Bandar Udara Internasional O'Hare, Chicago, Illinois, USA.
Pesawat tujuan Melbourne—Chicago baru saja mendarat. Wanita cantik yang memiliki wajah oval itu terlihat sedang menarik koper berwarna hitam miliknya. Penampilannya yang sempurna selalu membuatnya terlihat sangat cantik.
Raisa Marin, dia adalah wanita cantik yang baru saja kembali dari mengikuti pelatihan dari perusahaannya. Dia sudah tidak sabar ingin memberikan kejutan pada sang tunangan. Sudah lama tidak berjumpa membuatnya dilanda rasa rindu yang hebat.
Raisa tersenyum saat dia bisa menikmati udara segar. Rambut pirang panjangnya terurai dengan bebas begitu memukau. Serta perpaduan manik mata birunya terlihat indah saat dia membuka kaca mata hitam yang dikenakannya sejak tadi. Wanita cantik berdarah Indonesia dan Amerika itu memang memiliki paras yang sempurna.
“Pasti Garry sangat terkejut, karena aku kembali lebih awal, aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya,” gumam Raisa pada dirinya sendiri.
Raisa memegang dadanya yang berdebar saat dia sudah berada di depan pintu apartemen tunangannya. Dia mengatur napasnya sebelum membuka kode akses. Dia memiliki kode apartenen sang tunangan, karena dia sendiri yang membuat kode pintu apartemen tunangannya.
Wanita cantik itu membuka pintunya dengan sangat hati-hati. Lantas kedua manik matanya melebar melihat sepasang high heels yang dia tahu itu bukan miliknya, apa lagi posisi high heels tersebut berantakan.
Debaran di dada Raisa semakin cepat, dia bahkan mulai merasa sesak saat mendengar suara wanita dari arah kamar sang tunangan. Kedua tangan yang terkepal, dia masuk ke dalam. Dia jelas bisa mendengar suara aneh dari dalam kamar.
Namun, seketika kedua bola mata Raisa terbelalak terkejut saat melihat tunangannya dan adik kandungnya sedang melakukan hubungan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Tubuhnya mematung, menatap sosok yang biasa dia peluk dan tertawa bersamanya—kini bercumbu dengan adiknya.
Beberapa detik Raisa berdiri di ambang pintu, dua insan yang sedang melakukan pergulatan panas itu masih belum menyadari kedatangannya. Sampai tiba-tiba, Garry—tunangan Raisa—mulai sadar, dan seketika pria itu terkejut melihat Raisa berdiri di ambang pintu.
Garry yang sedang menikmati tubuh wanita yang ada di bawah kungkungannya itu tampak terkejut melihat kedatangan Raisa.
“Raisa?” Mata Garry melebar panik.
“Kakak?” Jenny langsung menarik selimut untuk menutup tubuh polosnya.
Raisa memejamkan matanya sejenak sambil mengatur napasnya. Dia ingin menyangkal jika apa yang dilihatnya itu adalah salah. Namun sayangnya, saat kedua bola matanya terbuka. Apa yang ada di depan matanya benar-benar sangat nyata.
“Sayang … a-aku bisa menjelaskan semuanya,” ucap Garry sambil mengambil celana miliknya yang ada di lantai.
“Stop! Jangan mendekatiku dengan tubuh kotormu itu!” seru Raisa dengan penuh emosi, dan kedua matanya sudah memerah. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh membasahi pipinya.
“Tapi—”
“Kak—”
“Diam! Aku tidak sangka kalian tega melakukan ini padaku.” Mata Raisa sudah berkaca-kaca tak sanggup lagi menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah. Hatinya sesak luar biasa. Dadanya seakan diterpa oleh hantaman batu keras.
“Sayang, aku bisa menjelaskan. Ini tidak seperti yang kau pikir.” Garry hendak mendekat, tapi Raisa langsung menghindar dari pria itu. Tampak jelas wanita itu terlalu jijik berada di dekat Garry.
