LOGIN"Mom, sepertinya si manusia super sibuk itu tidak akan datang."
Terlihat jelas Cathryn begitu gusar saat menunggu Nathan di depan pintu Hall tempat acara itu sedang berlangsung.
"Kiara, don't make me panic, ok! Acara sudah dimulai, Vivian dan keluarganya juga sudah menunggu, seharusnya kau berusaha menghubungi Nathan atau lebih baik bersikap tak peduli seperti Arcell daripada membuatku semakin panik!"
Kiara memutar bola matanya malas, "Bersikap seperti pria bodoh di sana maksudmu, mom?" Kiara menunjuk adiknya yang sibuk mengobrol genit dan tebar pesona dengan beberapa wanita.
“Never, he embarrasses me, Mom.”
“Stop it, apa mengejek adikmu saat ini bisa membantu?”
“I did, 30 menit yang lalu aku sudah mengabari Jonathan si anak kesayangan bahwa acaranya sudah dimulai. Aku lebih baik daripada anak laki-lak yang tidak berguna itu.”
Cathryn melirik kesal anak perempuannya yang malam itu tampak cantik.
“Lebih baik kau duduk dengan Arcell, kau sama sekali tidak membantu, Honney.”
"Come on Mom, di sini banyak orang penting dan aku tidak ingin menodai namaku dengan berdampingan bersama pria bodoh itu."
"Tapi pria bodoh itu adikmu, Kiara Lee!"
Senyum Cathryn merekah seketika saat melihat anak tertuanya berlari menghampiri dengan rambut yang sedikit berantakan, tentu saja Nathan terlalu sibuk mengejar waktu sehingga melupakan rambutnya yang tak tersentuh sejak tadi.
"Maaf aku terlambat." Nathan memeluk Cathryn dan mencium kedua pipi sang ibu yang tampak begitu lega.
“Kau belum menyisir rambutmu?” Cathryn merapikan rambut anaknya yang berantakan.
"Ada oprasi yang tidak bisa kutinggalkan, aku bergegas agar bisa sampai di sini secepat mungkin.”
“What smell? Baumu seperti sabun cuci piring.”
“Kiara!” Cathryn mengingatkan, namun Kiara yang masa bodoh dengan gertakan ibunya malah mengeluarkan sebuah parfum kecil dari tasnya dan menyemprotkannya di seluruh tubuh Nathan.
“Thank me later. Aku merasa punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik keluarga kita di hadapan banyak orang," ucap Kiara ketus sambil berlalu, mengibaskan rambut coklat panjangnya untuk menghampiri Arcell yang mencoba menarik perhatian beberapa wanita.
"Ayah Vivian sedang berbicara di depan dan setelah ini giliranmu dan Vivian. Lebih baik kau segera menemuinya karena Vivian sudah menunggumu sejak tadi! Jangan lupa rapikan pakaianmu!”
Pria itu tersenyum sebelum meninggalkan ibunya untuk menghampiri si pemilik pundak gusar yang sejak tadi menunggu kedatangannya. Terlihat wanita itu sesekali meremas gaun berwarna white pearl yang sangat cantik, gaun panjang tanpa lengan yang hampir menyerupai kulit putih Vivian. Perlahan ia berjalan menghampiri dan berdiri tepat di belakang Vivian untuk meraih lembut kedua pundak wanita yang, seketika tersenyum lega.
"Maaf membuatmu menunggu," bisik Nathan lembut sembari mencium pipi Vivian yang tersenyum menunjukkan lesung pipinya.
"Kau membuatku takut."
"Apa yang kau takutkan? I'm here."
"Kau tidak melupakan cincinnya, kan?"
"Tidak, tapi nyaris tertinggal, beruntung Adam menyadarinya."
"Syukurlah. Kau berhutang padanya.”
Nathan mengusap jari-jari Vivian sebelum meletakan jari-jari kurus itu di lenganya. Sekali lagi ia menatap wanita yang tampak begitu cantik dengan gaun berwarna white pearl yang mengingatkanya pada pertemuan pertama mereka.
“Kau tahu acara ini sedikit—” Vivian meringis tak enak.
