Share

Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah
Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah
Author: Roro Halus

1. Malam Naas

Author: Roro Halus
last update Last Updated: 2023-10-25 11:30:53

"Dasar, wanita sok suci! Percuma kamu pakai niqabmu itu jika tak mampu menjaga kehormatanmu!"

Zahra mengernyit bingung.

Setelah penerbangan 14 jam dari Tarim, Yaman, perempuan itu sedang berada di Bandara untuk menunggu sang kakak yang katanya terjebak macet.

Hanya saja, pria tinggi dengan kemeja berantakan ini–datang dan menatapnya penuh amarah.

Samar-samar, Zahra bisa mencium bau alkohol yang tercium darinya.

"Apa maksudmu?" tanya perempuan itu menyembunyikan takut yang melingkupi dirinya.

Baru kali ini, Zahra berada dalam jarak yang sangat dekat dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.

Memang tujuh tahun terakhir, wanita berusia 21 tahun itu menghabiskan masa mudanya dengan belajar agama dan jauh dari pergaulan bebas.

Di sana, dia bahkan tidak keluar pondok jika tidak ada kepentingan mendesak.

Bila harus keluar, Zahra juga harus didampingi hubabah atau mahramnya di sana.

Jika bukan karena kabar sang ayah yang masuk ICU rumah sakit, tentunya Zahra masih berada di pondok.

"Jangan pura-pura bodoh!" bentak laki-laki itu tiba-tiba dengan ekspresi marah, “apa kau tak ingat telah menipuku?!”

“Kau mungkin salah mengenali orang. Aku–”

Belum sempat menyelesaikan ucapan, Zahra sudah ditarik dan diseret begitu saja ke arah tangga.

Tempat itu memang terhubung dengan pintu belakang hotel yang memang masih berada di satu kawasan dengan Bandara.

Zahra jelas sangat terkejut dengan serangan mendadak itu.

Sekuat tenaga, dia berontak untuk melepaskan cekalan tangan pria itu.

"Tolong lepaskan! Kita bukan mahram!" pekik Zahra gemetar.

Sayangnya, laki-laki itu bergeming dan terus menyeret tangan Zahra tanpa rasa iba, seakan-akan Azzahra adalah wanita murahan yang baru dibelinya.

Parahnya, tak ada petugas hotel yang berjaga di sekitar sana, sehingga ia tak bisa meminta bantuan.

Air mata mulai membanjiri pipi perempuan itu kala menyadari dirinya sudah masuk ke dalam lift hotel.

“Anda salah orang, Tuan,” ucapnya lagi.

Ting!

Tak terasa, lift itu pun terbuka dan sampailah mereka lantai paling atas hotel.

Ditariknya Zahra ke arah kamar VVIP nomor 3.

Brugh!

Zahra didorong masuk ke kamar itu tanpa rasa iba, lalu mengunci pintu. Kemudian, pria itu berjalan menghampirinya.

“Aww…” ringis Zahra pelan.

"Sakit?" kata pria itu dengan alis terangkat.

Zahra mengangguk membuat pria itu tertawa. "Lebih sakit hatiku melihatmu mendesah di dalam kungkungan laki-laki lain!" lanjutnya nanar.

"Jadi, apa fungsi niqabmu itu, Ica? Wajahmu kau tutup rapat, pandanganmu kau tundukkan dari laki-laki, bahkan dadamu itu kau tutup khimar panjang. Tapi, di rumahku, kau buka pahamu lebar sambil mendesah keras di bawah tubuh polos laki-laki lain seolah kau begitu menikmatinya!"

Mendengar itu, tubuh Zahra semakin gemetar ketakutan.

Ini pertama kalinya dirinya dimarahi sedemikian rupa dengan jarak yang sangat dekat dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

"Kau sok jual mahal padaku yang menyayangimu dengan tulus dan menjagamu selama ini, Ica.”

Kali ini, nada pria itu terdengar menyedihkan.