“Tidak ada yang harus dijelaskan. Aku sudah melihat dengan jelas.” Raisa menjeda, menyeka air matanya seraya melanjutkan susah payah, “Kalian berdua cocok. Bahkan sangat cocok.” Dia memilih pergi meninggalkan apartemen itu, dengan langkah cepat, tapi pasti.
“Raisa, tunggu.” Garry mengejar tunangannya, berusaha menahan lengan Raisa, tapi dengan cepat—Raisa menepis kasar tangannya.
“Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu, Sialan! Hubungan kita berakhir sampai di sini!” ucap Raisa tegas dengan mata yang memerah akibat air matanya yang tadi sudah keluar. Detik selanjutnya, dia pergi meninggalkan apartemen yang penuh dengan kenangan yang menyakitkan itu.
***
Dentuman musik dan kepulan asap rokok mulai menemani Raisa saat ini. Wanita cantik itu duduk di depan meja bar. Dia memesan segelas minuman beralkohol untuk menghilangkan rasa sedih di dalam dirinya.
Raisa berdecih saat dia melihat pasangan muda mudi asik berdansa di dance floor. Dia mengumpati nasibnya yang tak beruntung seperti orang-orang di sana. Dia menenggak minumannya hingga tandas, lalu dia memesannya lagi. Lantas, dia kini menari mengikuti alunan musik.
Dari kejauhan ada beberapa pria yang mengawasi Raisa, tapi satu di antara mereka berani mendekati wanita itu sambil membawa segelas minuman beralkohol. Pria yang menghampiri Raisa itu sejak tadi sudah tergoda dengan kecantikannya. Apa lagi gaun hitam seksi yang digunakannya membuat lekuk tubuhnya semakin terlihat sempurna.
“Hai cantik, sendirian saja?” sapa pria asing tersebut.
Raisa memilih mengabaikannya, dia sedang tidak ingin diganggu. Namun, sepertinya pria asing itu masih berusaha mencari celah agar bisa dekat dengan Raisa.
“Minumlah. Ini untukmu.” Pria itu menyodorkan minumannya, dan sayangnya Raisa malah menolak minuman tersebut.
“No, thanks.” Raisa berucap dengan nada ketus, meskipun alkohol sudah mengusainya, dia tetap berusaha untuk tetap sadar.
“Come on, jangan munafik.” Pria asing itu menyentuh tangan Raisa, tapi dengan cepat, Raisa menepis kasar tangan pria asing itu.
“Jangan ganggu aku!” seru Raisa mengusir pria asing itu. Nadanya meracau. Kewarasannya masih ada di dalam otaknya meski hanya sedikit.
Pria asing itu berdecak. “Jangan munafik! Aku tahu kau menginginkan sentuhanku!” Dia hendak merengkuh bahu Raisa, tetapi …
“Jangan ganggu dia!” bentak seorang pria tampan dari arah lain, dengan nada keras, tegas dan penuh wibawa.
“Siapa kau?” Pria asing yang mengganggu Raisa menatap tajam pria tampan yang baru saja datang.
Pria tampan yang baru datang itu mendekat, menatap tajam dan penuh amarah pada pria asing yang mengganggu Raisa. “Tidak penting kau tahu siapa aku. Aku akan melenyapkanmu, jika kau tidak pergi dari hadapanku.”
“Kau pikir aku takut padamu?” Pria asing yang mengganggu Raisa tak terima pada pria tampan yang baru saja datang, tapi malah sudah berani mengancamnya.
Pria tampan itu mendekat pada pria asing itu. Lantas, dia melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan dan emosi. “Lima pengawalku ada di belakangku. Jika kau menguji kesabaranku, mereka tidak segan-segan untuk menghabisi nyawamu!” desisnya tajam penuh ancaman yang tak main-main.
Pria asing itu menatap lima pengawal yang berdiri tak jauh dari pria tampan yang baru saja datang itu. Raut wajahnya berubah menjadi sedikit memucat akibat rasa takut. Detik selanjutnya, tanpa mengatakan apa pun dia segera pergi menjauh dari Raisa.
