''Saya, sangat senang dengan kerja keras anda pak Bima,'' ucap salah satu petinggi memuji Bima dengan hasil kerjanya yang sangat memuaskan.
''Anda benar Pak, jika pak Diwan, masih hidup pasti beliau sangat bangga ke pada putranya'' yang lainya memuji dengan menyebut nama Diwan ayah dari Bima yang sudah lama meninggal. ''Terimakasih atas pujian Kalian, dan terimakasih atas kerjasamanya yang baik, baiklah kita akhiri rapat ini sampai di sini dan berjumpa kembali setelah sebulan peluncuran produk Kita.'' Bima penuh dengam kharisma saat berada di hadapan para petinggi. Setelah para petinggi keluar dari ruangan Bima Juga ikut keluar dari ruangan rapat, saat sudah di luar dia disambut oleh Sekretarisnya. ''Maaf Pak, sudah dari tadi ponsel Anda, berdering tetapi saya, tidak berani mengangkatnya karena takutnya ini sangat penting'' ucap sekretaris itu menyerahkan ponsel milik Bima. ''Baiklah terima kasih'' setelah menerima ponsel itu Bima kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangannya. Sesampainya diruangannya Bima langsung memeriksa ponselnya dan melihat nama Devan yang melakukan panggilan masuk beberapa kali, dia memutuskan untuk menghubungi Devan nanti saja karena menurutnya itu tidak penting. Saat Bima pulang di malam hari dia mencari keberadaan Tiara bahkan beberapa kali memanggil nama wanita itu tetapi orang yang dicari tak kunjung ditemukan. ''Bima. Ada apa? Kenapa kamu, teriak-teriak begitu sampai terdengar di kamar Ibu.'' tiba-tiba Sintia muncul di belakang Bima dan mengejutkan putranya. ''Ibu, belum tidur?'' Bima terkejut dengan kedatangan Sintia yang secara tiba-tiba, dia pikir kalau ibunya sudah tidur. ''Tadinya Ibu, ingin tidur tapi mendengar kamu, teriak-teriak begitu membuat ngantuk Ibu, jadi hilang" ''Maaf Bu, karena sudah mengganggu waktu Ibu.'' ''Memangnya kamu kenapa kok teriak-teriak begitu'' ''Aku, mencari Tiara, tapi aku tidak menemukannya di mana pun, apa Ibu, tahu dimana wanita itu?'' ''Ibu, pikir kamu sudah tahu kalau Tiara, pulang ke rumah ibunya karena dijemput oleh kakaknya tadi. Bukannya tadi kakaknya menghubungi kamu.'' Bima, baru ingat kalau ada beberapa panggilan masuk dari Devan saat dirinya rapat tadi ternyata itu alasan Kakak Iparnya itu menghubunginya karena ingin memberitahukan kalau dia membawa Tiara, kembali ke rumahnya. ''Memang tadi pada saat di kantor dia menghubungi Bima, tapi aku, sedang ada rapat dan tidak bisa mengangkat telepon.'' ''Tadi dia minta izin sama Ibu, Tapi Ibu, bilang Ibu, tidak bisa mengizinkan Tiara, untuk pulan bersama dengannya dan menyuruhnya untuk menghubungi dan meminta izin secara langsung sama kamu, dan itulah dia menelpon kamu.'' ''Jadi maksud Ibu, saat ini Tiara, berada di rumah orang tuanya dan akan menginap?" ''Iya, sepertinya begitu!'' ''Baiklah kalau begitu. Bima, mau mandi dulu dan menyusul Tiara ke sana, lebih baik sekaran Ibu, masuk dalam kamar dan tidur ini sudah hampir jam 10 malam '' ''Ya, sudahlah kalau begitu Ibu, masuk kamar dulu ya, kamu hati-hati kalau berangkat nanti'' Bima sepertinya sangat kesal saat mengetahui kalau Tiara pulang ke rumah kedua Orang tuanya dan lebih kesalnya lagi karena wanita itu tidak memberitahukannya sama sekali, Tiara seperti tidak menganggap dirinya dan melakukan apa pun sesukanya. Namun, karena tidak ingin terlalu memikirkannya Bima memutuskan untuk naik ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya lalu akan menyusul Tiara ke rumah orang tuanya. *** ''Sayang, Mama, sangat senang karena akhirnya kamu, bisa pulang juga ke rumah ini lagi" setelah mereka makan malam mereka berempat kumpul di ruangan keluarga seperti dulu lagi. ''maafin Tiara, Ya, maaf karena belum pernah pulang semenjak aku, menikah karena merasa tidak enak untuk meminta izin kepada ibu mertuaku.'' Tiara menunjukkan rasa bersalah kepada kedua orang tuanya karena semenjak dirinya menginjakkan kaki ke rumah Bima dia tidak pernah datang untuk mengunjungi kedua orang tuanya. ''Tidak apa-apa Sayang, Mama, dan Papa, juga mengerti tentang kondisimu, bagaimanapun kamu, baru di keluarga suamimu jadi tentunya kamu, pasti merasa serba tidak enak'' ''Iya nak, Papa, juga tidak akan menyalahkanmu, jadi tak perlu menunjukkan rasa bersalah seperti itu'' Indra berusaha menghibur