"Nama Om Dirgantara Pradikta kan? Aku Nay, anak Om. Boleh Om kupanggil Papa?” Hanya berselang tiga hari sebelum pernikahannya, Dirga tiba-tiba saja kedatangan tamu. Seorang remaja 16 tahun bernama Dinaya yang mengaku anak biologisnya. Padahal Dirga terkenal green flag karena pribadinya yang baik, ramah, santun, dan tak pernah macam-macam. Dirga juga tak banyak terlibat hubungan dengan lawan jenis, dan tentu saja belum pernah menikah meski usianya sudah pertengahan kepala tiga. Pernikahan yang rencananya akan dilangsungkan tiga hari lagi adalah yang pertama kali dalam hidupnya. Lalu siapa gadis remaja ini? Kenapa dia mengaku anak kandung Dirga?
Lihat lebih banyak“Aku anak kandung Om. Jadi mulai sekarang, boleh Om kupanggil Papa? Atau Papi? Bapak? Daddy? Ayah?”
“Hah? Sebentar ... Sebentar ... A-anakku?”
“Iya. Nama Om Dirga kan? Dokter Dirgantara Pradikta. Tanggal lahir 28 April 1989. Golongan darah A, nama ayah Adnan Pradikta, nama Ibu Hastari Farhana. Om alumni SMA 17, dulu kelas 3 IPA 1, lulus tahun 2006. Aku tau, Om. Aku beneran anak biologis Om. Boleh Om kupanggil Papa?"
“Eits, eits, ntar dulu. Aku ini lajang, belum pernah menikah, dan dua hari yang lalu aku baru merayakan hari jadi ke 35 tahun. Apa masuk akal kalau aku sudah punya anak sebesar kamu?” tanya Dirga setengah kesal dan langsung bersikap waspada. Apa ini modus penipuan baru?
“Ya ampun! Jadi Om masih nggak percaya kalau aku anak biologis Om?” Gadis rmaja itu menepuk keningnya sendiri sambil berdecak kesal.
“Ya udah gini aja deh, Bunda bilang Om punya tanda lahir di paha bagian dalam, letak persisnya itu kira-kira sepuluh sentimeter dari …”
“Stop stop stop!” Dirga menyilangkan lengan di depan dada, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan dengan panik. Ini masih di rumah sakit, dan ini wilayah kerjanya. Dirga tidak mau semua koleganya tau ada tanda lahir di dekat area pribadinya yang selama ini tertutup rapat. Maklum, Dirga termasuk lelaki cukup religius yang menjaga auratnya. Di kolam renang atau pantai sekalipun, Dirga mengenakan celana renang berlapis legging yang biasa digunakan penjaga gawang untuk menutupi auratnya. Tapi gadis kecil ini malah tau letak tanda lahirnya?
“Punggung Om masih ada bekas luka kan? Kata Bunda luka itu gara-gara Om kegores pagar kawat tetangga waktu Om jatuh dari sepeda pas SMP.” Dinaya bertanya santai, tapi Dirga malah berjengit mendengarnya.
Dirga mundur selangkah, antara takjub dan takut dengan semua perkataan gadis ini. Yang jelas semua tepat, akurat, berupa fakta dan realita. Dia bahkan tau fakta yang selama ini tidak pernah Dirga bahas dengan siapapun. Oke, beberapa teman memang tau Dirga punya bekas luka di punggung. Tapi seingat Dirga, dirinya tak pernah menceritakan kronologis tentang kapan, dimana, dan bagaimana dia mendapatkan bekas luka itu.
Siapa anak ini? Kenapa dia tau detail ini? Kalau dia penipu dan ingin memerasku, mungkin data yang dia gunakan hanya hal hal yang umum seperti sekolah, universitas, golongan darah, nama orang tua, tanggal lahir, seperti yang tadi dia sebutkan di awal. Tapi dia tau tanda lahir dan bekas luka di punggungku. Mana ada orang lain yang tau kecuali Ibu, Ayah, dan sahabat laki lakiku? Dirga membatin dengan rasa penasaran dan takut yang rasionya kurang lebih sama besar.