Raisa memicingkan matanya, menatap wajah pria tampan yang baru saja datang. “Hey, tampan. Apa kita saling mengenal? Aku seperti tidak asing saat melihat wajahmu,” tanyanya pelan.
Pria tampan itu segera menangkap tubuh Raisa, di kala alcohol telah menguasai Raisa.
“Hey, bicaralah. Apa kita saling mengenal?” racau Raisa mabuk sambil menciumi rahang pria yang baru saja datang. “Harum, kau sangat harum sekali. Aroma parfum yang kau pakai sepertinya aku kenali.”
Pria tampan itu tersenyum samar mendengar ucapan Raisa. “Kau sangat mengenal aroma tubuhku, Raisa.” Dia langsung menggendong tubuh Raisa gaya bridal—dan membawanya pergi meninggalkan kelab malam.
“What? Jadi, Rylan berhasil melumpuhkan dua orang penjahat? Astaga, aku tidak menyangka dia tetap masih hebat dan keren!”Komentar Winona begitu kagum pada sosok Rylan. Dia baru saja diberi tahu oleh Raisa tentang kejadian penyerangan waktu itu. Meski awalnya Winona panik, tetapi Raisa menjelaskan dengan jelas bahwa Rylan mampu melawan bahkan melumpuhkan dua penjahat sekaligus.Ya, pagi itu Raisa sedang menikmati secangkir susu cokelat hangat, dan Winona ternyata datang ke apartemennya. Well, dia masih sama masih menjadi pengangguran. Dia masih tahu apa yang harus dia lakukan. Namun, tetap meski demikian dia mencoba untuk tetap menikmati kehidupan ini.“Jujur, aku ingin sekali tahu siapa penjahat yang ingin mencelakai Rylan,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang.Winona menatap Raisa saksama. “Apa kau mencemaskan keadaan Rylan? Maksudku, kau takut Rylan dalam bahaya?” tanyanya meledek.Raisa yang menyadari pertanyaan Winona langsung menggelengkan kepalanya tegas. “Tentu saja aku t
Botol wine telah pecah dan berserakan di lantai. Aroma anggur mahal begitu kental di ruangan itu. Tampak Omari, asisten pribadi Garry nyari menjadi korban kemarahan Garry Lawson. Dia berdiri di dekat botol wine yang telah pecah akibat tuannya melempar botol wine—dan mengenai dinding. Bisa dikatakan nyaris mengenai dirinya.“Kenapa orang bayaran kita idiot sekali!? Bisa-bisanya kalah hanya melawa satu orang saja!” bentak Garry, dengan sorot mata tajam, dan napas memburu menunjukkan kemarahan yang berkobar di dalam diri.Omari menundukkan kepalanya, di kala mendapatkan amarah besar dari tuannya itu. “Tuan, maaf saya tidak tahu kalau ternyata Rylan Blackburn cukup hebat dalam bela diri. Jika saya tahu dari awal, saya pasti akan menyiapkan pembunuh bayaran lebih banyak lagi untuk melumpuhkannya.”“Aku tidak mau mendengar ucapan maafmu! Yang aku mau tahu adalah hasil dari rencana yang tersusun sempurna, Bodoh!” bentak Garry lagi.Omari tetap menundukkan kepala. “Tuan, dua pembunuh bayaran
Aroma anyir darah semerbak tercium. Penjahat yang menyerang Rylan tewas di tempat. Raisa yang melihat penjahat itu tewas di tempat, dia langsung dilingkupi ketakutan. Bahkan kakinya seakan seperti jelly yang tak bisa berdiri tegak. Tepat di kala Raisa nyaris pingsan—Rylan dengan sigap merengkuh bahu wanita itu. “R-Rylan—” Lidah Raisa mendadak kelu. Tenggorokannya tercekat melihat para penjahat yang menyerang Rylan telah merenggang nyawa. Hal yang paling mengejutkan adalah di kala satu orang penjahat tersisa, tapi ada tembakan dari jarak jauh—membuat penjahat yang tersisa itu juga merenggang nyawa.Rylan tak berkata apa pun. Pria tampan itu trus memeluk tubuh Raisa, seraya mengendarkan pandangan ke sekitar. Penembak jarak jauh sudah pergi, dan dia tak bisa mengejar. Alasan kuat dia memilih tak mengejar adalah agar Raisa tidak berada dalam bahaya.Rylan berada di tempat itu, diserang ketika bersama dengan Raisa. Dia ingin bertindak lebih, tetapi fokus utamanya adalah membuat Raisa aman
