Share

3. Jangan tinggalkan Ara

Ridwan bergegas menuju ruangan dokter yang dimaksud.

"Bagaimana keadaan Zahra, dok?" tanyanya langsung.

"Begini, Pak Ridwan. Nona Zahra ini sepertinya telah mengalami pelecehan seksual. Daerah kewanitaannya robek dan selaput daranya mengalami pendarahan yang cukup banyak,” jelas sang dokter pelan-pelan.

“Pendarahannya sudah teratasi, tetapi nona Zahra seperti nya mengalami trauma pak."

Mendengar itu, Ridwan menahan kesedihannya. "Lalu bagaimana, dokter?" tanyanya pada sang dokter.

"Saya sarankan ke psikolog saja pak, agar bisa membantu membimbing pikirannya dan semangat hidupnya lagi!" jawab dokter.

"Baik, Dok. Lalu, apa Zahra perlu dirawat atau…."

"Pasien Zahra sudah boleh pulang pak!" sahut dokter cepat.

Mendengar itu, Ridwan mengangguk.

Dia pun pamit dan berdiri berjalan masuk ke UGD dan menuju bangkar Zahra.

Perempuan itu sudah bangun!

Namun, pandangannya begitu kosong.

Hal itu membuat jantung Ridwan seakan disayat-sayat pedang.

"Zahra baik-baik saja?" tanya Ridwan dengan pelan.

Sayangnya, tidak ada jawaban yang Azzahra keluarkan sama sekali.

Pria itu sontak menahan napas. Dia kemudian duduk di samping Zahra.

Diangkatnya tangan untuk menyentuh tangan Zahra. Hanya saja, tangannya itu seketika juga ditepis oleh Azzahra.

Ridwan juga mendapat tatapan tajam dari perempuan itu. Sangat tajam, hingga rasanya Ridwan tak bisa berkutik begitu saja.

Detik berikutnya, Zahra bahkan berteriak sangat keras. "TIDAK ... JANGAN SAKITI AKU…”

“AAAAA. KAMU JAHAT... !" teriaknya lagi ketakutan.

Tubuhnya gemetar sambil menunjuk-nunjuk Ridwan.

Hal ini jelas mengundang atensi para perawat yang sedang berjaga.

Menyadari itu, Ridwan memberi isyarat untuk tetap di tempat mereka.

Kemudian ditariknya Zahra dalam pelukan Ridwan erat-erat. "Ara ampuni kakak, Ra," bisik Ridwan di telinga Zahra.

Dan … ajaibnya, ucapan Ridwan mampu menghentikan teriakan dan rontaan Zahra.

"Abang Mail?" racau Zahra setengah sadar.

Deg!

Mendengar nama sang sahabat, Ridwan menahan tangis. Terlebih, kala mendengar ucapan Zahra selanjutnya.

"Tapi … ini bukan Abang Mail ... Ini laki-laki jahat semalam, kan?" racaunya sambil menangis tersedu-sedu karena kilas balik kejadian semalam kembali berputar di otak.

Kesadaran Zahra mulai kembali.

"Kamu siapa? Kalau bukan bang Mail, apa mungkin kakak Ridwan?" tanya Zahra sambil mengeluarkan air mata.

Zahra ingat betul sapaan Ara hanya diberikan keluarganya dan juga Ridwan seorang.

Sungguh, dia sangat berharap pria di depannya ini bukan pria yang sering bermain dengan Bang Mail dan menjahili dirinya dulu, serta cinta pertamanya dalam diam.

Sayangnya, ucapan Ridwan menghancurkan harapannya….

"Ampuni Kakak, Ara. Sungguh, Kakak tidak bermaksud menyakitimu!"

Zahra terdiam.

Pria brengsek dan kejam semalam adalah cinta pertamanya?

Pria yang dulu dikenal sangat sholeh kini berubah menjadi iblis!

Bagaimana bisa?

Setahunya, Ridwan paham syariat. Pria itu mengerti dosa besar, tapi tega mengambil kehormatannya dengan paksa dengan bumbu kekerasan…?

"Ar kecewa dengan Kak Ridwan! Kakak sekarang meminum minuman keras dan menyetubuhiku!” tatapnya tajam.

“Aku sungguh kecewa pada Kakak!” teriak Zahra lagi dengan mata merah berderai air mata.

Ia bahkan masih ingat jelas pemaksaan pria di depannya ini.

Tubuh Ridwan membeku. "Maaf, Ara! Kak Ridwan salah dan berdosa. Kak Ridwan memang brengsek dan membiarkan diri kakak dikuasai setan. Ampuni Kakak, Ara!" pintanya menahan rasa pedih.

Dipandangnya wajah gadis kesayangannya itu.

Hatinya tersayat mendengar kalimat yang dilontarkan Ara padanya.

Sementara itu, Zahra tampak memejamkan mata. "Pergilah, Kak. Aku tak mau melihatmu lagi.”

“Dan, jangan panggil aku, Ara, lagi selamanya!" tambah perempuan itu sembari menatap tajam Ridwan.

Pria itu jelas tercengang. "Ara, biarkan kakak disini menjagamu pada almarhum Mail untuk menjagamu dengan nyawaku. Kakak akan —”

Tanpa sadar, Ridwan mengabarkan kabar duka itu pada Zahra.

Mata cantik Zahra sontak terbelalak. "Apa kakak bilang? Almarhum bang Mail? Apa maksud, Kakak?!” teriaknya.

“Bang Mail mau jemput Ara semalam. Kenapa Kakak tega bilang Kak Mail sudah almarhum, hah?!" pekik Zahra dengan suara lebih tinggi.

Ridwan mengepalkan tangan, menahan emosi yang luar biasa campur aduk di dalam hatinya saat ini.

"Ar, semua yang hidup akan mati, begitu juga bang Mail. Kemarin, abang Mail telat menjemputmu karena abang mengalami laka lantas, Ara. Dan dia meninggal di tempat kejadian," kata Ridwan lemah lembut.

Azzahra sontak terpukul dengan kabar yang dia dengar.

“Innalillahiwainnailaihirojiun ... Bang Mail!” teriaknya cepat, “ Aku pengen ketemu abang.”

“Ayo, kak antar aku ke Bang Mail!" teriak Zahra sambil menangis meronta- ronta.

Melihat itu, Ridwan pun memeluk Zahra. "Habis ini, kita antar ke Kediri, ya. Kita antar dengan senyum. Ingat, abang sudah bahagia di surga.”

"Surga?” tangis Azzahra kembali pecah, “Apa aku masih bisa layak ke sana? Aku sudah kotor.”

“Bang Mail, jangan tinggalkan Ara! Bawa Ara, ikut, Bang!"

Tak lama, tubuh perempuan itu pun luruh–menyisakan Ridwan yang penuh rasa penyesalan. Bagaimana dia bisa memperbaiki hubungannya dengan Ara?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status