Share

episode 3

26 Agustus 2020

Episode 3

Ivan Maulana Rikzy menatap dingin Sang adik, ia merasa dipermainkan oleh adiknya, meninggalkan pekerjaan yang menumpuk hanya untuk menyelamatkan Sang adik, tapi kenyataannya tidak terlihat adanya perampokan, gadis itu juga terlihat baik-baik saja,”Tidak perlu bertele-tele, katakana!” perintahnya tanpa mau dibantah. Senyum gadis kecil itu luntur, tubunya gemetar karena bentakan kakakknya, ia tahu dirinya sudah membuat Sang kakak kesal karena merasa dipermainkan olehnya, waktu yang dimiliki kakaknya harus terbuang hanya karena permainannya.

Zein tak tega melihat istrinya dibentak oleh Sang kakak, ia menyadari apa yang dilakukan gadis itu semua hanya karena ingin yang terbaik untunya dan ingin selalu membantunya, tapi dia juga sangat sadar bahwa seorang Maulana Rizky tidak suka dipermainkan,”Maaf, kakak ipar. Biar saya yang menjelaskan.” Pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Sang istri yang terlihat diam membeku.

Maulana dan Arsy mengalihkan perhatiannya pada pria itu,”Perusahaan kami sekarang mengalami kemunduran bahkan terancam bangkrut, sedangkan perampok yang dimaksud istriku adalah penggelapan dana sebesar 8 miliar. Kalau terus keadaan semacam ini tidak segera diatasi, perusahaan kami sudah pasti akan mengali kebangkrutan, lagi pula bukankah sekarang 49 % saham perusahaan Surya Group sudah menjadi milik kakak ipar, jadi bukankah tidak ada salahnya jika Maula Group membantu Surya Group,” jelasnya. Tangannya terulur untuk merangkul bahu istrinya.

Maulana tersenyum sinis mendengar penjelasan adik iparnya, kemunduran bahkan nyaris bangkrutnya perusahaan Surya Group tentu saja karena campur tangannya, semua awal dari pembalasan atas setiap penghinaan yang diberika keluarga Surya pada adiknya,”Bantuan apa yang kau inginkan?”.

“Bersediakah kakak ipar memberikan suntikan dana untu perusahaan Surya Group?” tanya Zein penuh harap.

“Berikan jaminan yang menjanjikan, jika tawaranmu memuaskan berapapun dana yang kau butuhkan akan aku berikan.” Maulana tersenyum angkuh, matanya teralih pada Sang adik yang masih terlihat ketakutan, tapi sekarang gadis itu terlihat tak percaya padanya, ya mungkin saja karena dirinya memberi penawaran yang menurut adik kecilnya itu tidak masuk akal mengingat bahwa mereka adalah keluarga, tapi dia sama sekali tak perduli, keluarga Surya tidak pernah menganggap gadis itu sebagai keluarga melainkan penipu, jadi dipikirnya kebaikan dan kemurahan hati tidak cocok untuk Surya Group.

“Kak, Lana. Zein adalah suamiku, artinya dia adalah adik iparmu.” Arsy mencoba membujuk kakaknya dengan mengingatkan hubungan kekeluargaan mereka, dia tidak ingin suaminya berada dalam masalah.

“Aku berbisnis, Arsy. Bukan bersedekah, dan aku tidak memandang hubungan status kekeluargaan.” Maulana menatap tajam adiknya, bagaimana mungkin gadis itu bisa senaif itu, tidakkah dia dapat membuka matanya, semua air mata dan penghinaan yang keluarga Surya berikan padanya adalah karena ketidak mampuan Zein dalam menjaganya sebagai seorang istri yang harus dilindungi dan dihormati.

Nyut…

Bruk…

Maulana menjatuhkan tubuhnya di atas kedua lututnya ketika merasakan nyeri hebat dikepalanya, ia tak habis pikir kenapa penyakitnya selalu saja mengganggu disaat yang tidak tepat, misalnya saat seperti ini, di depan adik dan adik iparnya penyakitnya juga seakan memberi peringatan padanya agar tidak bersikap sombong, tangannya memegangi kepala yang terasa mau pecah.

Zein, Arsy dan Satria terkejut melihat seorang Maulana berlutut dihadapan seseorang, Zein hampir saja mengulurkan tangannya untuk membantu kakak iparnya berdiri tapi pria itu keburu bangkit duluan, ia berusaha menyembunyikan rasa sakit yang kini mendera dirinya,”Pikirkan itu, Zein.” Maulana segera pergi meninggalkan kantor adik iparnya. Langkah yang tak mampu tegap, tubuh yang terasa lemas hingga terkadang harus bersandar di dinding agar tak jatuh tersungkur, hatinya kesal dan sedih, tubuhnya sekarat bahkan tak yakin dapat terselamatkan.

