengan wajah yang senang dan menambahkan senyuman diselanya.
Meyakini jika dirinya tidak bersalah.
“Liera—pernikahan tidak semudah yang kamu pikirkan, bahkan kamu tidak mengenal pria itu, kalian baru bertemu beberapa kali.”
“Tidak, aku pernah bertemu dengannya sebelum perjodoh ini, seperti di toko bunga dan pulau waktu itu, dia pria yang aku selamatkan saat akan bunuh diri.” ucap Liera, sebenarnya Liera memang tahu siapa pria itu tapi tidak bisa dikatakan Liera sangat mengenalnya, bahkan pertemuan mereka tidak terjadi berulang kali, hanya beberapa kali saja.
Merry tidak langsung merespon, hal yang dikatakan Liera itu juga tidak terlalu baik, karena Merry tahu betapa takutnya Liera saat dirinya menemukan Liera bersama Julian saat itu di pantai, dia bahkan menghindari saat Han mengajaknya berbicara.
“kita bisa membicarakannya lain kali.”
Seminggu berlalu …Terasa cepat namun banyak hal yang terlewatkan, katakan seperti itu. Liera melewati hari dengan pertimbangan tanpa sebuah arti, memikirkannya dalam setiap detik yang terlewatkan dan bertanya apakah semua ini sebuah keputusan nyata? Atau ini hanya ilusi yang tergambar dalam benaknya.Bagaimana, pernikahan ini diputuskan dan akan segera terlaksanakan dalam hitungan hari, awalnya hanya sebuah ucapan lalu berubah menjadi sebuah tanggung jawab, dimana Liera benar-benar mengatakan jika dia siap menikah diusia muda, bahkan seragam putih abu-abu masih dia kenakan.Bukan sang ibu atau sang kakak, namun tuntutan pihak lain membuat Liera terus terseret dalam perj
Hitam dan putih, dua warna yang memiliki arti tersendiri.Keduanya merupakan warna dasar, warna yang jika dicampurkan dengan warna lain tidak akan bisa kembali menjadi putih atau hitam, kedua warna itu juga suatu lambang dari sifat seseorang sesuai pandangan orang lain.Tapi kali ini menurut Liera warna hitam dan putih adalah perbedaan dirinya dengan kehidupannya saat ini, banyak sekali hal yang tidak bisa dirinya mengerti dalam waktu cepat dan hal asing yang terasa sulit diterima.Salah satu contohnya, ketika sang Ibu bertanya apakah dirinya siapa menjadi sebuah tumpuan untuk kehidupan barunya?Jangan-kan untuk menjadi tumpuan, Liera terkadang juga masih butuh tumpuan sang Ibu, lalu kini dia yang harus menjadi tump
Hari itu tiba, dari dimana aku melihat diriku dengan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, menatap diri pada cermin rias dengan seribu pertanyaan.Untuk apa semua ini?Bertanya apakah ini begitu penting untuk kehidupan dimana Liera hanya gadis biasa, yang hanya memikirkan belajar dengan baik, masuk ke dalam perguruan tinggi sesuai harapan, dan berbagi cerita dengan orang terdekat.Tapi? Seakan takdir berkata ‘kau berbeda dengan yang lain’ seakan Liera memang harus menghadapi takdir yang tidak bisa diharapkan dan tidak sedikitpun terlintas dalam pikirannya.Menikah?Dirinya rias dengan penuh kehati-hati, padahal acara ini
Pesta berakhir, Villa dengan lantai dua yang begitu luas untuk ditinggali oleh dua orang, terasa begitu sunyi dan benar-benar hilang suasana, berbeda dengan tadi pagi.Rasanya Liera dikirim ke dalam kastil tidak berpenghuni, dia bahkan tidak bisa menelusuri rumah ini karena begitu menyeramkan jika dilihat pada malam hari, sebagian lantai bawah sudah gelap dan hanya beberapa kamar di lantai dua dibiarkan menyala.Liera masih menunggu Julian keluar dari bathroom, jika diberi kesempatan Liera ingin meminta kamar lain untuk berpisah dengannya, tapi permintaan sang Ibu membuat Liera resah.Bahkan kata ‘malam pertama’ berputar terus dalam pik
Hanya berlalunya satu hari kemarin, keesokkan harinya adalah sebuah lembaran baru dimana Liera bukan lagi gadis manja, statusnya hari ini adalah seorang istri, ketika dia membuka mata dan melihat sebuah punggung pria adalah hal yang akan seterusnya dia lihat, mungkin untuk beberapa waktu. Tidak ada lagi teriakan sang Ibu yang menyuruhnya untuk bangun dari tidur nyenyaknya dan belum sekarang dia menjadi gadis mandiri.Mengibaskan selimut dan mengambil peralatan mandinya, Liera melangkah penuh hati-hati tanpa ingin membangunkan sang suami yang tertidur, pria itu bahkan tidak memakai pakaian atasannya saat tidur, suatu hal asing bagio Liera untuk terbiasa.Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, ini pertama kalinya Liera bangun lebi
Disebuah universitas besar di pusat kota, hanya orang-orang yang memiliki kecerdasan dan prestasi yang mampu masuk ke Universitas itu. Siapa yang tidak tahu 'Universitas London' tempat dimana semua siswa SMA ingin mengejar impiannya dan membanggakan orangtuanya, bukan hanya itu Universitas ini memiliki beasiswa yang bisa membiaya siswa sampai S3 jika masuk dalam seleksinya siswa terbaik. Dan tentu saja ada asrama untuk siswa yang tinggal jauh diluar kota ini dengan fasilitas lengkap.Dan ini merupakan salah satu Universitas yang ingin Liera pilih.“Kau datang terlambat?” tanya salah satu teman bangkunya, dia menatap kearah pria yang memakai kemeja kotak.“Seperti biasa aku mengikut
Beberapa hari berlalu.Dua hari Julian mendadak pergi untuk urusan pekerja di luar negeri, aneh tapi Liera sedikit merasa kehilangan, biasanya dirinya akan mendengarkan suara yang terkadang terdengar lembut dan juga kasar. Mungkin karena efek sudah terbiasa jadi Liera tidak terlalu membebani hal yang Julian lakukan.Hari terlewat lima hari, tapi rasanya sudah sebulan dia berada disini, selama dua hari itu juga Liera melewatkan banyak hal tanpa Julian. bangun, menyiapkan sarapan, pergi ke sekolah sendiri, belum lagi ketika pelajaran tambahan, Liera bahkan bisa hanya makan malam saja.Seperti hari ini dia masih sulit mengumpulkan niat untuk mengisi tenaganya, Liera ingin sekali mengh
Pukul 3 sore.Liera dan Julian dalam perjalanan menuju sungai di pinggiran kota London, lokasi ini cukup menyenangkan untuk sekedar menikmati udara sore dan melepaskan penatnya hari.Banyak sekali warga yang senang pergi kesana dan menjadi salah satu tempat rekomendasi untuk para turis yang berkunjung, sebenarnya rencana ini tidak pernah sepintas dalam pikiran Julian, dia juga tidak pernah akan mengabaikan pekerjaannya hari ini.Dia melakukannya atas keinginan hatinya, karena belum pernah ada kenangan yang terbuat, apalagi mereka baru menikah segalanya terasa indah jika dilakukan bersama, Julian merasakan itu dan entah kenapa dia ingin sekali bersama L