Stecy menolak permintaan paman dan bibinya yang menyuruh dirinya agar tak usah bekerja lagi. Tapi Stecy jelas menolaknya karena tak ingin jika hanya menumpang begitu saja.
Lagian dia juga harus punya pekerjaan agar ada alasan untuk tetap bertahan disini. Di kota ini.
Stecy pasrah jika memang ia dipecat oleh Galuh. Ia juga tak akan memaksa Galuh untuk mempertahankannya, toh ia juga merasa kasihan pada mbok Asri. Sepertinya wanita paruh baya itu terlihat sangat membutuhkan pekerjaan. Lagian mbok Asri juga pilihan dari mamanya Galuh.
Tapi satu yang tak Stecy mengerti dari Galuh. Kenapa pria itu meminta dicarikan seseorang yang setengah tua untuk bekerja di rumahnya? Memangnya kenapa dengan yang muda?
Dan Galuh menerima dirinya ini yang masih muda, apakah benar atas dasar karena rasa kasihan saja?
Ah, nanti akan Stecy tanyakan jika ia bertemu dengan Galuh.
"Ndok, kok termenung?" tanya bu Mutia mengaggetkannya.
Stecy ters
Saat hari libur tiba Stecy sedikit canggung bekerja di bawah pengawasan langsung oleh sang pemilik rumah. Apalagi hanya berdua di rumah itu, rasanya Stecy tidak begitu bebas beraktivitas.Galuh yang dapat melihat itu semua pun mencoba memberi pengertian pada Stecy."Santai saja," ucapnya tiba-tiba. "Kalau memang kamu merasa gak nyaman karena kehadiran saya di rumah ini. Oke, saya bisa pergi sampai kamu selesai mengerjakan semuanya.Dan tanpa menunggu jawaban Stecy, Galuh langsung beranjak pergi meninggalkan rumah.Namun sepertinya keputusan Galuh pergi salah bagi Stecy. Sebab tak lama setelah Galuh pergi ada dua orang tamu tak di undang datang.Stecy menatap bingung dua wanita cantik di hadapannya. Yang satu wanita dewasa dengan dandanan yang terlihat anggun dan seksi. Sementara yang satunya adalah gadis kecil yang kira-kira kalau Stecy taksir umurnya sekitar delapan tahunan."Kamu siapa?" tanya wanita itu yang
Hari libur telah berakhir, dan Galuh sudah kembali bekerja seperti biasanya. Tinggallah di rumah hanya ada Stecy dan Miyara. Sedari pagi tadi gadis kecil terlihat sudah merecoki Stecy. Minta inilah, minta itulah. Dan semuanya harus Stecy lakukan cepat.Stecy lelah, teramat sangat lelah dibuat Miyara yang sepertinya sengaja ingin mengerjainya.Gadis kecil itu bahkan beralasan tak masuk sekolah karena katanya kurang enak badan. Galuh yang mempercayai alasan anaknya itu pun menurut. Jadilah Miyara di rumah satu harian ini dengannyaStecy!" jerit Miyara memanggil namanya untuk yang kesekian kalinya.Stecy yang masih sibuk di dapur pun lari tergopoh-gopoh ketika mendengar namanya dipanggil."Aku lapar," kata Miyara merengek pada Stecy."Iya, ini Kakak juga lagi masak untuk makan malam sayang. Tunggu sebentar ya," pinta Stecy meminta Miyara untuk bersabar menunggu sedikit lagi.Sayangnya Miyara menggelengkan kepalanya sera
"Papa, aku ingin diantar sama Kak Stecy ke sekolah." pinta Miyara pada Galuh yang terkejut. Begitu pun Stecy yang juga terkejut luar biasa."Loh, kenapa gitu sayang?""Iya, kepingin aja diantar sama Kak Stecy ke sekolah." kata Miyara beralasan."Boleh ya, Pa?" bujuk Miyara dengan binar matanya yang memohon.Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin Galuh sanggup menolaknya. Galuh pun tersenyum mengangguk sembari membelai lembut surai hitam panjang nan lebat milik sang anak."Tentu saja boleh sayang. Tapi, Kak Stecy-nya mau gak?"Miyara menoleh pada Stecy yang mulai merasakan firasat tak enak jika berhubungan dengan Miyara."Kak Stecy mau kan anterin aku ke sekolah?" bujuk Miyara dengan nada yang lembut dan terdengar menggemaskan.Galuh ikut menatap Stecy, ia berharap Stecy mau menuruti permintaan anaknya. Semoga saja."Aduh, gimana ya, Kakak banyak kerjaan setelah ini. Kalau antar kamu jug
