Share

2. Penyesalan

"Ya illahi Rabbi, lindungi putra dan putriku... Lindungi perjalanan mereka dan semoga selamat sampai di rumah kami," doa Umi Aisyah sambil menengadahkan tangannya berdoa dengan khusyuk.

Wanita paruh baya itu menjalankan sunnah sholat malam karena perasaan gelisah melanda hatinya.

"Aamiin ya Rabb," lirih abah yang ternyata mendengar doa istri tercintanya.

Pria yang baru saja keluar dari ICU itu ternyata sudah berdiri dengan selang infus yang menancap di tangannya. Dia juga ikut berdoa untuk kedua buah hati mereka.

"Abah! Kenapa Abah bangun…? Umi ganggu Abah tidur, ya?" tanya Umi Aisyah terkejut, lalu menghampiri Abah.

"Tidak, Umi. Abah ingin sholat malam juga untuk mendoakan putra-putri kita... Abah gak sabar ketemu mereka, Umi," jawab Abah yang sudah sangat rindu berjumpa dengan putrinya yang sudah tujuh tahun berada di kota para bidadari surga itu.

"Boleh, sambil duduk saja, Abah ... Abah ‘kan belum bisa berdiri lama!" kata umi Aisyah.

Abah pun mengangguk sebagai jawaban dari permintaan istrinya itu.

Mereka begitu senang menanti anak anaknya datang dan mereka tidak tahu … kalau besok akan ada kabar yang mengguncang jiwa mereka.

***

Tak terasa matahari sudah meninggi, membuat Ridwan membuka matanya

Dilihatnya gadis cantik dan imut yang terlelap di sebelahnya.

Walaupun ada sisa darah di ujung bibir, tapi tidak mengurangi kecantikannya.

Ridwan menatapnya dengan raut muka yang sedih dan menyesal.

Kilas balik kelakuannya yang semalam berputar-putar diotaknya.

"Astaga, aku seperti predator! Aku biadab!" batin Ridwan sambil terus memandang wajah yang meneduhkan itu.

"Maafkan aku ya. Aku sudah dibutakan setan. Sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu, menggagahimu dengan kasar dan kejam!" kata Ridwan penuh penyesalan.

Suara nada dering yang asing tiba-tiba terdengar—menyadarkan sang pewaris itu dari lamunan.

Bergegas Ridwan berdiri dan mengambil ponsel keluaran 10 tahun lalu yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS. Bentuk kotak kecil dan tebal, sebenarnya lebih cocok digunakan untuk menimpuk maling untuk zaman sekarang.

[ Kak Ismail Tersayang ]

"Apa ini nama dari kakak perempuan itu?" gumam Ridwan dan kemudian mengangkat panggilan dari kak Ismail itu karena takut ada keperluan yang penting.

"Hallo, selamat pagi. Benar ini saya berbicara dengan saudari Zahra, adik saudara Ismail?" kata perempuan di ujung panggilan.

Senyum Ridwan merekah karena mengetahui nama wanita yang dia nodainya semalam.

"Saya Ridwan, teman Zahra. Ini siapa ya dan ada perlu apa?" tanyanya balik.

"Oh, mohon maaf, Pak. Bisa tolong beritahu kepada saudari Zahra kalau tadi malam terjadi laka lantas dan saudara Ismail termasuk dalam korban laka lantas tersebut. Sekarang, korban ada di Rumah Sakit Sidoarjo!" kata perawat di seberang telepon.

"Mohon segera ya, Pak karena jenazah tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk proses dan administrasinya!" kata suster tersebut.

Deg!

"Apa? Jenazah?" Ridwan terkejut dengan perkataan suster diujung panggilan.

"Iya Pak, saudara Ismail meninggal di tempat kejadian. Mobilnya terbalik dan tim polis baru bisa mengevakuasi dini hari!" jelas sang suster.

"Baik, Sus. Saya segera ke sana!"

Setelah telepon mati, Ridwan pun melangkah ke arah Zahra yang masih tak bergerak.

