"Masalah itu, tidak bisa diputuskan tanpa melibatkan Cang Sin, Cung Sin. Bagaimana pun, Cang Sin dan Im Kwan saling mencintai, aku tidak bisa memutuskan hal itu tanpa persetujuan Cang Sin."Sang guru besar menanggapi perkataan Cung Sin yang berujung pertanyaan.Sial! Aku pikir, dia akan menyetujui apa yang aku sarankan, ternyata masih saja dia mengutamakan pendapat Cang Sin.Hati Cung Sin bicara demikian, ia sebenarnya ingin marah, tapi ia tidak bisa melakukan hal itu karena khawatir ayahnya tahu kebohongan yang dilakukannya."Apakah Ayah masih berpikir, Cang Sin dan Im Kwan itu menikah lalu Cang Sin menjadi penerus Ayah?" tanyanya dengan sangat hati-hati."Sejujurnya, ya, tapi dengan adanya kasus ini, akan sulit untuk menentukan hal itu, kemungkinan jika Cang Sin memang harus menjalani hukumannya, kau memang harus menjadi pengganti.""Pengganti meneruskan kiprah Ayah?"Wajah Cung Sin berseri-seri mendengar apa yang diucapkan oleh sang ayah."Cung Sin, sebenarnya kau dan Cang Sin sama
"Apa maksud perkataan mu itu?" tanya sang ayah, dan itu membuat Cung Sin segera menyusun kalimat yang tepat di otaknya untuk bisa membuat Cang Sin buruk di mata sang ayah."Ayah, Cang Sin itu sangat berambisi untuk menjadi pemimpin perguruan ini, itu sebabnya segala hal ia lakukan agar ia baik di mata siapapun terutama Ayah."Cung Sin mulai melancarkan muslihat."Atas dasar apa kau mengatakan adikmu demikian? Semua orang tahu, Cang Sin adalah orang yang gigih dan tekun, semua kepandaiannya didapatkan hasil dari kerja keras, kenapa kau mengatakan hal seperti itu pada adikmu?!"Nada suara Cang San terdengar meninggi saat mengucapkan kalimat itu pada sang anak. Akan tetapi, itu tidak membuat Cung Sin terpengaruh. Ia masih terlihat tenang agar sang ayah percaya apa yang ia katakan."Ayah benar, adik seperti tanpa cela, aku juga mengakui hal itu, akan tetapi adik tetaplah manusia biasa, ada rasa lelah tapi juga tidak mau mengalah, karena itulah, ia melakukan segala cara untuk mendapatkan
"Tabib bersungguh-sungguh, kan? Kutukan macam apa sampai menghilangkan kejantanan seorang pria?" tanya Cang Sin dengan nada suara terbata. "Apakah aku seperti sedang tidak bersungguh-sungguh?" tanya Tabib Wu sembari mengarahkan pandangannya pada Cang Sin."Ya. Aku tahu, Tabib tidak mungkin asal berbicara, maaf jika aku menyinggung perasaan Tabib dengan pertanyaan itu."Cang Sin menundukkan kepalanya ketika ia mengucapkan kata kata tersebut. Membuat Tabib Wu menghela napas panjang. Pria itu mengusap janggut panjangnya yang memutih, seolah sedang berpikir keras, dan Cang Sin hanya terdiam di tempatnya tidak tahu lagi apa yang akan ia katakan untuk menanggapi penjelasan yang dikatakan oleh Tabib.Tabib Wu melangkah ke arah batu yang digunakan untuk duduk di ruangan tersebut. Lalu ia duduk di sana seraya menatap Cang Sin yang sudah dianggapnya sebagai cucunya sendiri. Sebagai seseorang yang paham melihat orang yang memiliki bakat dan kemampuan, Tabib Wu menyukai Cang Sin karena kemampu
"Kau yakin Cang Sin mengalami rasa sakit di bagian bawah perut?" tanya Tabib Wu seolah ingin apa yang. dikatakan oleh Cang San adalah sebuah kekeliruan."Dia sendiri yang mengatakannya, dan ketika aku memeriksa suhu tubuh juga denyut nadinya, semuanya memang benar.""Aku akan memeriksanya!""Lakukan saja, Tabib Wu. Aku akan menyusul setelah menangani sakit ibu hamil.""Pergilah!"Cang San meninggalkan Tabib Wu setelah sebelumnya pria itu menjura hormat pada pria berusia lanjut tersebut.Sepeninggal Cang San, Tabib Wu meminta salah satu murid Perguruan Angsa Putih untuk mengantarkan dirinya ke ruang bawah tanah.Penjelasan Cang San sungguh tidak ingin dipercaya oleh Tabib Wu. Akan tetapi, tidak mungkin pemimpin Perguruan Angsa Putih akan bicara sembarangan hingga Tabib Wu tergesa-gesa ingin membuktikannya sendiri.Pintu ruang bawah tanah dibuka oleh murid perguruan yang berjaga di sekitar tempat itu.Tabib Wu segera masuk dan ia melihat Cang Sin terduduk di sudut ruangan sembari berusa
"Apa yang sudah kau lakukan, Cang Sin?" Cang Sin terkejut ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh sang ayah dengan nada suara meninggi, ditambah raut wajah yang terlihat sangat terkejut.Ia menatap ayahnya dengan tatapan mata ingin tahu, sementara ayahnya menatapnya dengan sorot mata tajam menyelidik."Apa yang sudah aku lakukan? Memangnya apa yang aku lakukan, Ayah? Aku tidak mengerti!""Jangan berpura-pura! Apa yang sudah kau lakukan di Lembah Seribu Obat? Apakah kau melanggar larangan yang sudah aku katakan padamu untuk tidak dilanggar?!"Cang San melontarkan pertanyaan, tidak menyangka anaknya akan melakukan sesuatu yang dinilainya tidak mungkin dilakukan oleh Cang Sin lantaran Cang Sin adalah anaknya yang sangat memperhatikan aturan dan batasan dengan benar.Cang Sin adalah harapan Cang San untuk menjadi pewaris Perguruan Angsa Putih. Meskipun masih ada kakak kembar Cang Sin, yaitu Cung Sin, namun kepandaian olah kanuragan Cang Sin lebih memungkinkan adik kembar Cung Sin itu unt
"Jika kau bisa mewarisi ilmu itu dengan baik dan bisa bertanggung jawab atas segalanya, aku tidak keberatan." "Aku pegang kata-katamu, Cang Sin!" Setelah bicara seperti itu, Cung Sin berbalik dan bergerak melangkah ke arah kuda yang mereka tambatkan di bawah pohon tidak jauh dari lokasi Lembah Seribu Obat. Namun, ketika ia ingin naik ke atas pelana kudanya, ia jadi teringat, ia tidak boleh meninggalkan Cang Sin begitu saja di tempat itu. Ayahnya akan curiga. Cung Sin berbalik, dan menatap Cang Sin yang perlahan bangkit berusaha untuk berdiri meskipun wajahnya terlihat masih menyimpan perasaan sakit tersebut. "Apa kau bisa berjalan?" tanya Cung Sin, sekedar memastikan saja, tidak benar-benar khawatir. "Aku akan berusaha." Cung Sin mengawasi gerakan Cang Sin yang perlahan melangkah ke arah di mana ia menunggu. Langkah Cang Sin terlihat sedikit berbeda dari biasanya, seperti sedang menahan rasa sakit, dan Cung Sin penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Cang Sin. "Ap