"Bagaimana sekolah hari ini?" tanya Galuh pada putrinya ketika makan malam tiba.Miyara menghela nafas kesal, "Papa, apa tidak ada pertanyaan yang lain untuk ditanyakan?""Loh, kok gitu? Memangnya kenapa dengan pertanyaan Papa tadi? Apa salah?""Bukan, hanya saja Miyara bosan mendengar pertanyaan seperti itu." sahut Miyara menjelaskan."Mama dan Papa selalu bertanya begitu," Miyara cemberut.Stecy yang berdiri disana menjadi tak nyaman, ia berniat ingin pergi dengan alasan pamit pulang saja. Namun Galuh mencegahnya dan bertanya apakah Stecy sudah makan malam.Stecy pun berbohong, ia menganggukkan kepalanya namun Galuh terlihat tak percaya."Kenapa wajahmu terlihat pucat," ucap Galuh membuat Stecy panik dan menyentuh wajahnya."Nggak apa-apa Pak, mungkin karena masih capek aja." cengirnya.Galuh mengangguk dan mengajak Stecy untuk ikut bergabung makan malam bersama dengannya dan M
Stecy tak percaya jika gadis kecil itu kembali berulah. Terniat banget Miyara ingin menyusahkannya, lihatlah pagi-pagi sekali Miyara sudah heboh sendiri merengek-rengek pada Galuh untuk membelikannya sebuah sepeda dan juga sepeda motor.Saat ditanya Galuh untuk apa, dengan entengnya Miyara menjawab untuk Stecy belajar. Sontak saja Stecy yang mendengar itu jadi kaget, tak menyangka bahwa Miyara akhirnya benar-benar meminta itu."Iya, akan Papa belikan. Tapi belinya bertahap ya sayang," kata Galuh mencolek hidung mungil Miyara."Iya kapan belinya Pa?""Nanti sayang.""Nantinya itu kapan Pa? Pagi, siang sore atau malam?" tanya Miyara menuntut kepastian."Astaga, putriku!" pekik Galuh terkekeh. "Pokoknya nanti akan Papa belikan. Sayang, memangnya kamu gak percaya sama Papa ya?""Bukan gitu Papa, Miyara cuma mau kepastiannya aja. Soalnya Miyara udah gak sabar untuk di antar jemput sama Kak Stecy selama disini." Miya
Galuh menggelengkan kepalanya kuat, ia merasa tak terima dengan ucapan Stecy barusan."Nggak Stecy, saya gak mau kamu berhenti bekerja hanya karena masalah ini." ucap Galuh."Dengar, saya akan membujuk Miyara." katanya berbisik di telinga Stecy yang menggeleng."Bapak gak perlu ngelakuin itu, karena ini memang sudah pilihan saya.""Dan kamu pikir saya akan langsung menyetujuinya gitu? Enggak Stecy, saya gak izinin kamu untuk berhenti bekerja.""Kenapa?" tanya Stecy kaget dengan Galuh yang bersikeras menolak keputusannya yang ingin berhenti bekerja.Galuh pun terdiam, merasa dirinya tersudut dengan ucapannya sendiri. Stecy yang penasaran pun kembali bertanya."Apa alasan Bapak sampai segitunya ingin mempertahankan saya tetap bekerja disini? Padahal kan ini sudah keputusan saya sendiri.""I-iya gak ada alasan. Saya hanya tidak ingin kamu berhenti bekerja saja." ucap Galuh terbata. Terlalu
Beberapa hari kemudian....Kondisi kesehatan mama Galuh sudah lumayan membaik, dan beliau juga sudah di perbolehkan pulang. Baik Galuh maupun Miyara tentu saja senang mendengar ini.Hubungan antara Stecy dan Miyara juga sudah lebih dekat dari yang biasanya seiring berjalannya waktu kebersamaan mereka berdua.Seperti siang ini, selepas pulang sekolah Miyara minta untuk dibuatkan makanan yang berkuah pada Stecy. Dan dengan senang hati Stecy menurutinya.Baginya, asalkan Miyara tak berulah menjahilinya maka ia akan merasa nyaman dan tenang."Sayang! Ini makan siangnya udah siap." ucap Stecy sedikit menjerit memanggil Miyara dengan sebutan sayang.Stecy tentu sudah tak canggung lagi memanggil anak Galuh dengan sebutan itu sedari awal mereka bertemu. Awalnya dulu Miyara sempat marah saat Stecy memanggilnya sayang, tapi sekarang tidak.Beberapa menit berlalu dan Miyara belum juga muncul ke ruang makan. Stecy yang gel
Dua minggu sudah berlalu dan kini waktunya bagi Miyara untuk kembali ke pelukan sang mama. Fayla pagi-pagi sekali sudah datang ke rumah Galuh, dengan tujuan untuk mengambil Miyara.Stecy yang saat itu belum datang pun tentu tidak tahu jika Miyara sudah diambil kembali oleh sang ibu. Jadi begitu ia baru sampai terkejut tak mendapati sosok Miyara dimana pun."Cari apa?" tanya Galuh penasaran."Ada yang hilang Pak.""Hah? Apa?!" Galuh mendelik kaget mendengarnya. "Apa yang hilang memangnya?""Miyara Pak," sahut Stecy dengan mata berkaca-kaca."Miyara?""Iya Pak, Miyara hilang. Ya ampun! Kok Bapak gitu doang sih reaksinya?""Ya karena Miyara gak hilang." kekeh Galuh merasa geli mendengarnya."Maksudnya?" Stecy terlihat bingung."Miyara gak hilang Stecy, kerena dia sudah dijemput oleh mamanya.""Benarkah?" Galuh mengangguk. "Tapi, kenapa sepagi ini menjemputnya?"