"Zahra, bangun! Kita harus pergi sekarang!" katanya sambil menggoyang-goyangkan tubuh Zahra.

Namun, Zahra tetap tak bergerak dan tetap memejamkan matanya rapat-rapat.

Pria itu tidak sadar jika Zahra sudah tidak sadarkan diri dari permainan semalam.

"Zahra bangun Zahra, jangan buat aku takut!" kata Ridwan kembali.

Kali ini, Ridwan membuka selimut dan alangkah terkejutnya dia karena melihat banyak sekali cairan putih dan darah kering yang sudah mengering di antara kedua paha perempuan tersebut.

"Astaghfirullah! Bodohnya, aku berpikir Zahra tidur. Dia ternyata pingsan karena kesakitan!" gumam Ridwan sambil memakaikan pakaian Zahra satu per satu.

Pria itu lalu mengangkut tubuh Zahra dan berlari turun ke bawah menuju ke mobil yang sudah dia pesan kemarin beserta supirnya.

Kurang lebih satu jam perjalanan, mereka pun sampai di RS Sidoarjo Barat.

Sengaja Ridwan membawa Zahra ke rumah sakit ini agar dia bisa sekaligus mengurus jenazah kakak dari perempuan itu.

Tanpa banyak bicara, pria itu pun mengangkat tubuh Zahra dan membawanya ke UGD.

Sungguh jantung Ridwan maraton saat ini. Takut, cemas, dan menyesal menghantui hatinya.

Tapi, ia tak membiarkan emosi menguasai dirinya lagi.

Diselesaikan administrasi perawatan Zahra, sekaligus administrasi pemulangan jenazah kakak dari Azzahra.

Kemudian, Ridwan menuju ke ruang jenazah untuk melihat Kak Ismail.

Ceklek!

Ridwan menyusuri bangkar tempat tidur mayat itu.

“Ismail Ahmad?” lirihnya kala menyadari jika kakak Zahra adalah sahabatnya sejak 9 tahun lalu.

Keduanya sama-sama mondok di Jawa Timur sebelum akhirnya Ismail berangkat ke Al- Azhar dan Ridwan melanjutkan di pendidikan di Jakarta.

Ismail adalah seorang Gus, anak pemilik pondok. Namun, pria itu sangat ramah dan memilih berbaur bersama santri lainnya.

"Ya Allah … Mail, aku sungguh berdosa sekali," gumam Ridwan menahan tangisannya pecah.

Penyesalan yang dia rasakan berkali-kali lipat sakitnya ketika dia menyadari jika gadis yang dinodai adalah Ara–gadis kecil yang selalu dijaganya saat main di rumah Ismail dulu.

Tangan Ridwan bahkan bergetar saat menerima KTP, dompet, ponsel dan kunci mobil milik Ismail.

Ridwan terduduk di lantai sebelah bangkar Ismail sambil memegang tangan dingin dan kaku itu.

"Bodoh!" runtuk Ridwan pada dirinya sendiri.

Ridwan diliputi penyesalan yang mendalam. Dia tak bisa membayangkan bagaimana dirinya menghadapi keluarga Ismail nanti.

Cukup lama ia menyesali perbuatannya, hingga Ridwan akhirnya berdiri dan menatap jenazah sang sahabat penuh penyesalan.

Tak lama, Ridwan pun keluar dan berjalan keluar.

Diurusnya semua urusan administrasi jenazah Ismail untuk segera dibawa ke rumahnya.

Setelahnya, dia pun kembali ke UGD untuk menunggui Zahra dan memastikan kondisi perempuan itu membaik. Hanya saja belum sempat ia menghampiri, seorang perawat mendatangi Ridwan.

“Permisi, Pak.”

“Ya, ada apa?” tanya pria itu cepat.

“Ada hal penting yang perlu dibicarakan dokter pada Anda sebagai pihak keluarga Nona Zahra. Apakah Anda bisa ke ruangannya sebentar?”

Deg!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
duh kenapa lagi zahra
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status