Pria itu berdiri di tepi jalan raya, matanya mendongak keatas memandang langit yang nampak mendung, hujan turun mengguyur tubuh ringkihnya seakan langit juga ikut menagis melihat seorang yang terlihat tegar namun sebenarnya tak lebih dari manusia sekarat yang menunggu ajal menjemput setiap saat.

Ada suka dan duka,,,

Tak semua indah ada tangis dan tawa,,,

Tatapan matanya nampak kosong, tubuhnya basah kuyup hatinya hancur, langkahnya menyusuri sepanjang jalan tanpa berniat menghentikan satu mobilpun atau menggunakan mobil pribadi walau sekedar meringankan rasa lelah dan sakit yang dialaminya.

Tuhan aku takut dengan semua ini,,,

Tuhan aku tak tahan dengan ujian ini,,,

Sejenak Maulana menhentikan langkahnya, matanya menatap keangakasa seakan dia melihat Tuhan berada di atas sana…

Tuhan aku takut dengan semua ini,,,

Tuhan aku tak tahan dengan ujian ini,,,

Dengarlah Tuhanku,,,

Izinkahlah aku,,,,

Berikan sedikit lagi waktu untukku,,,

Ku ingin melihatnya hidup bahagia,,, didalam hidupku ada suka dan duka, tak semua indah ada tangis dan tawa,,,

Bruk…

Tak sanggup menahan rasa sakit yang terus mendera kepalanya, pedih batinnya serta tubuh yang sudah kedinginan, Maulana pingsan di tengah jalan.

***

Arsy terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada kakaknya, kenapa pria itu tiba-tiba saja terjatuh di atas lututnya, sedangkan Satria justru berpikir hal yang mustahil, dia mengira Maulana sangat ingin memberikan pinjaman dana pada bossnya hingga berlutut agar Sang boss mau menerima uluran tangannya. Zein melirik sahabatnya, ia yakin pria itu pasti sudah berpikir tidak masuk akal, semoga tidak akan berpikir kalau seorang Maulana agar berlutut padanya hanya karena agar dirinya mengizinkan pria itu mengulurkan bantuan untuknya, sangat mustahil.

“Jangan pernah berpikir kalau seorang Maulana akan tunduk terhadapku, Satria. Sehingga dia harus repot-repot berlutut padaku seperti yang tadi kau lihat.” Matanya menatap sahabatnya penuh curiga.

Satria menelan ludahnya sendiri, tenyata bossnya mampu membaca jalan pikirannya, perlahan ia menolehkan wajahnya pada Sang bossnya yang masih memandanginya, tapi kalau tidak ingin bantuannya disetujui kenapa harus berlutut,”Kalau begitu, kenapa dia sampai harus berlutut di depanmu, Zein? Kalau memang bukan karena sangat ingin kau menerima uluran tangan darinya.”

Zein bisa gila kalau menghadapi pemikiran tidak masuk akal seperti ini, mungkinkah dia terlihat seperti seorang suami yang harus rela merayu istrinya hingga harus berlutut agar Sang istri bersedia dinafkahinya? Tapi kalau memang bukan karena itu, artinya kakak iparnya sedang sakit, terlihat dari wajahnya yang berubah pucat bersamaan dengan tubuhnya yang terjatuh.

“Kak Lana tidak akan melakukan itu hanya agar Zein menerima bantuannya, tapi dia merahasiakan sesuatu, apa mungkin kakakku sedang sakit?” Arsy memandangi pintu ruangan suaminya, dimana tubuh kakaknya mengilang dibalik pintu terebut, ia masih ingat bagaimana pucatnya wajah Sang kakak, hatinya benar-benar sangat khawatir dengan kondisi kakaknya.

“Apa? Pemikiranmu sungguh aneh, nyonya kecil.” Satria menatap remah gadis itu.

“Itulah perbedaan antara orang dungu dengan yang bisa berpikir dengan baik.” Zein menatap sahabatnya saat menyebut kata dungu. Satria mendelik galak mendengar bossnya menyebutnya dungu, kenapa juga pria itu harus menyebutnya dungu, bukankah itu wajah ibarat kata seseorang akan melakukan apa saja asal impiannya tercapai, tapi bukan impian membantu musuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status