Share

Menikah

Plak!

  Ini tamparan kesekian kalinya untuk Sam karena telah melewati batas, besok dia akan menikah dan memulai kehidupan baru, tapi apa yang terjadi malam ini tidak mencerminkan kebaikan akan masa depan yang Hardja bayangkan.

 Dia salah menilai putranya sendiri, disaat Bulan dan orang di rumah ini mengadakan acara kirim doa bersama, yang menjadi calon pengantin justru asik mabuk.

 “Pi, udah!” kata mami Dara menarik suaminya menjauh.

 “Kamu belain anak ini?”

 “Bukan, Papi jangan salah paham dong! Mami mikir kesehatan Papi, kita harus istirahat biar besok kondisi kita nggak lemah. Urusan Sam, nanti aja!” jawab mami Dara tidak tahu lagi, yang dia pikirkan hanya suaminya, bisa saja besok masuk angin atau sakit kepala, mereka akan sakit sendiri.

 Mau tidak mau Hardja meninggalkan Sam sendiri di kamarnya bersama pelayan laki-laki di rumah ini, dia yang akan membantu menyadarkan Sam dan persiapan besok pagi. Sementara Sam masih setengah sadar, mulai mengeluh dan menggosok pipinya yang sudah memerah, belum lagi kepala belakangnya, cukup keras tadi Hardja membenturkan Sam agar cepat sadar.

 Samar-samar Sam seperti mendengar isakan tangis seorang gadis yang tadi bersamanya, tidak lain itu Sita. Sebelum Sita pergi, Sam sempat mendengar gadis itu terisak membelakanginya, lalu saat mobilnya berjalan, Sita sempat melihat ke arahnya dan di sana Sam bisa melihat Sita menitihkan air mata.

 Kenapa?

 Sam ingin menghubungi temannya itu, akan tetapi rasa sakit di kepalanya semakin menjadi dan rasanya dia tidak bisa berdiri selain pasrah pada maid yang membantunya.

 “Tuan minum air putih dan obat ini!” katanya memberikan Sam obat, lalu membaringkan Sam dan menutupi tubuhnya dengan selimut. “Selamat istirahat, Tuan. Saya akan datang membantu Anda besok pagi lagi, selamat malam,” ucapnya pergi.

 Sam tidak menjawab, kepalanya sangat sakit, semua yang dia lihat seakan berputar dan sekarang dia hanya mampu memejamkan matanya perlahan.

 Keesokan harinya, tidak heran bila dia melihat wajah kedua orang tuanya terlihat marah saat dia ke luar kamar, pasti semalam dia telah ketahuan mabuk dan pulang dengan kondisi mengenaskan. Sam cengar-cengir menuruni anak tangga, berjalan mendekati mami Dara sambil manyun-manyun merayu ibunya itu.

 Namun, mami Dara menepis tangannya, menatap tajam Sam dengan memberikan isyarat agar putranya itu segera minta maaf pada Hardja, atau mereka akan menjadi batu selama perjalanan.

 “Pi-“

 “Memalukan!” sambar Hardja melotot pada Sam, dia pun menunjuk putranya itu. “Awas kamu, setelah menikah masih seperti orang tidak berpendidikan!”

 “Pi, kemarin itu cuman pesta bujang biasa, lagian Papi dulu masa nggak gitu sebelum nikah sama Mami, hem? Kan, sama aja, aku cuman-“ Sam bersembunyi ke balik punggung ibunya, tangan Hardja sudah menggantung di udara ingin memukulnya.

 Kalau tidak dihentikan, dua orang ini akan membuat acara hari ini batal. Mami Dara memaksa keduanya berdamai, sebelum mereka pergi dan pernikahan berlangsung, keduanya harus berbaikan dan saling memaafkan. Sam pun berjanji seadanya bahwa dia tidak akan memalukan seperti semalam.

 Sebelum pergi, Sam sempat memeriksa ponselnya, tidak ada pesan dari Sita maupun Leon. Pikiran Sam mulai melayang ke kejadian semalam, disaat Leon dan Sita berciuman, laki-laki itu berdecih.

 Ternyata, sudah sejauh itu hubungan keduanya, tapi tetap Sam harap Leon tidak mengajak Sita ke batas yang tidak seharusnya. Dan dia percaya, Sita bukan gadis yang mudah diajak melewati batas.