Jangan jangan …
“Sebentar. Kamu tunggu di situ dulu ya. Duduk diam dan jangan ngapa ngapain. Aku mau ke dalam dulu, nanti aku balik lagi ke sini. Jangan kemana-mana dan jangan ngomong apapun sama siapapun! Paham?” tukas Dirga setengah panik. Dinaya hanya mengangguk acuh tak acuh, lalu memilih salah satu kursi untuk ia duduki.
Setelah melihat gadis itu duduk diam sambil memainkan ponselnya, Dirga langsung masuk ke ruangan dan menekan salah satu nama yang tertera di contact whatsappnya. Farez.
“Halo, Ga?” suara Farez terdengar di detik pertama setelah sambungan telepon terhubung.
“Rez? Prank macam apalagi ini?” tuduh Dirga.
“Hah? Apaan?” Farez balik bertanya dengan kening berkerut. Ia sampai menjauhkan ponsel dari telinga dan menatap layarnya dengan bingung. Farez melihat benar nama Dirga yang terpampang di layar ponselnya. Bukan salah sambung. Tapi kenapa omongannya yang nggak nyambung?
“Udah ngaku aja. Ini prank ulang tahun yang telat kan? Kamu, Rio, dan Dillo masih dendam karena gagal ngeprank aku dua hari yang lalu kan?” Lagi lagi Dirga menuduh, membuat Farez semakin bingung.
“Heh, birthday boy! Nggak ada prank prank atau apaan itu ya! Inget umur! Kita semua lima tahun lagi udah kepala empat. Kami semua juga udah bapak bapak, bukan waktunya lagi main prank prank nggak jelas begitu!” bantah Farez membuat Dirga tertegun.
“Serius Rez?”
“Serius. Pas kamu ulang tahun kemarin memang kami bertiga mau ngasih kejutan kue atau pesta apalah itu jam 12 malam. Tapi pada males. Ngantuk. Lagian kamu juga masih di rumah sakit jam segitu. Makanya batal. Udah tua ngapain sibuk amat urusan ulang tahun? Udah berapa tahun ini kita ulang tahun cuma makan makan doang kan? Kenapa tiba-tiba malah prank segala?” jelas Farez panjang lebar. Dirga jelas percaya. Farez orang yang lugas dan apa adanya. Jadi dia pasti jujur hari ini.
“Emang kenapa sih? Ada yang kirim kejutan ke rumah kamu? Atau ke rumah sakit? Prank apaan? Dari siapa?” tanya Farez. Jiwa jiwa kepo nya mulai muncul ke permukaan dan Dirga segera waspada.
“Nggak. Nggak ada apa apa. Oke, udah ya, sorry ganggu. Kututup ya … Assalamualaikum." Dirga memutuskan panggilan telepon secara sepihak tanpa menunggu Farez menjawab salamnya.
Setelah itu Dirga mengintip dari celah pintu untuk memastikan gadis remaja bernama Dinaya itu masih tetap duduk ditempatnya dan tidak membuat ulah. Untunglah, anak itu tak bergerak dari kursi dan masih terlihat sibuk dengan ponselnya.
Otak Dirga berpikir keras. Penipuan bukan, prank juga bukan. Jadi siapa anak itu? Apa benar dia anak kandung Dirga? Tapi Dirga belum pernah menikah, apalagi melakukan proses reproduksi dengan calon istrinya sekarang ataupun mantan pacarnya yang dulu. Kenapa tiba tiba remaja sebesar itu mengaku anak kandungnya?
Dirga terus menatap Dinaya dari celah pintu ruang kerjanya. Saat itu Dinaya mengangkat wajahnya dari layar ponsel dan menoleh ke samping. Seketika Dirga tertegun. Figur wajah gadis itu terlihat sangat familiar di benak Dirga.
