Share

4. Aku gak Suka.

Besok Malamnya, pukul 19:00 di restoran hotel bintang lima. Sebuah ruangan VVIP sudah di siapkan khusus untuk pertemuan antar dua keluarga itu.

Hotel ini adalah salah satu hotel mewah milik keluarga Prasetyo Diningrat. Kedua belah pihak keluarga sudah berkumpul di sana untuk membahas pasal perjodohan putra-putri mereka, kecuali Deren.

"Bagaimana kalau kita makan dulu, mungkin sebentar lagi Deren akan datang," ujar Jane merasa tak enak hati. Jane adalah istri Prasetyo dan ibu kandung Deren, sudah pasti lah.

Prasetyo menjentikkan jarinya dan pelayan segera datang membawa buku menu. Prasetyo dan Jane memesan makanan yang sama, yaitu steak tenderloin tak lupa juga meminta waiters itu membawakan wine.

Sedangkan Satrio dan Arumi sama-sama memesan spageti carbonara.

"Kalau Azel, mau pesan apa sayang?" tanya Jane ramah.

"Bakso sama es teh."

Hah?

Semua mata tertuju pada Azel, mereka menatap dengan tatapan tak percaya. Bahkan pelayan hotel sempat menahan tawa karena mendengar pesanan gadis itu. 

'Secara gitu neng! ini kan Hotel mewah yang berkelas, bintang lima lagi. Masa iya pesen bakso sama es teh, kan nggak etis.' pikir pelayan lelaki itu.

Azel menoleh dan menatap si pelayan hotel, dengan dingin ia berkata, "Kenapa? Nggak ada?" Sorot tatapan tajam yang menghunus, membuat pelayan itu langsung gemetar.

"Ada! Bakso ada," jawab pelayan itu cepat, karena gugup.

"Ya sudah, sana siapin," kata Azel ketus dan membuat pelayan itu langsung undur diri dari ruangan itu. 

Salah siapa membuat nona besar ini kesal menunggu, mesti tak bisa mengeluarkan emosinya secara langsung di depan orang tua ini. Bagaimana pun, Azel harus melampiaskan emosinya agar tak berakar di dalam hati.

Kurang dari 30 menit, beberapa pelayan memasuki ruangan dengan membawa nampan berisi pesanan tadi, termasuk bakso dan es teh. 

"Terima kasih," ucap Azelia. "Buat kamu." Azel memberikan 2 lembar uang kertas seratus ribuan yang baru ia ambil dari dompetnya. "Maaf ngerepotin," imbuhnya lagi.

Pelayan pria itu tersenyum senang lalu berkata. "Terima kasih, Non."

"Sama-sama," jawab Azel ramah. Azel sadar jika tindakannya tadi sudah membuat repot pelayan pria itu. Pasti tidak mudah mendapatkan bakso dalam waktu 30 menit, Azel menghargainya.

Prasetyo dan Jane tersenyum melihat tindakan Azel itu. Keduanya tidak menyangka jika Azel akan memberikan uang tip kepada pria tadi.

Di mata Prasetyo dan Jane, Azel adalah sosok wanita ideal yang sangat cocok untuk putranya, Deren. 

Oh iya, Deren?

Sampai semua orang selesai makan pun, laki-laki itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Orang tuanya sampai harus beberapa kali meminta maaf dan memohon agar sekeluarga itu mau menunggu sebentar lagi. 

Sayangnya, sampai waktu menunjukkan pukul 22:00, Deren belum juga datang. Padahal Jane sudah menghubungi putranya itu sampai puluhan kali, namun tak juga di angkat.

Azel menguap. Ia sengaja memperlihatkan kepada semuanya, agar mereka sadar jika ini sudah waktunya untuk pulang dan tidur. 

Saat melihat putrinya menguap bebas tanpa sungkan. Arumi membulatkan matanya ke arah Azel dengan sedikit teguran. "Di tutup, Zel!" Lalu Arumi menunjukkan senyum sungkan kepada dua sahabatnya itu.

Jane yang melihat jadi tak enak hati. Ia menatap Prasetyo penuh tanya, 'Bagaimana ini?'

Dan akhirnya suaminya buka suara juga untuk meminta maaf atas ketidak hadiran putranya. Prasetyo dan Jane merasa malu sekali saat ini, pasalnya mereka lah yang meminta perjodohan ini dan meminta bertemu.