Dipegangnya dagu Zahra dari balik cadar. "Jadi, sebutkan hargamu sekarang! 100 juta? Oh … atau 200 juta?"

Zahra syok memperhatikan pria itu menumpahkan emosi seperti dikuasai setan.

“Tuan, saya bukan Ica yang Anda maksud,” ucap Zahra pada akhirnya.

Sayang, pria di depannya itu menulikan telinga. Minuman keras mengendalikan dirinya saat ini.

Dia justru menggendong tubuh Zahra ke kasur big size itu.

Tanpa basa-basi, pria itu membuka pakaian yang dikenakannya, hingga menyisakan celana boxer yang menempel di badannya saja.

Zahra jelas ketakutan. Dia berusaha lari ke arah pintu untuk kabur.

Tindakannya itu malah membuat pria di hadapannya marah.

Seketika saja, Zahra sudah ditarik dan berada di bawah kungkungan pria tersebut." Menurutlah, Sayang!”

"Sebentar lagi, kau akan merasakan surga kenikmatan yang 100 kali lebih luar biasa dari pria asing itu berikan padamu," desisnya penuh perintah.

Tanpa aba-aba, ia meloloskan pakaian terakhir miliknya, lalu menarik celana panjang berwarna hitam di balik dress panjang milik Zahra.

Meski memberontak, Zahra kalah juga.

Satu per satu pakaian syar'i miliknya berhasil laki-laki itu lepas.

Dia bahkan dapat merasakan tubuh keduanya tanpa dihalangi apapun. Hanya cadar yang menutupi dirinya kini.

Zahra menutup matanya erat. Dalam hati, dia hanya merapalkan doa supaya bisa lepas dengan selamat.

Hanya saja, dia tersadar kembali akan nasibnya saat merasakan pria itu membuka kaki Zahra lebar-lebar.

“Jangan!” teriaknya.

Tapi, pria itu malah tersenyum. Tanpa pemanasan, dia mencoba memasuki milik wanita bercadar di hadapannya itu.

Meski bingung karena sulit ditembus, pria itu tetap memaksanya dan ….

“Arghhh!”

Bersamaan dengan darah yang mengalir di paha, teriakan Zahra bersatu memenuhi kamar hotel itu. Perempuan itu merasa tubuhnya seperti terbelah menjadi dua.

Sementara itu, pria yang berada di atasnya itu terkejut.

“K–kau bukan Ica?” Dengan cepat, dibukanya cadar Azzahra.

Seketika dia menyadari perempuan di hadapannya itu bukan kekasihnya, melainkan perempuan asing yang jauh lebih cantik.

Ada kepolosan di wajahnya.

Akan tetapi, karena sudah kepalang tanggung dan hasratnya membara, pria berusia 28 tahun itu terus melanjutkan tindakannya.

“Maaf, aku akan bertanggungjawab nanti,” ucapnya di sela-sela aktivitas.

Mendengar itu, Zahra memilih diam.

Kekuatannya sudah hilang dan jiwanya pun sudah hancur lebur.

"Bagaimana ada laki-laki yang begitu kejamnya menodai gadis yang jelas-jelas sudah menutup dirinya dengan sempurna?" batinnya–tak punya tenaga.

Perlahan, mata Zahra mulai kabur dan gelap—membuat Ridwan Ameer Kharaman menitipkan benih di rahimnya terus-menerus, sampai bosan sendiri.

Putra tunggal pewaris Kahraman itu melakukan hal bejat selayaknya binatang dan telah menghancurkan masa depan seorang gadis sholehah.

***

"Aduh, Kenapa macet banget, sih?!"

Di sisi lain, Ismail tengah menahan kesal.

Sudah dua jam dia berhenti di pertengahan jalan karena terjadi kecelakaan besar dan beruntun yang memakan waktu untuk evakuasi.

Hatinya semakin gelisah membayangkan adiknya menunggu lama di bandara karena keterlambatannya.

Untungnya, kendaraan di depan Ismail mulai bergerak. Dia pun melajukan mobilnya.