Seketika Dirga mematung. Satu nama langsung terlintas di benaknya. Nama yang pernah melekat dalam ingatannya tujuh belas tahun yang lalu.
Oh tidak! Sepertinya anak itu memang anakku!
“Ya ampuuun! Kok bisa gini sih! Ini kantong mata apa kantong kresek? Gede banget!” Dinaya terkejut melihat wajahnya di cermin. Matanya terlihat merah, wajahnya kusam, dan lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas.Ini semua gara gara Dinaya tak bisa tidur dua malam berturut turut. Semua karena satu nama : Lintang Lazuardi!Malam kemarin, Dinaya terjaga sepanjang malam karena serba salah bertemu dengan Lintang. Perpaduan bingung, takut, kesal, tapi penasaran membuat Dinaya sulit memejamkan matanya sampai dini hari. Dan semalam, lagi lagi Dinaya terjaga semalaman karena berita tak terduga dari Shelly. Membayangkan dia harus bekerja di kantor yang sama dengan Lintang membuat Dinaya gelisah dan gugup luar biasa. Akibatnya, pagi ini Dinaya bangun dengan mata merah, wajah kusam, dan kantong mata yang membuatnya terlihat seperti zombie.Akhirnya, Dinaya menyiasati penampilannya dengan concealer dan memulas make up agar wajahnya terlihat lebih fresh. Dinaya juga sengaja datang lebih pag
“Dia itu anak tirinya adik Mami.”“Hah? Gimana gimana?” tanya Aufa. Dia memang paling benci mengurai silsilah keluarga. Apalagi kalau sudah keluarga jauh yang rumit.“Jadi sebenarnya si Lala itu bukan sepupu langsung. Dia itu anak tirinya adik Mamiku. Jadi, Om Karel itu menikah dengan janda beranak satu. Anak janda itu ya si Lala. Salah satu bisnis Om Karel kan dealer mobil, nah si Tante ini dulu kerja jadi SPG di sana. Entah gimana, Om Karel malah nikahin dia. Hampir seluruh keluarga besar Mami nggak setuju. Bukan karena statusnya yang janda atau profesinya yang SPG, tapi karena kelakuannya ya ampuuun! Nggak banget! Belum apa apa udah keliatan banget matrenya. Oma yang paling nggak setuju. Masa dia ke acara keluarga bajunya kayak LC mau open BO? Nggak punya otak!” cibir Shelly.“Oooh, jadi bukan sepupu kandung. Cuma sepupu karena ikatan pernikahan aja. Syukurlah,” sahut Aufa sambil menghela nafas lega. Tak terbayang kalau Shelly ternyata benar benar sepupu kandung perempuan mengerikan
“Hei! Bangun pemalaaaass!”Dinaya masih meringkuk di balik selimutnya yang nyaman dan hangat saat suara melengking nyaring dan sama sekali tak merdu itu tiba tiba merusak suasana. Aufa mendadak muncul dan menarik selimut Dinaya sampai gadis itu mengerang kesal.“Aaaah! Aku masih ngantuk, Fa,” protes Dinaya. Semalam dia tak bisa tidur, dan sehabis sholat subuh, Dinaya memutuskan untuk tidur sebentar dan minta bangunkan Bi Asih jam 9 pagi. Tapi bukannya Bi Asih yang membangunkannya dengan lembut, malah Aufa yang datang dengan teriakan tarzannya.“Anak gadis kok bangunnya siang, ntar jodohnya Om Om loh!” seru Aufa sambil menyibak selimut Dinaya sampai gadis itu terjaga sepenuhnya dan memelototi Aufa.“Sebentar lagi tahun 2025, kamu masih aja percaya mitos nggak masuk akal itu. Nggak ada relevansinya antara kebiasaan bangun siang dengan jodoh, Aufa! Terus kalau aku bangunnya sore jodohnya kakek kakek gitu? Gimana kalau aku bangun jam 3 pagi? Apa jodohku bocah SMP?” bantah Dinaya mematahkan