Namun anak sulungnya itu tak menampakkan diri sama sekali, sunguh mau di letakkan dimana muka mereka sekarang.

"Tidak apa-apa, Pras. Mungkin Deren lagi sibuk sama kerjaannya, sampai tidak bisa datang," ujar Satrio pengertian. "Kita bisa lakukan lain kali, dan mungkin biarkan Azel dan Deren saja yang bertemu." Kata Prasetyo dan langsung di setujui oleh semua orang kecuali putrinya sendiri.

"Kayaknya nggak perlu deh, Yah." Azel mendapat tatapan heran dari semua orang. "Kalau nggak bisa lihat orangnya langsung, lihat fotonya juga nggak apa-apa ... biar aku pertimbangkan mau ketemu dia lagi atau tidak." Azel tidak beralih dari tatapan semua orang, ia dengan berani mengutarakan pikirannya.

"Ada, tunggu sebentar." Jane membuka layar screen lock ponselnya. Ia membuka galeri dan mencarikan foto Deren yang menurutnya paling bagus dan terlihat tampan. "Ini, kamu bisa lihat," ujar Jane sembari memberikan ponselnya kepada Azel.

Azel tersenyum dan diraih ponsel itu. Matanya membulat kala melihat foto Tante Jane dengan laki-laki yang sedang tersenyum memeluk wanita itu.

Ia diam sejenak sebelum akhirnya berkomentar. "Ini anak tante?" tanyanya memastikan, padahal jawabannya sudah jelas.

"Iya," jawab Jane. "Itu Deren anak pertama tante. Gimana? ganteng, kan?" imbuhnya antusias. "Anaknya juga baik." pujinya lagi.

"Um. Yaa...." jawab Azel dengan senyuman yang dipaksakan. "Sayang banget, kenapa harus dia?" imbuhnya lagi dalam hati, lalu dikembalikan ponsel itu kepada Tante Jane.

"Karena sudah malam, sebaiknya kita akhiri dulu pertemuan ini." Prasetyo buka suara.

"Iya, menurutku juga begitu." Kata Satrio.

"Besok atau kapan, Tante akan suruh Deren minta maaf langsung sama Azelia. Azelia mau kan kalau diajak makan malam?" tanya Jane sebelum semuanya pergi.

"Insyaallah, Tante. Azel nggak janji."

Jane hanya bisa tersenyum mendengar jawaban dari Azel. Ia berharap sekali jika Deren bisa segera menikahi gadis cantik ini.

***

Di kediaman keluarga Satrio.

Azel lebih dulu turun dari mobil, ia berjalan dengan cepat memasuki rumah. Saat di perjalanan pulang, Azel sudah bilang jika ia tidak ingin menikahi anak sahabat ayahnya itu. Namun, ayahnya berkata untuk berdiskusi ketika mereka sampai di rumah.

Azel duduk di ruang TV, menunggu orang tuanya dengan kesal. Tetapi ia tetap berusaha tenang dan bersikap sopan, walaupun begitu keduanya adalah orang tuanya.

Orang tua yang di tunggu Azel akhirnya datang. Keduanya duduk di sofa untuk memulai berdiskusi dengan putri mereka.

"Aku nggak mau nikah sama laki-laki itu .... Tidak akan! dan nggak akan pernah," jelas Azel setelah orang tuanya tiba dan sudah duduk di sofa panjang ruangan tv.

Satrio mengerutkan alisnya. "Beritahu Ayah, apa alasannya?" tanya Satrio ingin tau, ia penasaran sekali kenapa lagi-lagi putrinya itu menolak untuk menikah dengan Deren.

Padahal kemarin putrinya bilang akan setuju, tapi sekarang dia kembali menolak tanpa alasan. Apa yang sebenarnya anak ini pikirkan?

Arumi melihat putrinya, bingung. "Katakan, Zel. Bunda juga ingin dengar." Arumi juga sama penasarannya seperti suaminya saat ini.

Dengan sorot mata teduh, gadis cantik itu berkomentar. "Dia itu nggak baik! Dia galak! Dia juga jahat! Azel gak suka," terangnya.

Untuk sesaat, orang tuanya hanya diam. Sementara otak mereka bekerja, mencoba untuk mencerna setiap kata yang putrinya katakan.

Sepersekian menit kemudian, akhirnya Arumi buka suara. "Kamu tau dari mana? Kamu saja belum pernah bertemu dengan Deren, kan?" tanya Arumi lembut..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status