putrinya agar tidak merasa bersalah kepada dirinya dan Diana. ''Makasih Ya, Ma, dan Papa, karena sudah mengerti tentang keadaan Tiara, aku janji selama di sini aku, akan banyak menghabiskan waktu bersama dengan kalian" ''Saking rindunya Mama, sama kamu Tiar, dia bahkan ingin ikut sama Kakak, untuk menjemput kamu, di rumah mertua kamu, tadi. Tapi Kakak, menghentikannya karena bila sampai dia ikut Kakak, tidak punya alasan untuk membawamu pulang'' Devan menceritakan tentang Diana yang tadi ingin ikut bersama dengannya untuk menjemput Tiara. ''Benarkah?'' Tiara tersenyum melihat ke arah Diana. ''Itu karena Mama, sangat merindukan kamu Tiar," Diana memasang wajah yang imut untuk ditunjukkan kepada Tiara tetapi itu justru membuat yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lakunya. Saat mereka berempat asyik mengobrol tiba-tiba bel pintu berbunyi, mereka berempat saling berpandangan dan berpikir siapa tamu yang datang selalurut ini bahkan mereka tidak menunggu siapa pun. ''Siapa yang datang selarut ini? Apakah ada diantara kalian yang sedang menunggu tamu?" Indra menatap anak-anak dan Istrinya secara bergantian. ''Tidak, Mama, sedang tidak menunggu siapa pun mana mungkin Mama, mau terima tamu selarut ini '' ''Devan, juga" Indra menatap ke arah Tiara tetapi yang ditatap hanya menggelengkan kepalanya menandakan kalau bukan dirinya yang sedang menunggu seseorang, tapi siapa yang datang di malam begini? ''Kalau begitu biar Devan, periksah'' Devan segera berdiri untuk mengecek siapa yang datang selarut ini, karena ini sudah menunjukan jam sebelas malam. "Tiar. Bagaimana kalau besok kita jalan-jalan seharian, Kita, kesalon terus kemall untuk belanja soalnya sudah lama banget Mama, tidak ke salon sama kamu.'' ''Iya Ma. Tiara, pasti akan temenin Mama, sampai Mama, benar-benar puas'' ''Sungguh, Mama, sangat senang mendengarnya'' ''Kalian berdua ini kalau sudah bahas tentang salon dan belanja paling heboh'' ''Jelas kami heboh Pa, itukan kegemaran semua perempuan" Indra hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban dari istrinya, dia tidak bisa lagi berkata apa-apa kalau sudah mengenai istri dan anak-anaknya. Selama mereka bahagia melakukannya dan tidak akan melarang mereka selama itu tidak merugikan. Apalagi Indra sangat mengerti kalau istrinya ini sudah lama tidak bertemu dengan Tiara sudah pasti dirinya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama dengan putrinya.Betapa kagetnya Alex setelah membuka horden. Dia mengenali sosok yang terbaring disana dia adalah Louis yang terbarin tak berdaya dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Alex diam seribu bahasa setelah melihat itu semua. Apa yang terjadi sebenarnya?''Apa kamu masih mau marah melihat itu?'' Hana mendekati Alex da menggoyangkan lenganya.''Kenapa kamu hanya diam saja?'' Hana tidak hentinya menggoyankang tangan Alex saking kesalnya. Alex yang mendapat perlakuan seperti itu hanya diam saja sepertinya dia merasah bersalah. Karena datang dengan marah-marah tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Alex tidak menyangkah harus melihat Louis terbaring dirumah sakit tak berdaya seperti itu, ''Apa yang terjadi dengan Louis?'' dengan suara yang sangat pelan Alex menanyakan tentang Louis yang saat ini sedang terbaring dengan bantuan beberapa alat ditubuhnya.''Seharusnya pertanyaan itu kamu tanyakan sejak tadi Lex?'' tidak terasa air mata yang sejak tadi dia tahan kini jatuh juga mem
''Bima, ternyata kamu yang datang Mama, pikir siapa?''Diana menghela nafas karena yang datang adalah Bima dia pikir tadi siapa, tapi lain halnya dengan Tiara yang merasa kikuk dan merasa sangat gugup. Bima mendekti Tiara untuk menyentuh dahinya apakah panasnya sudah turung atau belum, karena sebelum berangkat kantor tadi panasnya belum meredah.''Kata Dokter, panasnya sudah mulai menurun dan mungkin besok suddah bisa pulang.'' Diana mencoba menjelaskan mengenai keadaan Tiara kepada Bima.''Baguslah, Papa, dimana Ma?'' Sejak datang kesini dia tidak melihat kehadiran Indra diruangan ini, karena tadi pagi dia disini bersama dengan Diana.''Papa, lagi ada urusan jadi tadi siang dia pulang lebih awal.'' Sambil menjawab pertanyaan Bima. Diana juga mengupas buah untuk Tiara.''Bagaimana perasaan kamu,'' Bima tiba-tiba menggengam tangan Tiara didepan Diana.Tiara yang diperlakukan seperti itu merasa tidk nyaman karena tau kalau Bima sedang berpura-pura baik padanya, tapi sebenarnya Bima sed
