Home / Historical / PEMBALASAN DENDAM SANG LADY / BAB 9 • Mundur untuk sementara

Share

BAB 9 • Mundur untuk sementara

Author: MatchaMisu
last update Last Updated: 2025-07-03 21:20:20

Tengah malam itu begitu sunyi, hanya suara angin menggoyangkan dedaunan dan gemerisik binatang malam yang terdengar.

Anya terbangun lebih dulu, matanya terbuka lebar ketika dari kejauhan terdengar suara derap langkah kaki kuda yang menggema di antara pepohonan. Semakin lama, suara itu semakin mendekat.

“Lady Eveline!” bisik Anya panik, mengguncang tubuh Eveline yang masih terlelap dalam tidur gelisah.

Eveline terkejut, matanya terbuka dengan cepat, napasnya terengah saat kesadarannya kembali. “Ada apa?” bisiknya.

“Dengar... mereka datang, Lady!” Anya menarik tangannya, memaksa Eveline duduk dan mendengar suara yang kini semakin jelas—suara kaki kuda, banyak, berderap cepat.

Wajah Eveline memucat, tetapi matanya memancarkan keteguhan. “Kita harus pergi sekarang.”

Mereka bergegas berdiri, mengambil jubah yang sempat mereka jadikan alas tidur, dan merapikan diri seadanya. Eveline melirik ke arah keranjang berisi beberapa apel yang mereka kumpulkan tadi, ragu untuk mengambilnya, tetapi Anya dengan cepat mengambil dua biji dan memasukkannya ke kantong kain seadanya.

Mereka keluar dari pondok terbengkalai itu, melangkah cepat menyusuri rerumputan, meninggalkan jejak samar di tanah. Dari kejauhan, obor-obor mulai terlihat, suara teriakan ksatria yang memerintahkan pasukannya terdengar di antara suara derap kuda.

“Cepat, Anya!” Eveline menarik tangan Anya, mereka berlari menembus semak-semak, cahaya bulan membantu mereka melihat jalur samar di hutan yang gelap.

Di belakang mereka, suara seorang ksatria terdengar keras, “Jejak mereka di sini! Mereka baru saja pergi dari pondok ini!”

Sementara itu, obor-obor dinyalakan di sekitar pondok, suara kaki kuda berhenti, dan suara perintah dikeluarkan untuk memeriksa jejak kaki mereka.

Anya menoleh dengan napas terengah, “Mereka menemukan kita, Lady.”

Eveline mengepalkan tangannya, menatap lurus ke depan, “Kita tidak boleh tertangkap, tidak sekarang.”

Dan mereka terus berlari menembus kegelapan malam, menuju arah perbatasan, dengan harapan masih ada sisa waktu sebelum fajar datang.

°°°°

Di sisi lain, langit malam kian pekat, hanya diterangi sinar bulan pucat dan lampu obor pasukan yang berkelip di antara pepohonan.

Putra Mahkota Kaelion Dravenhart menurunkan kapuconya saat angin malam menampar wajahnya, berdiri tegak di depan pondok reyot itu. Sir Aldrich dan Sir Alberto turun dari kuda mereka, langkah sepatu besi menginjak tanah yang dingin.

Kael melangkah masuk ke dalam pondok, debu halus beterbangan saat kakinya menyentuh lantai kayu tua. Tangannya terulur, menyentuh lantai yang masih hangat, sedikit lembap oleh embun malam.

“Masih hangat,” gumamnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri, namun matanya bersinar tajam.

Sir Alberto mendekat, tangannya menggenggam gagang pedangnya. “Bagaimana, Yang Mulia?”

Kael perlahan berdiri, matanya menyapu seluruh sudut pondok yang masih meninggalkan jejak dua orang perempuan yang sempat beristirahat di sana. Potongan kain kecil yang tertinggal di paku, jejak kaki kecil yang samar, dan sisa-sisa daun kering yang tergeser ke samping.

“Dia baru saja pergi...” gumam Kael.

Ia melangkah keluar, menatap ke arah gelap hutan yang menjulur seperti lorong tanpa akhir. Angin malam menerpa rambutnya, membuat jubah hitamnya berkibar di belakang, wajahnya menegang, matanya menatap tajam pada gelap hutan.