“Overkilled.”
“Ya, maaf acara pertunangan ini tidak seperti yang kau inginkan. My dad, he took everything on his majority, baginya mengumumkan pertunangan dalam acara jamuan dengan kolega dan rekan bisnisnya ini akan sangat menguntungkan.”
“Baby, kita sudah membahasnya. Meskipun mengumumkan bertunangan di depan kolega bisnisnya terdengar konyol bagiku, but i’m ok.”
“Thanks. But, i'm little bit jumpy.”
Nathan tersenyum kian mengeratkan genggaman tangannya. Keduanya menarik nafas yang jauh lebih panjang dari sebelumnya, rasa gugup dan tegang menyelimuti hati Nathan dan Vivian kala pintu terbuka dan membuat mereka menatap panggung dan sorotan lampu yang menggelapkan barisan para tamu. Keduanya berjalan memasuki Hall diiringi dengan alunan violin dan cahaya biru-putih yang menggiring langkah mereka.
Ayah Vivian menyambut kedua insan yang tampak begitu serasi, berjalan bersama dengan senyuman yang merekah. Hanya sebuah pelukan yang mampu ayah Vivian berikan kepada pria berwajah sempurna yang kini menjaga langkah anak kesayangannya.
"Your turn." Ayah Vivian tersenyum sembari memberikan mic pada Nathan yang terus menghela nafasnya gugup, tersenyum sesaat sebelum melepaskan tangan Vivian dari lengannya untuk berjalan menjauh menuruni panggung.
Para tamu, kedua keluarga, tanpa terkecuali Vivian tampak bingung dengan apa yang Nathan lakukan. Ia sama sekali tidak tahu apa yang ada di dalam rencana Nathan sampai-sampai pria itu berdiri di antara para tamu undangan.
"Sejauh ini, mungkin sejauh ini saat pertemuan pertama kami itu terjadi.” Suara Nathan mengisi Hall yang begitu sunyi, semua menatap pria tampan yang kini wajahnya perlahan tersenyum teduh menatap Vivian. "Tidak, itu bukan pertemuan yang pertama bagi kami tapi yang pertama bagiku"
Perlahan langkah Nathan mulai mendekat dan semua mata mengarah ke mana pria sempurna itu pergi.
"Saat itu, aku merasa begitu kagum, menatap seorang wanita cantik yang menari dengan begitu indah di atas panggung, musik dan panggung adalah temannya saat itu dan aku sangat mengagumi semua hal pada malam itu.”
Nathan kembali mendekati panggung, satu per satu menaiki anak tangga tanpa melepaskan pandangannya dari Vivian.
"Aku terlalu pengecut untuk bertemu dengannya saat itu sehingga aku hanya mengiriminya seikat bunga peony yang selalu ada bersama dengan bunga-bunga lainnya. Satu kali, dua kali, dan setidaknya aku membutuhkan waktu tiga kali untuk memikirkan dengan matang tentang bagaimana cara untuk bisa bertemu dan mengatakan rasa kagumku pada Vivian. Sampai akhirnya di malam itu tanpa sengaja kami bertemu di depan theatre dan dia menyapa. 'Hai', itu adalah kata pertama yang dia ucapkan saat kami bertemu, Saat itu jarak kami seperti ini.”Vivian tersenyum lebar, sedikit malu karena ia mengingat semua kenangan itu, bahwa kenyataannya kini tak hanya dia dan Nathan si pemilik kisah itu, namun seisi Hall tahu tentang cerita mereka. Nathan kembali berjalan mendekat untuk menatap wajah Vivian lebih dekat lagi.
“Semua berkatmu, perkenalan itu lebih cepat terjadi karenamu.”
Riuh para tamu undangan merasakan haru bercampur bahagia saat mendengar narasi pertemuan Nathan dan Vivian, dua insan yang saling mencintai itu bahkan tidak melepaskan pandangan sama sekali dan itu cukup membuat semua orang merasa iri.
"—dan mulai sekarang, di hari ini, di jarak sedekat ini, aku bisa dengan yakin mengatakan bahwa aku sangat mengagumimu Vivian Wang."