Namun, malang tak dapat dicegah. Sebuah truk tronton tiba-tiba melaju kencang dari arah berlawanan.

Bruuuuuggg!

Jedarrr!

Klakson panjang menggema di jalan.

Kepala truk bertabrakan dengan bus di depan Ismail, hingga bergerak mundur ke mobil Ismail.

Mobil kakak Zahra itu pun terbalik.

"Maafin kakak, Zahra gak bisa nepatin janji,” lirih Ismail di tengah kesadaran yang mulai hilang, “Umi, Abah … ampuni Mail gak bisa bawa Zahra dengan selamat sampai di rumah."

Wajah satu per satu anggota keluarganya berputar di pikiran Ismail, hingga pandangannya menggelap.

Bahkan, wajah sahabatnya yang sudah lama tak ia temui, juga sempat terlintas di sisa-sisa hidupnya. Adiknya dulu menyukai pria itu. Apakah bisa sahabatnya itu menjaga Zahra untuknya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
aku merinding bacanya
goodnovel comment avatar
zahwanda wanda
ya Allah kasian sekali kemalangan bertubi2 menimpa Zahra dan keluarganya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Extra Part [BONUS BUAT ZEYENG-ZEYENG]

    Tega atau tidak tega, mau atau tidak mau, Papa Ameer tetap membawa jenazah Zahra menuju rumah duka. Ridwan yang masih sangat terpukul dengan kenyataan mendadak ini hanya bisa diam. Kaca mata hitam bertengger di hidungnya untuk menutupi mata bengkak Ridwan. Kabar meninggalnya istri dari CEO ternama itu menjadi perbincangan dunia maya. Hingga banyak Paparazi yang mencuri lihat keadaan rumah duka. Ridwan laki-laki perkasa yang gagah itu, nyatanya tak mampu mengangkat jenasah orang terkasihnya dengan kedua tangannya. Walau begitu, Ridwan dengan sisa tenaganya ikut masuk ke liang lahat mengantarkan sang istri ke peristirahatan terakhirnya. Dibuka sedikit kain kafan yang membungkus jenazah sang istri.Diciumnya kening pucat itu, "Beristirahatlah dengan tenang istriku, kau istri sholehah, aku ridho dengan semua yang engkau lakukan baik yang aku ketahui maupun tidak! Tunggu aku, Sayang!" lirihnya.Kata-k

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 147. Allah menguji dengan apa yang dicintai

    Ridwan langsung menarik Delena menjauhi Zahra. "Auuu, S—sakit!" rintih Zahra memegangi perutnya. Ridwan tanpa ampun mendorong Delena dengan penuh emosi hingga terjatuh dengan keras. Bruk! "Arkhh!" pekik Delena. Ridwan berbalik dan langsung menggendong istrinya berlari kembali menuju ruangan dokter Aruni. "S—sakit, Mas! Aaaaaaa," rintih Zahra sambil menangis karena sakit yang teramat pada perutnya. "Sabar, Sayang! Kamu wanita hebat! Bertahanlah!" jawab Ridwan tersengal. Darah mulai turun seiring dengan lari Ridwan.Mama Sofiya dan Umi Aisyah berlari mengejar Ridwan dengan penuh kepanikan melihat Zahra dan darah yang terus menetes. Teriakan Zahra masih memenuhi telinga mereka dan air mata tak bisa lagi dua ibu itu bendung. Kekhawatiran memenuhi diri mereka. Ridwan kemudian meletakkan di ranjang dokter Aruni yang kebetulan di lantai dasar. "Dokter!" teriak Ri

