Share

7. Turki

Brak!

Umi yang terkejut dan berdiri mendadak dengan nada tinggi tanpa sengaja menyenggol vas bunga dan jatuh.

Ridwan buru-buru menjelaskan semua kronologi kejadian malam itu.

Dia juga menjelaskan kenapa bisa menggauli Zahra dan meminum minuman keras.

Umi Aisyah jelas terisak, membayangkan Zahra dalam posisi yang Ridwan ceritakan.

"Zahraku ... Betapa jiwanya dan hatinya hancur, kesuciannya ternoda, harga dirinya lebur" tangis umi pecah.

Ridwan hanya bisa meminta maaf, bibirnya tak bisa melakukan pembelaan lagi.

Hanya kata maaf yang keluar dari lisan Ridwan.

"Sholatlah taubat, tak ada alasan umi tidak memafaakanmu, karena Allah Maha Pemaaf. Mintalah maaf dan pengampunan Zahra. Segera nikahi Zahra!" titah umi Aisyah.

Tanpa diduga, sedari tadi, Zahra menguping pembicaraan mereka. Dia sebenarnya takut terjadi sesuatu pada Uminya. 

Namun tanpa banyak bicara, wanita tua itu meninggalkan Ridwan sendirian dan masuk ke dalam kamarnya.

Diam-diam, Umi Aisyah memenuhi malamnya dengan sholat sunnah dan zikir.

Hati Umi begitu berkecamuk.

Sakit akan kehilangan Ismail juga Abah, dan harus menerima kenyataan bahwa putri satu-satunya mendapat musibah sedemikian rupa.

Umi berpasrah sepenuhnya dan ikhlas akan jalan hidup yang Allah garis kan.

Jika iman dipegang, agama kuat mengakar dalam hati, mereka tau semua milik Allah dan akan kembali pada Allah.

Mereka tahu dunia ini sementara dan akhirat kekal.

Mereka tahu cinta Allah dan Rasul di atas segala cinta di muka bumi ini. Apapun kehilangan yang dirasa, tidak akan membuat kita menyalahkan Allah.

Jadi, Umi meminta kasih sayang Allah untuk anaknya--untuk menguatkan langkah anaknya dan mengokohkan iman anaknya.

"Ya illahi Rabbi, hanya kepada-Mu hamba akan kembali, hanya kepada-Mu hamba meminta belas kasih, meminta pengampunan untuk semua dosa hamba, hamba pasrah dan ikhlas untuk semua ketetapan-Mu ya Rabb."

"Ya rabb pandang hamba dengan pandangan kasih sayang, jangan engkau paling kan wajah dari hamba-Mu. bantu putri hamba ya Rabb"

Begitu khusyuk doa dan air mata yang terus mengalir menandakan hancurnya hati seorang ibu.

Dia meratap, mengadukan segala masalah, dan mengemis pertolongan pada sang pencipta.

****

Sementara itu di Istanbul, Turki.

Papa Ameer dan mama Sofiya sedang terus berusaha menghubungi putra mereka.

Sudah dua hari, ponsel Ridwan tidak aktif.

Ketika menghubungi asisten pribadi Ridwan, dia juga tidak tahu.

Ridwan memang berangkat sendiri ke Surabaya  untuk menjemput kekasihnya. Namun, ia berjanji menuju Turki bersama.

Tut!

"Pah, akhirnya aktif!" seru Mama Sofiya kegirangan

"Alhamdulillah," jawab Papa Ameer lega.

Setelah dua kali menghubungi, Ridwan pun mengangkat telepon.

"Assalamualaikum, Mah" salam Ridwan diujung panggilan.

"Waalaikumsalam, Sayang. Kamu kemana aja? ... Kapan sampai Turki?" tanya Mama Sofiya.

"Hehe maaf, Mah. Ridwan ada urusan!" jawabnya.

"Urusan apa nak? Oma nungguin kamu!" kesal Mama Sofiya.

"Jika selesai, Ridwan akan segera menyusul," katanya.

Sofiya mengerutkan kening. "Sekarang, Nak. Oma gak mau makan dari kemarin setelah tau kalau Mama dan Papa datang tanpa kamu!" desaknya.

"Ridwan sudah gak sayang oma ... Jangan dipaksa sofiya. Aku cukup senang kalau dia bisa datang dipemakamanku!"