Raut wajah Raisa berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Rylan. Lidahnya tak tahan untuk menyela, tetapi semua itu seakan tertahan di tengorokannya—tak mampu mengeluarkan kata sedikit pun. Dia memilih untuk membuang muka, dan tak mau lagi menatap Rylan.Rylan tersenyum, melihat Raisa membuang pandangan padanya. Dia selalu gemas akan sifat Raisa. Dia memutuskan untuk tak lagi menggoda wanita itu. Dia menikmati makanan terhidang sembari menatap wanita itu yang tampak memasang wajah ketus.Tak selang lama, tepatnya ketika makanan sudah habis disantap, Rylan membayar bill makanan. Lantas, tanpa permisi, dia menggenggam tangan Raisa, membawa wanita itu masuk ke dalam mobilnya.Raisa memasang wajah dingin, di kala tangan Rylan menggenggam tangannya. Dia bermaksud untuk melepaskan genggaman tangan pria itu, tetapi entah dia tak mengerti kenapa hatinya seakan tak ingin genggaman itu terlepas.Raisa bagaikan hewan yang patuh di kala tangan Rylan terus memberikan genggaman erat. Dia mengumpat
Pagi menyapa, Raisa bersantai di apartemen seraya menonton salah satu film action. Wanita cantik itu sudah bangun sejak awal, akibat pikiran yang sedang kacau. Perkataan Jenny, adiknya yang sialan itu berputar di pikirannya. Sialnya, dia belum mendapatakan petunjuk tentang bukti perselingkuhan Garry dan Jenny.Raisa menyesal saat memergoki Garry dan Jenny berhubungan intim, dia tak mengambil gambar. Ah, betapa bodohnya dia. Pun dia tak pernah tahu adiknya akan balik menyerang dirinya. Dia terlalu bodoh, berpikir adiknya pasti akan merasa tersudut. Ternyata di sini keadaan bisa diputar.Suara bell berbunyi. Raisa berdecak kesal. Wanita itu berharap yang datang bukan adiknya. Oh, God, jika adiknya yang datang, rasanya dia ingin menusuk belati ke jantung adiknya yang sialan itu. Andai saja membunuh tidak dihukum penjara, maka dia pasti akan membunuh adiknya yang berhati iblis.“Semoga bukan kau yang datang, Jalang!” gumam Raisa kesal, sambil berdoa bukan adiknya yang datang. Dia lelah ji
“Apa rencanamu, Raisa?” Winona, sahabat baik Raisa, mendatangi Raisa lagi ke apartemen. Wanita itu dilanda keterkejutan akan fakta di mana Raisa one night stand dengan Rylan Blackburn. Pun dia bermaksud ingin selalu di samping sahabatnya itu dalam kondisi rumit seperti sekarang ini.“Aku ingin sekali meninggalkan kota ini,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang, dan memejamkan mata lelah. Dia merasa lelah, dengan segala masalah yang ada dalam dirinya.Kening Winona mengerut dalam. “Kau ingin ke mana? Keluargamu tinggal di sini, Raisa,” ujarnya dengan nada bingung.“Pilihanku jatuh pada New York. Aku ingin segera meninggalkan Chicago, dan menetap tinggal di New York.”“Kau yakin?”“Ya, sangat yakin.”“Oke, katakan padaku, apa yang akan kau lakukan di New York?”“Mungkin aku akan membuka usaha sendiri. Aku masih memiliki tabungan. Aku bisa bertahan hidup dari tabunganku.”Winona berdecak kesal. “Come on, ayahmu bahkan memiliki perusahaan cukup besar. Kenapa kau harus bersusah payah s