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 146. Tragedi berdarah

    "Ha? Mau ini? Mau diapakan? Digoreng? Ya, jangan dong sayang!" canda Ridwan. "Iihhh, Mas!" jawab Zahra cemberut. Entah kenapa Zahra sangat merindukan kehangat suaminya. Dan Ridwan yang tidak ingin mengecewakan istrinya itu menuntun sang istri menuju walk in closed. Karena di ranjang ada Fatih dan sofa sangat tidak memungkinkan.Apalagi kamar mandi, mengingat perut Zahra yang sangat besar. Ridwan mengambil kasur busa kecil dan diletakkan di meja kaca tengah ruangan yang berisi printilan penunjang penampilan, seperti jam tangan, berlian Zahra, belt dan masih banyak lagi. Ridwan mengunci walk in closed itu takut jika Fatih terbangun dan mencari. Ridwan menggendong sang istri dan dia dudukan di meja itu. Kemudian Ridwan mulai mencumbu bibir Zahra sambil tangannya berkelana membuka penutup tubuh Zahra. Dan mencari benda kenyal kesukaannya. "Ahhh, Mas!" desah Zahra. Zahra

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 145. Kembali ke Turki

    Trauma itu nyatanya bukan hanya dimiliki oleh Zahra. Fatih kecil itu juga mengalami trauma karena kejadian liburan kala itu. Ridwan kemudian mensejajarkan tubuhnya dengan Fatih dan memeluk erat putranya itu. "Ayah hanyut bukan karena kamu, Sayang. Itu semua takdir, Ayah menyelamatkan kamu karena kamu harta yang sangat berharga!" kata Ridwan. Fatih masih diam seribu bahasa. "Fatih tidak boleh menyalahkan diri Fatih, bukankah daun yang jatuh saja atas izin Allah?" tanya Ridwan. Fatih mengangguk menjawab pertanyaan Ayahnya. "Bukankah berarti Ayah hanyut atas izin Allah?" tanya Ridwan lagi. Dan kembali Fatih mengangguk, "Maaf, Ayah!" jawabnya. Ridwan mengangguk dan menggandeng tangan putranya, "Ayo berangkat!" pekik Ridwan. Dan mereka duduk di kursi mereka untuk take of dan mengudara menuju Indonesia. 13 jam mengudara dengan sekali transit tidak membuat mereka bertiga kehilangan

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 144. Ke Indonesia

    Suara kelegaan dengan riang itu nyatanya tetap membawa kesan tersendiri untuk Zahra. Zahra menangkap ada gurat kesedihan dibalik ucapan Fatih.Jantung Zahra terasa nyeri dan tidak karuan menatap putranya."Maafkan Ibu ya, Nak!" lirih Zahra.Fatih menggeleng, "Tidak Bu, bukan salah Ibu. Ayo kita pulang ke rumah, sudah sore!" ajak Fatih. Zahra mengangguk dan pamit pada Umi Awiyah untuk kembali ke rumahnya. Kemudian Zahra dan Fatih berjalan keluar dari rumah Umi Awiyah dan menuju ke rumahnya yang bersebelahan dengan Umi Awiyah. Ridwan menyusul setelah Fatih sempat mengabarkan jika mereka akan kembali ke rumah. "Maafkan Ibu ya, Nak!" lirih Zahra lagi sambil menggandeng Fatih. Fatih hanya diam tanpa kata sampai memasuki rumah dan Fatih membawa Ibunya untuk duduk di atas ranjangnya. "Bu, Fatih tidak bersedih dan bukan salah Ibu, Ini semua takdir yang sudah Allah gariskan untuk Fatih!" kata Fat

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 143. Tarim

    Ridwan kemudian memeluk Zahra sambil tertawa ringan, begitu juga dengan Zahra. Ridwan menciumi Zahra dengan gemas mengingat tingkah sang istri. "Terima kasih sudah hadir di hidup Mas, Ra!" gumam Ridwan. Zahra tersenyum, "Terima kasih juga, Mas sudah hadir di hidup Zahra, memberi warna baru dalam perjalanan hidup Zahra!" Ridwan mengangguk, "Mari terus bergandengan tangan sampai kita tua, Sayang!" ajaknya. "Sampai maut memisahkan kita, Mas!" jawab Zahra membenahi kata Ridwan. "Iya, tapi Mas maunya berdoa sampai mau memisahkan kita waktu tua nanti, Sayang!" kata Ridwan. "Aamiin," jawab Zahra. Ridwan kembali memeluk istrinya dengan erat seolah sangat takut kehilangan. "Ra, Selama menikah denganmu, Mas tidak pernah merasakan perasaan yang naik turun!" kata Ridwan. Zahra kemudian menatap suaminya intens, "Benarkah, Mas?"Ridwan mengangguk, "Rasa cinta ini terus bertambah dan bertam

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 142. Perjalanan.