Suara Oma tiba-tiba terdengar dari belakang.

Jantung Ridwan sontak berdetak tak beraturan.

Wanita tua yang dihormatinya itu memang kesehatannya sedang tidak baik. Dia bahkan meminta Ridwan segera menemuinya. 

"Enggak oma, Ridwan sayang oma. Oke Ridwan berangkat sekarang, tapi oma makan, ya?" 

"Oke, Sayang, Mama tunggu," jawab Mama Sofiya cepat, "Oma bilang mau makan kalau kamu kirim tiket kamu!"

Tut!

Tak lama, telepon terputus.

Ridwan yang ada di asrama pondok pun bergegas ke rumah Umi Aisyah.

Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari, akan tetapi Ridwan harus pamit pada Umi Aisyah.

Tok! Tok! Tok!

Cklek!

"Ada apa nak Ridwan? Kenapa tidak tidur jam segini?" kata Umi Aisyah setelah saling menjawab salam.

Dengan cepat, Ridwan pun menjelaskan pada Umi jika harus pergi menuju Turki.

Pria itu sebenarnya berniat mengajak Zahra, tetapi ia sadar diri bahwa wanitanya itu butuh waktu untuk menenangkan diri.

Mendengar itu, Umi Aisyah pun mengijinkan Ridwan pergi menemui Omanya yang marah.

"Ridwan berangkat, ya, Umi. Assalamualaikum!" salam Ridwan.

"Waalaikumsalam," jawab Umi.

Begitulah, dua belas jam perjalanan Jakarta-Istanbul, Ridwan yang menguras energi dimualai.

Akhirnya Ridwan sampai ke rumah omanya.

Dimasukinya area Mansion keluarga yang sangat besar. 

"Assalamualaikum, Oma!" seru Ridwan memasuki mansion.

"Waalaikumsalam."

Keempat orang berjalan mendekati Ridwan dari arah ruang keluarga.

"Ya Allah cucu ganteng Oma kenapa berantakan begini?" kata Omah sambil meraba kepala rambut dan wajah Ridwan.

Ridwan seketika menyadari bahwa hampir dua hari ini Ridwan tidak mandi dan berganti pakaian.

Namun, dia menormalkan ekspresi dan tersenyum hangat. "Ini semua karena Ridwan langsung berangkat demi ketemu Oma. Kenapa Oma gak mau makan?" gerutunya sedikit manja pada sang Oma.

"Sudah tua juga! Ada tamu itu kamu gak malu!" ejek Omanya.

Namun, semua tahu bahwa wanita itu sangat senang dengan sikap manja Ridwan.

Hanya saja, kehangatan itu berhenti ketika Ridwan tak sengaja menatap perempuan cantik berkerudung merah jambu di dekat sang Oma yang tak pernah dilihatnya.

Seolah tahu kebingungan sang cucu, Oma pun berkata, "Itu kenalin, cucu teman Oma. Dia baru lulus S2-nya di Maroko." 

Diberikannya tatapan menggoda pada Ridwan.

Namun, wajah pria itu berubah dingin. "Jangan bilang, Oma mau jodohin Ridwan?"

Meski tak menjawab, Ridwan tahu jawabannya.

"Ridwan menolak. Ridwan mau ke kamar!" Diciumnya sang nenek, lalu jalan ke kamar.

"Dasar anak itu! ... Jangan diambil hati ya, Lara!" kata Oma pada gadis itu.

Alara Halime Yildiz tersenyum. "Iya Oma, tak apa."

Hanya saja, putri tunggal dari keluarga terkenal di Turki dengan kekayaan dan keislaman itu dapat merasakan penolakan secara langsung Ridwan.

"Mungkin, Ridwan butuh waktu," ucapnya lagi, "Lara pulang dulu oma."

"Maafkan Ridwan ya, Lara!" jawab oma tak enak.

Alara hanya mengangguk sembari mempertahankan senyumnya.

Tak lama, ia pulang.

Hanya saja, Oma merasa dipermalukan di depan cucu keluarga terpandang oleh Ridwan.

Dia pun bergegas menemui pria itu.

Cklek!

"BAGUS SEKALI, Ridwan Ameer Kharaman!" ucap wanita tua itu, "siapa yang mengajarimu untuk tidak sopan seperti tadi?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status