Nathan berlutut dan menatap lembut kedua mata Vivian yang mulai berair, senyumannya tak pudar meskipun kedua matanya menyimpan air mata.
Diraihnya jemari Vivian untuk ia genggam.
"Vivian Wang, hari ini, di depan kedua orang tuamu, orang tuaku, keluarga dan juga semua orang di sini yang menyaksikan, maukah kau menjadi bagian dari hidupku, menjadi bagian dari sisa hidupku? Will you marry me, Vivian?"
"Yes, absolutly yes, Nath! I will,”
Keduanya menukar senyuman manis bersama sebelum Nathan memberikan ciuman manis pada jari-jari kurus Vivian, semua bertepuk tangan melihat Nathan memasangkan incin bermata putih di jari manis Vivian yang tidak bisa membendung perasaannya. Vivian memeluk Nathan bahagia, kembali saling berciuman dengan iringan tepuk tangan dan senyum bahagia dari para tamu undangan.
Semua merasakan haru yang tak dapat terbendung, kedua keluarga yang duduk dalam satu meja menukar senyuman dan rasa haru mereka bersama. Arcell si pria bebas yang tidak bisa diatur itu berteriak paling keras seperti menonton pertandingan bola, begitu lantang sampai semua orang menatapnya konyol, membuat Kiara hanya menunduk menutupi wajahnya karena kelakuan Arcell yang membuatnya malu.
****
Ting tung ting tung ting tungSatu ikat bunga peony memenuhi tangan Nathan yang kini sedang menunggu dengan gusar di depan pintu. Kegelisahan seperti memenuhi pikirannya tak kala Vivian yang biasanya begitu cepat membukakan pintu, kini harus membuatnya menunggu. Semua karena rasa bersalahnya, ia mengakui kesalahannya hari itu dan ia ingin menyelesaikan semuanya. Sekali lagi Nathan menekan bel yang tak lama setelahnya ia mendapati Vivian muncul dari balik pintu dengan senyuman kecut menyambut kehadiran Nathan."Kau belum tidur?"Vivian lagi-lagu tersenyum. Senyum yang bahkan bisa Nathan artikan dengan baik. "Aku tidak bisa tidur, masuklah," tutur Vivian yang berusaha bersikap sewajarnya seolah ia tak marah dan baik-baik saja. "Apa ini bunga Peonyku?"Nathan mengangguk dan Vivian segera memeluk bunga miliknya untuk menikmati wangi harum khas bunga peony yang paling ia suka."Apa ada toko bunga yang buka selarut ini?""Aku sudah membelinya tadi siang."Vivian kemudian menyadari seberapa
Suara musik berdentum begitu keras di telinga Nathan, ia tidak pernah tahu jika acara after party akan dikemas dengan cara seperti ini, cukup liar. After party yang lebih terlihat seperti sebuah pesta club malam dimana semua orang berpesta dan bersenang-senang seolah hanya hidup hanya untuk hari itu saja. Nathan menolak segala macam minuman karena kedua matanya terus menatap Kiara yang terlihat menikmati pesta, menari di lantai dansa bersama dengan para model pria dan wanita sembari membawa segelas minuman. Beberapa orang berpesta di kolam dengan bikini bahkan tak jarang ada beberapa orang yang sedang bermesraan sembari menghisap rokok bergantian. Suasana yang tidak nyaman bagi seorang Jonathan Carringtoon Lee yang merasa semua itu bukan dunianya. Dunianya terlalu tenang dibandingkan keadaan malam itu.Beberapa wanita terlihat mendekati Nathan karena memang pria itu begitu tampan dan menarik perhatian. Namun mentah-mentah Nathan menolak dan meminta para wanita yang mendekatinya untuk p