    Tamparan panas itu mendarat sepenuhnya di pipi putih dan mulus Delena. Hingga Delena terdorong karena kuatnya tamparan sang Papa, kemudian dipegangnya pipinya yang panas itu.Delena tak bisa menyembunyikan sakit hatinya karena perlakuan yang dia terima dari Papa dan Mamanya. "Pah, Delena tidak pernah menyangka Papa akan memihak wanita itu! Aku anakmu, Pah!" teriak Delena tak terima. "Papa tidak memihak Zahra, tapi tidak mendukungmu, Delena! Beraninya kamu melemparkan tubuhmu seperti jalang pada sahabat Papa!" pekik Papa Edar. Papa Edar terlihat memerah dengan mata tajam penuh aura mencekam membuat Delena tak berani lagi membantah."Jawab, Del! Kenapa?" teriak Papa Edar.Delena menatap Papanya tak kalah tajam, "Karena hanya Paman Emir yang bisa membantu melancarkan rencanaku!" jawabnya pelan. Papa Edar dan Mama Yila sampai menggelengkan kepala mendengar jawaban putri mereka. "Dan apa kau berhasil?"

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 141. Tamparan Papa Edar

    Setelah selesai memasukkan ke dalam oven, Zahra menuju ke kamar untuk melakukan kewajiban subuhnya. Karena adzan sudah berkumandang. Zahra masuk dan melihat Ridwan sudah duduk di atas sajadahnya. Tanpa banyak kata Zahra membersihkan diri dari najis dan berwudhu, kemudian duduk di sajadah belakang suaminya yang sudah disiapkan. Ridwan kemudian berdiri dan mulai sholat subuh berjamaahnya. Selepas sholat, Zahra mencium tangan suaminya dengan takdzim. "Terima kasih sudah menyiapkan sajadahku, Mas!" kata Zahra. Ridwan mengangguk, "Iya, Sayang! Terima kasih juga tetap kembali sholat walau Mas tau Zahra kesal!" Zahra mengangguk kemudian berdiri dan melepas mukenanya. Ovennya sudah dia atur selama 45 menit, jadi Zahra harus turun. "Kenapa cepat-cepat, Sayang?" tanya Ridwan.Ridwan merasa Zahra menghindarinya. "Iya Mas, oven tadi aku atur di 45 menit!" jawab Zahra jujur.

  • Noda Di Balik Cadar sang Ustadzah   Bab 140. Ijin ke Tarim dan Indonesia.

    Zahra terkejut dengan serangan Ridwan yang mendadak pada pabrik Asi kembar.Dan Ridwan semakin melanjutkan aksinya untuk memberikan nafkah batin pada sang istri. Dia juga sangat rindu pada Zahra. Rindu aktifitas mereka yang telah lama vakum. Ridwan menikmati setiap apa yang dia lakukan pada Zahra. Dan setiap suara yang Zahra keluarkan, semua direkam oleh otak dan hati Ridwan. Ridwan melakukannya dengan lembut dan penuh kasih sayang pada sang istri. "Arghhh!" hingga Ridwan mencabut pusakanya dan mendapat pelepasannya. Menimbang usia kandungan Zahra yang sudah delapam bulan memang dianjurkan untuk sering melakukan hubungan badan. Namun memang dilarang di keluarkan di dalam karena dapat memicu kontraksi palsu. Ridwan kemudian memeluk Zahra dan menarik selimutnya. Meresapi rasa yang masih bisa dirasakan dengan senyum tersungging di bibir mereka. "Terima kasih, Ra! Ini s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status