Share

Bab 7

***

Bulu mata hitam yang lentik itu perlahan terbuka setelah sesaat bergetar, kelopak mata dengan garis sabit mengerjab beberapa kali sebelum kuapan keluar dari mulut yang dihalau telapak tangan.

Hingga sepasang bola mata biru tampak menatap langit-langit ruangan, pemandangan ukiran di langit-langit itu sudah tidak terlalu asing lagi sejak beberapa hari belakangan di mata si gadis bergaun tidur sutera.

Lampu gantung kristal di tengah langit-langit, dengan cat dinding ruangan didominasi warna putih dan sedikit biru muda. Menyingkap selimut abu-abu, gadis berambut cinnamon bergelombang itu duduk sambil mengusap wajah lembut.

"Nona Yerin, Anda sudah bangun?"

Setelah ketukan di pintu dari luar, suara wanita terdengar lembut bertanya dalam bahasa Belanda.

"Iya."

Yerinsa yang masih duduk di kasur nyaman berseprei putih menyahut singkat, tak lama pintu kamar yang hanya dia tatapi terbuka dari luar.

Seorang wanita muda berpakaian khusus pelayan masuk dengan senyum ramah pada gadis muda di kasur.

"Anda mau mandi sekarang, Nona?"

Mauren Alexandra, bertanya ramah, pelayan 30 tahun itu ditugaskan mengurus segala hal tentang si nona cantik selama bekerja di rumah keluarga itu.

"Ya, air hangat," balas Yerinsa masih tidak beranjak dari atas ranjang.

"Baik," angguk Mauren sebelum menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.

Berkat pertemuan dengan sosok Yerinsa asli di mimpi beberapa hari lalu, suasana hati Yerinsa sekarang mulai membaik, lebih siap menjalani masa depan dalam novel.

Berhari-hari ini, Yerinsa sudah memikirkan banyak cara untuk membuat Gabriella tidak hadir dalam acara pesta. Tapi, semua usaha halus yang dilakukannya tidak berhasil, tidak ada cara menghentikan novel dimulai.

Gaun tidur berkibar saat Yerinsa bergerak menuruni tempat tidur, rambut bergelombang sedikit kusut tergerai mencapai pinggul.

Sejak siuman, semua kebutuhan Yerinsa dari mandi pagi dan sore, hingga memilih pakaian, semua disiapkan Mauren. Jadi Yerinsa sudah mulai terbiasa dengan perlakuan spesial ini.

"Nona, airnya sudah siap."

Mauren muncul di tengah pintu kamar mandi, membantu Yerinsa ke dalam ruangan cukup sempit tapi wangi itu.

Mengangguk, Yerinsa memasuki kamar mandi. Mauren membantu melepaskan gaun tidur dan sisa pakaian di tubuh sebelum membiarkannya berendam di bak mandi berisi air hangat.

"Kalau begitu saya keluar sekarang, Nona," pamit Mauren setelah memunguti sisa pakaian kotor di kamar mandi.

"Iya." Sahutan singkat mengantarnya sebelum pintu kamar mandi ditutup.

Yerinsa mendesah merilekskan tubuh bersandar di bathup, seluruh tubuh menyelam dalam bus sabun menguarkan aroma bunga yang lembut.

Kamar mandi Yerinsa hanya seukuran empat kali tiga meter. Dilengkapi wastafel otomatis bercermin persegi dan pengering tangan, bathup ukuran normal, shower, dan water closet duduk.

Semuanya diberi sekat kaca putih buram. Di dinding dekat bathup dan shower terdapat kabinet gantung berpintu kaca, tempat menaruh handuk mandi dan segala jenis botol sabun, serta shampo, dan wewangian yang diperlukan perempuan.

Sementara di dinding dekat wastafel berisi deretan botol berbagai bentuk dan ukuran yang merupakan jenis skincare, serta bodycare.

Setelah bermenit-menit berlalu, selesai menyabun dan memberi sampo ke rambut, Yerinsa membilas sekujur tubuh hingga bersih sebelum mengenakan handuk.

Keluar dari kamar mandi, Yerinsa menemukan Mauren masih ada, berdiri menunggu di depan pintu kamar mandi, dan kasur sudah rapi.

"Ayah dan Ibu sudah di meja makan?" tanya Yerinsa sambil melangkah mendekati ujung kasur.

"Belum, Nona. Semuanya masih di kamar masing-masing," jawab Mauren, membantu Yerinsa mengenakan pakaian.

Setelan manis Yerinsa hari ini hanya celana jeans otto setengah paha dengan tali ke pundak, atasan mengenakan kaos lengan panjang bermotif hitam-putih vertikal.

Setelah mengenakan pakaian, Yerinsa dibantu Mauren merias wajah natural di meja rias. Di atas meja itu terdapat banyak laci kecil dan rak-rak berisi aksesories lengkap dan make up.

Rambut coklat kemerahan milik Yerinsa sebagian ditarik ke belakang dan diberi jepitan cukup besar berbahan kain dengan bentuk pita warna biru. Mengenakan anting permata sapphire kecil bentuk tetesan air.

Kalung perak dengan bandul mutiara biru seukuran ujung jari manis, senada dengan gelang di pergelangan tangan kanan, sementara sebelah kiri tidak memakai apapun.

"Sudah, Nona," kata Mauren begitu selesai mempersiapkan Yerinsa dari atas kepala hingga ujung kaki.

Yerinsa menatap pantulan wajah di cermin, menunjukkan seorang remaja yang masih segar, tapi sudah memiliki proporsi tubuh tepat. Type ideal remaja, tidak kurus dan tidak gemuk, letak lemak sesuai tempatnya.

Puas dengan hasil riasan, Yerinsa memutar kursi meja rias untuk menatap Mauren yang menuju kasur. Lebih tepatnya sesuatu di ujung ranjang.

Di ujung ranjang Yerinsa ada sofa, memang yang terlihat di bagian atas adalah busa beludru empuk, tapi di bawah bagian benda itu berupa deretan laci berisi berbagai pasang alas kaki.

Yerinsa memang memiliki wardrobe, tapi tidak sebesar milik Prilly Latuconsina yang pernah ditayangkan di TV. Kamar 7x10 meter itu ditata sedemikian rupa hingga setiap sudut memiliki ruang efisien untuk menaruh sesuatu.

Wardrobe di kamar Yerinsa hanya sekitar empat kali tiga meter, lemari berpintu kaca transparan untuk menggantung pakaian sehari-hari dan setelan sekolah, rak-rak kaca menaruh tas, dan set aksesoris mahal.

Untuk barang-barang baru yang belum pernah dipakai, khusus di satu lemari dengan pintu kaca buram. Selain lemari dan rak, ada peti kayu persegi bercat putih juga, berisi kotak-kotak sepatu dan high heels berharga fantastis.

Selain walk in closet, kamar Yerinsa juga memilik pintu ke balkon karena berada di lantai dua, menghadap ke taman di samping rumah yang menghamparkan banyak jenis bunga.

Mauren mendekati Yerinsa kembali dengan membawa sepasang sandal coklat bertali hitam cukup rumit. Bersimpuh di dekat kaki gadis itu untuk memasangkan sandal dengan telaten.

Sejujurnya, Yerinsa masih belum terbiasa diperlakukan seperti ini, menunggu semua hal dipasangkan untuknya, tapi tidak bisa menolak juga karena itu sudah tugas pelayan.

"Mari, Nona. Tuan dan Nyonya pasti sudah menunggu," kata Mauren setelah memasangkan sandal di kaki Yerinsa.

Bangkit berdiri, Mauren mengulurkan tangan untuk membantu Yerinsa berdiri, serta menggandeng berjalan.

"Aku sudah baik-baik saja, tidak perlu digandeng lagi," kata Yerinsa sambil bangkit berdiri.

Tidak menerima uluran tangan Mauren, Yerinsa tersenyum kecil sambil melangkah lebih dulu ke pintu keluar kamar. Beberapa hari sejak siuman Yerinsa masih oke-oke-saja digandeng Mauren karena lemas, tapi sekarang sudah tidak lagi.

Mauren menurunkan tangan, mengikuti di belakang Yerinsa masih dengan penuh perhatian. Takut remaja itu tiba-tiba jatuh, seperti kejadian tidak terduga di tangga tempo hari.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status