''Ada apa?'' Devan heran dengan kediaman Laura, wanita itu hanya menunduk saja tanpa mau menjawab.'Apakah dia sungkang dan malu menjawab dimana dia tinggal dan menyebutkan alamatnya dimana.' ucap Devan didalam hatinya.''Kenapa diam saja?'' Devan kembaali bertanya, ''Ada apa? Apa kamu tidak memiliki tempat tinggal?'' pertanyaan Devan sontak membuat Laura langsung meliriknya sekilas.''Jadi benar, kamu tidak memiliki tempat tinggal?'' begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh Devan.Namun, tak satu pun yang dijawab oleh Laura, gadis itu terlihat sangat kasihan bahkan pakaiaanya saja tidak karuan menurut Devan, bahkan baju dilengan kirinya terdapat sobetan kecil disana. 'Apa dia tidak memperhatikan pakaiaanya saat keluar rumah, dia terlihat sangat menyedihkan.' Devan berkali-kali berbicara didalam hatinya.''Jawab lah, bagaimana aku bisa mengantaarkan kamu kalau, aku tidak tau dimana alamat kamu.''''kemarin aku memiliki tujuan, tapi tidak lagi?'' Laura tiba-tiba berkata dengan me
Devan sangat terkejut dan segera meninggalkan kantornya, dia tidak menyangkah kalau wanita yang tadi pagi hampir dirinya tabrak jatuh pingsan. Sebenarnya dia sudah menduganya kalau hal ini akan terjadi.Namun, wanita itu terlalu keras kepala dan memilih untuk kekampus dalam keadaan tidak sehat, untungnya tadi dia sempat memberikan kartu namanya kepada wanita itu. Devan menambah lajuh kendaraannya agar segera tiba dikampus diimana wanita itu berada.''Permisi, apa kalian tau dimana ruangan wanita yang jatuh pingsang tadi dimana dia sekarang?'' Devan telah tiba dikampus gadis itu dan menanyai beberapa mahasiswa yang kebetulan berpapasan denganya.''Oh, gadis yang tadi sepertinya dia berada diruangan dosen disebelah sana yang pintunya berwarna coklat, karena kami tadi sekelas jadi saya mengetahuinya.'' jawab seorang gadis yang memakai kacamata lensa.''Terimakasih.'' Devan segera berlari menuju ruangan yang ditunjuk oleh gadis berkacamata tadi.Devan hanya mengetuk pintu satu kali dan m
Saat mendengar kabar tentang Louis mereka semua terkejut dan panik, terutama Hana dia sangat syok sampai ingin jatu pingsan untungnya Axel ada dibelakanya sehingga bisa menhanya agar tidak terjatuh.''Suster, apa yang terjadi kepada anak kami?'' Axel mencoba untuk tenang.Jika mereka berdua sama-sama panik siapa yang akan menangani keadaan ini, Lisa juga sedang di rawat disini jadi sala satu dari mereka harus ada yang kuat.''Sayang, tenanglah ingat kalau Lisa masih dirawat disini.''''Aku, sangat takut kalau putra kita kenapa-napa. Louis, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu nak?''''Padahal baru saja dia meninggalkaan ruangan ini dan kita sudah mendapatkan kabar buruk tentangnya''''Sayang, sabarlah Louis, pasti akan baik-aik saja dia anak yang kuat'' Axel terus saja menenankan istrinya yang terus menangis.''Ada apa?'' Lisa tiba-tiba terbangun mungkin karena mendengar suara Hana yang menangis.''Lisa?''''Kakek, apa yang terjadi kenapa Nenek, menangis seperti itu?'' dan benar saja
Tubuh Louis jatuh dengan darah yang mulai mengalir disekitarnya. Keempat pria tadi meninggalkan Louis yang sudah tergeletak diatas tanah. Louis masih sadar sehingga berusaha bangkit, akan tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bangun dari tanah. Dia masih tidak menyangkah kalau pria yang menusuknya tadi membawa pisau. "Tolong...?"Louis mencoba untuk teriak meminta tolong disisa tenaganya yang masih tersisa. "Tolong... Akh..."Namun, tak ada satupun yang mendengarkan teriakanya yang meminta tolong. Louis semakin lemah rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berteriak hingga kesadarannya mulai hilang dan pingsan. Namun, kebetulan salah satu mobil yang berada disamping mobilnya sang pemiliknya datang, saat akan hendak membuka pintu mobil matanya tertuju kepada Louis yang sudah tidak sadarkan diri. Karena sangat terkejut pria itu segera menghampiri tubuh Louis yang sudah bersimbah dara segar. "Pak, Pak bangun, Pak...?" Pria itu berusaha membangunkan Louis. "Huk... Huk...?" "Pak? Apa