 “Sam, ini cincin pernikahan kalian. Nanti, kamu pasangkan ke Bulan, terus jangan lupa kecup kening!” bisik mami Dara genit.

 Sam menarik sedikit sebelah sudut bibirnya, dia saja tidak tahu kapan cincin pernikahan ini dibeli, tiba-tiba saja sudah ada dan tinggal dia berikan. Pernikahan yang akan dia lewati ini benar-benar konyol, anggap saja dia hanya berkompromi dengan kehidupan kedua orang tuanya dan menjaga harga diri.

 Sesampainya di sana, musik sambutan yang telah disiapkan oleh pemuda kampung pun diperdengarkan, mami Dara dan Hardja terlihat sangat senang, berbeda dengan Sam. Berulang kali dia berusaha menutup telinganya, bagi Sam ini sangat buruk lagi menyakiti telinganya, terlebih lagi ini disebutnya kampungan, tidak berkelas sama sekali.

 “Cantiknya, Pi!” kata mami Dara memuji Bulan yang sudah siap di ruang tamu, gadis itu berdiri dan bersalaman dengan keduanya. “Mami nggak salah milih kamu, Lan. Sehat-sehat ya, Nak!”

 “Makasi, Te-“

 “Mami, udah jadi mami kamu, hayo!” potong mami Dara protes.

 Bulan terkekeh, lalu mengubah panggilannya. “Makasi, Mi. Ayo, masuk ... sebentar lagi, pak penghulunya datang!”

 Mereka pun mengangguk, Hardja hanya membawa saksi dan tiga orang kerabatnya saja, untuk keluarga besar akan hadir di acara resepsi supaya di sini Bulan tidak terlalu direpotkan dengan banyaknya tamu meskipun juga bisa diatur semuanya.

 Sam melihat Bulan dari atas sampai bawah, lagi-lagi penampilan Bulan dengan baju pengantin serba tertutup itu mengusik matanya, dia tidak suka. Selama ini, pernikahan yang Sam bayangkan, dia akan berdiri dengan gadis yang memakai baju pengantin sedikit terbuka lagi seksi, belahan indahnya yang menyembul itu terlihat, bukan seperti kue lemper yang dibungkus ini. Dia tidak tersenyum sama sekali pada Bulan, melewati gadis itu seakan berlawanan, bukan dua insan yang akan menyatu.

 

“Kenapa, Nduk?” tanya Iwan begitu Bulan kembali duduk di sampingnya.

 Bulan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa, Pak. Semoga lancar ya, Pak, hari ini ...” ucapnya menjawab.

 “Aamiin, itu pak penghulunya datang. Bismillah!”

 ***

  Keberuntungan mempunyai otak cerdas dengan daya ingat tinggi, Sam kembali menyombongkan dirinya sebelum dan setelah mengucapkan kalimat sakral yang mampu mengubah statusnya dalam sekejap.

 Dia memang mabuk semalam dan kepalanya sangat sakit, tapi dia sudah menghafalkan dengan cepat siapa nama lengkap Bulan dan Iwan sehingga acara hari ini selesai dengan cepat. Bulan telah sah menjadi istrinya, gadis sederhana dan tidak menarik itu telah menikah dengan dirinya yang luar biasa tampan lagi sukses. Cincin yang tadi mami Dara berikan, Sam pasangkan ke jari manis kanan Bulan, dia juga patuh saat mami Dara memintanya mencium kening Bulan lagi mengulurkan tangannya agar Bulan mencium punggung tangan yang penuh dosa itu.

 “Sam, gendong Bulan deh! Mami mau punya foto kamu kayak Mami sama Papi dulu, digendong gitu, ayo!” titah mami Dara dengan semua kehebohannya.

 Sam tergelak. “Mami, nggak-“

 “Jangan nolak, Mami, ayo!” paksa mami Dara, mau tidak mau Sam pun patuh menggendong Bulan untuk mengambil gambar sejenak.

 Keduanya bertatapan, Bulan tampak malu-malu, sedangkan Sam memicingkan matanya dan sedikit menaikkan sebelah sudut bibirnya meremehkan Bulan.

 “Lo bukan tipe gue!” bisik Sam sembari menurunkan Bulan, mengibaskan kedua tangannya seolah Bulan itu debu. “Sanaan lo, jangan deket-deket!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status