Sir Aldrich menahan napas, melihat aura dingin dari Putra Mahkota yang semakin pekat. “Perintah selanjutnya, Yang Mulia?”

Kael menoleh perlahan, sorot matanya tajam bak pisau yang baru diasah. “Pasukan kita berhenti di sini. Saat fajar, kita kembali ke istana.”

Sir Aldrich mengangkat kepalanya, ragu. “Tapi, Yang Mulia—”

“Tugas kita di istana lebih penting,” suara Kael menebas udara malam, dingin dan tegas. “Namun, pasukan Valtieri akan tetap melanjutkan pencarian hingga mereka menyeret Lady Eveline kembali ke hadapanku.”

Sir Alberto membungkukkan badan, tangan mengepal di dada kiri. “Perintah diterima, Yang Mulia.”

Hening sesaat, hanya suara dedaunan yang berbisik dihembus angin.

Kael menarik napas panjang, kepalanya sedikit mendongak ke langit gelap, seakan mencari jawaban pada bulan yang menggantung pucat. “Eveline... sampai kapan kau akan berlari dariku? Apakah kau pikir kau bisa menghindar selamanya...”

Kemarahan dan sesuatu yang lain—entah penyesalan atau luka lama—terlihat sekilas di matanya sebelum ia kembali menutup ekspresinya rapat-rapat.

Tiba-tiba, suara derap kaki pasukan Valtieri terdengar mendekat, obor mereka memecah kegelapan. Duke Armand turun dari kudanya, mendekat dengan wajah yang terlihat letih dan penuh tekanan.

“Yang Mulia,” panggil Sir Aldrich, suaranya rendah, “Kami akan melanjutkan pencarian. Aku akan memastikan putriku ditemukan sebelum matahari terbit.”

Kael hanya mengangguk tanpa menoleh, matanya masih terpaku pada gelap hutan, seolah bisa melihat siluet Eveline yang sedang berlari menjauh darinya.

“Sir Aldrich,” panggil Kael, suaranya tenang namun dingin seperti malam yang menusuk tulang.

Sir Aldrich segera maju satu langkah, menundukkan kepalanya. “Perintah, Yang Mulia.”

Kael menoleh perlahan, sorot matanya tajam menembus pandangan malam. “Selain membawa Lady Eveline kembali, kau juga harus mencari tahu satu hal untukku.”

Sir Aldrich mengangkat kepalanya sedikit, menatap Putra Mahkota dengan serius. “Hal apa, Yang Mulia?”

Kael memejamkan matanya sejenak sebelum menatap lurus ke arah Sir Aldrich. “Cari tahu siapa pria yang pernah ditemui oleh Lady Eveline sebelum pesta kedewasaan Putri Rowena. Aku ingin tahu siapa dia, apa hubungannya dengan Lady Eveline, dan apa yang mereka rencanakan.”

Sir Aldrich menelan ludah, ragu sejenak. “Apakah ini... berkaitan dengan rumor yang beredar mengenai Lady Eveline, Yang Mulia?”

Kael tersenyum tipis, senyum yang lebih dingin daripada angin malam yang menggigit. “Rumor hanya akan menjadi rumor, Sir Aldrich. Aku ingin kebenaran. Tidak ada yang bisa bersembunyi dariku.”

Sir Aldrich mengepalkan tangan, menepuk dada kirinya dengan hormat. “Perintah diterima, Yang Mulia.”

Kael kembali menoleh ke hutan gelap, angin meniup jubah hitamnya dengan pelan, matanya menyala di bawah cahaya obor.

“Kau tidak akan selamanya bisa bersembunyi dariku, Eveline... Setelah membuat kekacauan.”

Sir Aldrich menatap Putra Mahkota dengan tatapan sulit diartikan. Untuk apa Yang Mulia mencari tahu siapa pria yang pernah ditemui oleh Eveline? Apa hubungannya pria itu dengan semua kekacauan ini?

Namun, Sir Aldrich hanya mampu menggertakkan giginya, menahan pertanyaan yang berputar di kepalanya. Ia sendiri tidak tahu-menahu mengenai pria itu. Satu-satunya yang mungkin mengetahui adalah adiknya—Lady Sabrina.

“Yang Mulia, mengenai pria itu... saya belum memiliki informasi apa pun.” Suaranya pelan, ragu, namun tetap menjaga wibawa.

Kael menoleh, menatap Sir Aldrich dengan tatapan menusuk, seolah melihat ke dasar pikirannya. “Kau akan segera mengetahuinya.”

Sir Aldrich menunduk dalam, tangan kanannya mengepal di samping tubuhnya. “Baik, Yang Mulia.”

Kael kembali mengalihkan pandangannya ke arah hutan, matanya tajam seperti elang berburu di malam hari. “Bawa dia padaku jika kau menemukannya. Aku ingin tahu segalanya.”

Sir Aldrich mengangguk pelan, menyembunyikan gejolak di dadanya. Dalam hatinya, nama adiknya berputar tanpa henti—Sabrina.

Dan malam itu, perintah telah diberikan, perburuan Lady Eveline tetap berlanjut, sementara di sisi lain, bayangan pria misterius yang pernah ditemui Eveline kini menjadi target baru Putra Mahkota—sebuah intrik yang akan membawa mereka semua ke dalam permainan takhta, harga diri, dan rahasia yang telah lama terkubur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 55 • Surat Lamaran Untuk Kerjaan Thandor

    Ruangan itu begitu dingin dan mencekam, bukan tanpa sebab—tapi... aura Putra Mahkota begitu mengerikan, seolah akan meledak kapan saja. “Yang Mulia, apakah anda butuh istirahat?” tanya Sir Alberto. Pasalnya selain terlihat lelah, mata pria itu juga seakan menyimpan berubah pikiran yang tampak jelas.“Aku telah menyuruhmu diam, Alberto,” ucap Kael, suaranya bgitu dingin dan menusuk di setiap kata.Sir Alberto langsung menunduk. “Maafkan saya, Yang Mulia—Putra Mahkota.”Kael tidak mnanggapi lagi. Matanya berotasi membaca kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Setiap huruf, setiap angka, tampak menelannya dengan intensitas yang membuat udara di sekitarnya semakin terasa berat dan dingin.“Kalian memang tidak becus,” geram Kael, ia menahan amarah yang nyaris meledak. Pencarian Lady Eveline sudah dilakukan sebulan penuh, sayangnya wanita itu seolah hilang di telan bumi... tanpa jejak, dan mungkin saja wanita itu sudah tiada. Ia ingin melihat sendiri jasadnya, dengan matanya sendiri.

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 54 • Aderyn, Ibukota Idoryn

    Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, akhirnya roda gerobak mereka melintasi gerbang besar ibukota Idoryn. Senja baru saja turun, menyapu langit dengan warna keemasan, hiruk pikuk kota menyambut kedatangan mereka. Jalanan ramai dipenuhi oleh pedagang, warga, dan juga para penjaga yang lalu lalang.Joren menghirup udara segar, “Inilah Aderyn, ibukota Idoryn.” ucapnya, sembari menahan tali kekang kudanya.Anya menatap sekeliling dengan mulut yang setengah terbuka, kagum akan bangunan megah, bendera-bendera kerajaan yang berkibar di setiap sudut jalan, serta cahaya lentera yang mulai dinyalakan di depan toko-toko.“Indah sekali... aku bahkan tidak tahu, jika ibukota Idoryn bisa semegah ini," ujar Anya pelan.“Beruntung, karena kau sudah menginjakkan kakimu di Idoryn, Nona Anya,” sahut Joren.Berbeda dengan Anya, yang mengagumi kota itu—Eveline hanya diam, tatapannya lurus seolah sedang memikirkan sesuatu. Ia menunduk sesaat, menatap tangannya yang masih dibalut oleh kain putih di nal

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 53 • Melanjutkan Perjalanan

    Pagi itu, Eveline, Anya, dan Joren sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Eveline berdiri di depan cermin, ia menatap pantulan dirinya. Gaun berwarna biru tua membalut tubuhnya, dengan lapisan luar gaun panjang itu terbelah di depan, menyingkap kain putih di bagian dalam. Gaun itu dilapisi lagi oleh jubah hitam miliknya, begitu elegan, seolah menambah kesan anggun pada Eveline. menghela napas dalam-dalam.Ia menunduk, lalu menyingkap lengan pakaiannya. Balutan kain putih masih membelit lengannya, untungnya obat yang diberikan Tetua Lunar—bekerja lebih cepat. Meski masih merasakan nyeri, namun tidak begitu parah, seperti beberapa hari yang lalu.“Hah...“ Eveline menghela napas berat.“Bawalah ini, Nona Anya." Suara Tetua Lunar terdengar dari luar kamar, disusul balasan sopan dari Anya. “Terima kasih, Tetua Lunar.”Tidak lama kemudian, Anya melangkah masuk sembari membawa dua kantung kain ditangannya. Kain itu berisi ramuan obat dan gulungan kain bersih untuk mengganti perban pad

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 52 • Keputusan Eveline

    Sore itu, sinar matahari mengintip dari celah jendela kamar, menciptakan bayangan semu di lantai rumah Tetua Lunar. Eveline duduk bersandar di sisi ranjang, matanya menatap keluar dengan pandangan kosong. Rasa bosan mulai menjalari pikirannya, terhitung sudah empat hari mereka berada di Lunar—ia hanya bisa berbaring dan duduk, tanpa bisa bergerak dengan leluasa. “Hah...” Eveline mendesah pelan, tangannya belum sepenuhnya pulih—masih terasa sakit jika digerakkan, dan itu menggangunya. “Bagaimana ini,” gumamnya pelan. “Aku tidak bisa hanya berdiam diri.” Pikiran Eveline menerawang jauh, ia harus segera sembuh. Ia tidak bisa menunggu siapa pun, termasuk menunggu dirinya agar cepat pulih. Menjadi pengawal istana bukanlah hanya ambisinya semata, tetapi agar ia juga dapat belajar banyak sebelum kembali ke Eldoria. Dewa telah memberinya kehidupan kedua, dan kali ini—ia berjanji, tidak akan menyia-nyiakan itu dan memastikan hidupnya memiliki tujuan yang jelas. “Tentu saja, tujuanku ada

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 51 • Kesadaran Lady Eveline

    Kicauan burung terdengar samar, seolah menyuruh orang-orang bangun dari mimpi mereka. Di kamar yang sederhana itu, Eveline berbaring dengan kanannya terlipat di atas, sedangkan tangan kirinya yang terluka berada di sisi tubuhnya.Kening Eveline bergoyang dan mengernyit, perlahan matanya terbuka. Wanita itu diam memandangi langit-langit kamar yang masih kabur di penglihatannya. Tubuhnya terasa ringan, dan kain lembap seperti menyentuh keningnya. Tangan kanannya terangkat, menyentuh kain itu.Eveline lalu menoleh ke samping, matanya menangkap sosok Anya yang duduk di kursi kayu dengan mata terpejam.“Shh…” desisnya, ketika tangan kirinya terasa sakit saat akan digerakkan. Eveline menatap kain putih yang membalut lengannya.Butuh beberapa detik sebelum ia bisa mengingat semuanya, para bandit-bandit itu. Kabut di pikirannya perlahan-lahan menipis, menyisakan rasa ngilu yang mengiris di bahu hingga ke lengan. Ia mengerang pelan, cukup pelan untuk tidak membangunkan Anya yang tertidur di ku

  • PEMBALASAN DENDAM SANG LADY   BAB 50 • Nona Eve, Mirip Seseorang

    Luka akibat tusukan belati di lengan Eveline kembali dibersihkan oleh Tetua Lunar. Darah segar sempat merembes keluar, membuat Anya panik setengah mati.“Aku akan membersihkan lagi luka Nona Eve,” ucap Tetua Lunar, suara tuanya tenang namun penuh ketegasan. Ia mengelap luka itu pelan, berhati-hati agar tak menyakiti lebih dalam.Joren duduk di sisi lain, memegang sebuah wadah tanah liat berisi air hangat yang telah dicampur dengan daun sirih dan kulit kayu yang ditumbuk halus. Air itu berwarna kecokelatan dan menguarkan aroma tajam herbal yang menyengat.Dengan gerakan perlahan, Tetua Lunar menyiramkan air ramuan itu ke luka Eveline, sedikit demi sedikit. Cairan hangat itu membuat Eveline mengerang pelan, tubuhnya menegang sesaat, namun matanya tetap terpejam. Wajahnya masih pucat, keringat dingin membasahi pelipisnya.“Apa ini tidak apa-apa?” tanya Anya cemas, kedua tangannya menggenggam erat lengan Eveline.Tetua Lunar menatapnya sekilas, lalu menggeleng pelan. “Tenang saja, Nona. A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status