Degup jantung yang memburu membuat Vivian merasa panik karena gugup, udara yang mendadak terasa dingin membuat tubuhnya juga ikut terasa kaku. Berusaha mengatasi rasa gugupnya ia berjalan kesana-kemari untuk mengurangi semua ketegangan meskipun riasan telah menghiasi wajah sempurna Vivian malam itu, sangat cantik meskipun ia tak dapat tersenyum merasakan malam itu yang tak sesuai dengan harapan. Sesekali ia menatap deretan kursi penonton dari balik tirai, memastikan bahwa tempat yang ia pesan telah terisi dan tak lagi kosong."Get ready in ten minute!"Kedua jari-jari Vivian saling bertaut dan ia mulai terpejam untuk memohon banyak hal, hanya sepuluh menit yang terasa begitu cepat berlalu karena Nathan tak kunjung datang."Please please please Nathan please." Vivian terus berharap bahwa Nathan akan datang di menit-menit terakhir sebelum pertunjukannya dimulai."In five minute!"Vivian membuka kedua matanya dan kembali nenatap kursi kosong yang tak juga terisi oleh pemiliknya. Vivian m
De Young Museum, adalah tempat yang paling Nathan ingin kunjungi selama di San Francisco, tujuannya adalah untuk menghadiri pameran koleksi graphic art Anderson dan membeli sebuah lukisan karya Umbereto Boccioni yang nantinya akan ia letakan di ruang makan. Ia berkeliling dan melihat satu per satu karya seni yang saat itu dipamerkan hingga hatinya tertarik kepada satu karya yang ia rasa mampu bersinergi dengan ruang makannya. Kepuasan tergambar di wajah tampan yang selalu tersenyum dengan kedua mata yang berbinar, ia jatuh cinta, jatuh cinta kepada sebuah karya seni yang membuatnya terbang ribuan mil hanya untuk menjemputnya dan membawanya pulang.Kegiatanya hari itu berakhir saat ia sudah membeli lukisan yang ia inginkan, ia memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi museum yang berdiri sejak tahun 1894 itu sembari menunggu jadwal selanjutnya yaitu menonton pertunjukkan Vivian. Banyak hal yang ia kagumi selama mengelilingi museum yang luas itu, bagaimana bagunannya yang terkesan un
Makan malam yang memuaskan itu berakhir membuat Vivian kekenyangan karena masakan Nathan yang sangat enak, berkali-kali Vivian memuji calon suaminya yang sangat lihai di dapur dan membuat makanan enak. Kini keduanya memutuskan untuk menikmati malam bersama di apartemen Vivian yang sengaja ayah Vivian beli untuk Vivian yang tinggal di San Fransisco.Dua gelas berkaki panjang berisi wine menjadi pendamping kedua orang yang sedang duduk di ruang santai sembari menatap langit malam dari jendela yang terbuka lebar. Mengobrol sembari bersandar di sofa berwarna biru muda yang nyaman dan cukup luas. Nathan yang tiba-tiba meletakan gelas wine-nya dan beranjak kembali dengan satu kotak obat yang membuat Vivian merasa tersentuh. Pria itu duduk di samping Vivian sebelum akhirnya merain kedua kaki Vivian untuk ia letakan di pangkuannya.“Aku tidak sengaja melihatnya.”Vivian hanya bisa tersenyum senang menerima perlakuan manis Nathan.“Terlihat sangat menyakitkan. Kau tidak melapisinya dengan toe p
Alunan musik mengiringi langkah indah Vivian saat menari, melompat di udara dan berputar dengan begitu ringan saat menciptakan gerakan indah. Senyum tak luput dari wajahnya ketika ia menari dengan beberapa orang yang membuatnya menjadi pusat dari pertunjukan, menunjukan pendalaman karakter dengan wajah sempurna yang mampu membius mata para penoton yang menerima dengan baik emosi Vivian dalam gerakan indahnya."Well done everyone! Well done!!"Seorang pria dan wanita yang duduk di bangku penonton bertepuk tangan dan memuji penampilan para pemain dalam sesi terakhir latihan. Membuat semua orang tersenyum bahagia dan saling berpelukan saling menyemangati untuk pertunjukan utama nanti.Vivian melepas sepatu baletnya dan kembali memeriksa jari-jari kakinya yang terluka. Ia terdiam, sama sekali tak indah namun menunjukkan seberapa besar usaha jari-jari buruk rupanya untuk sampai pada titik yang ia impikan. Bukankah semakin terluka semakin indah karena semua usahanya. Kedua matanya kini bera







