Share

010 - Titik Nadir

Namun tiba-tiba Aisyah terpikirkan sesuatu. “Oh? Kalau begitu, masak juga tanggung jawab Abang dong? Trus kenapa Abang serahkan kentangnya ke Emak, sementara Abang ngotot tak bolehkan Aisyah bantu nyuci?” balasnya beretorika.

Yusuf pun berdiri menghentikan kucekan cuciannya, sedikit mengerutkan dahi dengan wajah pangling. Tak disangkanya, adiknya itu sudah makin jeli dalam beradu argumen.

Dia bingung apa harus kesal atau bangga dengan perkembangannya itu. “Sudah! Kamu bantu Mak saja di dapur sana,” timpal Yusuf, mencoba menolak kekalahannya beradu argumen dengan adiknya itu.

“Eh, Bang. Kalau sampai ada yang datang lihat Abang nyuci, bisa-bisa Abang diejek lagi lho. Atau mungkin seisi rumah ini jadi gunjingan orang, seolah tak ada lagi perempuan di rumah ini,” gerutu Aisyah meninggalkannya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Apa yang dikhawatirkan Aisyah pun datang menghampiri rumah mereka. Baru saja dia meninggalkan Yusuf, sudah terdengar suara laki-laki mengucap salam di pintu depan.

A
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status