Kalau ditanya kapan saat paling memalukan yang dialami Dinaya, dalam dua detik tanpa pikir panjang, dia pasti akan menjawab : tiga tahun yang lalu!Tiga tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Desember adalah hari yang ingin sekali dihapus Dinaya dari ingatannya. Kalau bisa selama lamanya. Sayangnya itu mustahil. Manusia punya amygdala, dan fungsi bagian otak yang satu itu adalah mengingat dan menyimpan memory yang berkaitan dengan emosi dan itu tentu saja dalam dalam jangka waktu yang lama. Itu sebabnya Dinaya tak pernah bisa melupakan peristiwa memalukan itu walaupun setengah mati ia mengusirnya.Dan sekarang, manusia yang punya andil paling besar membentuk kejadian memalukan itu ada di hadapannya entah darimana datangnya. Baru beberapa menit Dinaya menginjak bumi setelah terbang 15 jam dari London – Singapore – Jakarta sejauh lebih dari 11.000 km, tiba tiba saja makhluk paling menyebalkan itu berdiri di depannya dengan senyum memuakkannya. Argh!“Baru landing dari pesawat?” tanya lelak
“Sayang? Udah tidur?” Dirga memanggil Reisha yang berbaring memunggunginya. Mata Dirga menatap langit langit kamar yang diterangi cahaya redup dari lampu tidur di sisi meja. Reisha yang belum tidur berbalik menghadap Dirga.“Baru mau tidur Mas. Kenapa? Mas nggak bisa tidur ya? Mas kepikiran sesuatu? Soal Naya ya?” tanya Reisha sambil berbalik menghadap Dirga. Ia kebetulan memang belum tidur.Dirga menghela nafas seolah menyimpan beban pikiran yang benar benar menghimpit dan membuat dadanya sesak. Tebakan Reisha benar, yang memenuhi beban pikiran Dirga memang Dinaya.“Rei, besok Naya pulang ke Jakarta, dan aku entah kenapa takut banget melepas dia,” ujar Dirga jujur.“Yang kamu takutkan apa, Mas?” tanya Reisha meskipun sedikit banyak ia sudah tau jawabannya.“Aku takut Naya ketemu lelaki yang salah. Di Jakarta dia sendirian, Rei. Nggak ada kita yang bisa jagain dan ngawasin dia. Apalagi kondisinya yang sering sakit setelah kecelakaan waktu itu. Tadi aja aku hampir ikut beli tiket ke Jak
Jangan jangan Papa tau sehari sebelum aku berangkat ke sini, aku menginap di apartemen Ghazi hanya ... berdua? Batin Dinaya panik.“Nay?” Dirga memanggil nama Dinaya karena putrinya itu tak merespon.“Eh i-iya, Pa,” jawab Dinaya gugup.“Kamu kenapa bengong?” tanya Dirga dengan tatapan curiga. Dinaya tau Dirga punya insting tajam. Dan biasanya apapun yang disembunyikan Dinaya, Dirga pasti tau.“Nggak kok Pa. Cuma aku udah ngantuk banget, Pa,” kilah Dinaya cepat. Tapi justru kebohongannya itu makin menambah kecurigaan Dirga.“Nay? Kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu sama Papa kan?” tanya Dirga membuat Dinaya mengerang dalam hati.Aahh! Kan? Detektor kebohongannya menyala? Pasti Papa langsung tau aku bohong. Keluh Dinaya dalam hati. Sekarang dia pasrah seandainya Dirga pada akhirnya tau apa yang dilakukannya malam itu.“Nggak, Pa. Nyembunyiin apaan sih?” Dinaya masih mencoba mengelak.“Kamu jangan bikin Papa makin khawatir, Nay. Papa tau kamu nyembunyiin sesuatu. Nay, kamu sekarang jauh d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen