Saat dalam perjalanan menuju ke rumah Sintia tiba-tiba saja Devan teringat kalau ini pertama kalinya dia berkunjung ke rumah Mertua adiknya.
Dan sangat kebetulan dia melihat toko kue dan toko bunga bersebelahan, sehingga dia memilih untuk mampir dan membeli kue serta bunga sebagai buah tangan. Devan memilih dua kue salah satunya kue kesukaan Tiara rasa coklat pandan. Pria itu tersenyum saat Pelayan toko kue itu memberikan kue pesanannya, dia juga berniat untuk membeli satu buket bunga. Setelah seluruh urusannya selesai Devan kembali melanjutkan perjalanannya. Butuh waktu hingga dirinya sampai di rumah Sintia. Sebelum mobil Devan memasuki pintu gerbang dia dihentikan terlebih dahulu oleh Security yang menjaga di sana, untuk bertanya ada urusan apa dirinya datang ke rumah ini dan siapa dia. ''Saya Devan, kakaknya Tiara," jawab Devan memperkenalkan dirinya. ''Oh maaf saya, tidak mengetahui kalau Bapak, saudara dari Ibu Tiara.'' ''Tidak masalah Pak, bisa tolong bukakan pintu gerbangnya?'' ''Yah ... Maaf Pak, silakan anda masuk'' Security itu dengan sopan mempersilakan Pria yang memperkenalkan dirinya sebagai saudara Tiara, untuk masuk setelah membukakan pintu gerbang. ''Terima kasih ya Pak,'' tidak lupa Devan berterima kasih kepada Security yang telah membantu membukakan pintu gerbang. Security itu hanya mengangguk dan mempersilakan pemuda itu kembali melanjutkan mengemudikan mobilnya masuk ke dalam. Devan memarkirkan mobilnya di depan rumah yang tak kalah besar dengan rumahnya Meskipun begitu rumahnya sedikit lebih besar. Devan beberapa kali memencet bell hingga salah satu pembantu rumah tangga di rumah itu membukakan pintu untuknya. ''Dengan siapa yah Pak,'' tanya pembantu rumah tangga itu. ''Apa Tiara, sedang ada di rumah?'' tanya Devan kepada pembantu rumah tangga yang sedang berdiri di hadapannya. ''Apa saya, boleh tahu anda ini siapa ya?" ''Saya Devan, kakak dari Tiara," ''Ohh Kakak dari ibu Tiara,'' pembantu rumah itu sedikit terkejut saat mengetahui kalau yang berada di hadapannya itu adalah saudara dari majikannya. Devan bisa menyadari perubahan dari sikap pembantu rumah tangga itu. Entah mengapa dia merasa sedikit aneh dengan tingkah laku pembantu rumah tangga di hadapanya ini. ''Iya benar apakah saya bisa bertemu dengan Tiara.'' Devan kembali mengulangi perkataannya. ''Apakah anda bisa menunggu sebentar. Saya akan memberitahukannya kalau ada tamu yang sedang mencari ibu Tiara,'' ''Baiklah kalau begitu'' ''Silakan Anda, duduk di sana dulu Pak, Saya akan memanggil ibu Tiara,'' Devan semakin merasa sangat aneh bukannya dirinya dipersilakan untuk masuk dan menunggu di dalam ini malah dirinya disuruh menunggu di luar dan pembantu itu menutup kembali pintunya. Pembantu itu segera berlari masuk mencari Sintia untuk melaporkan kalau ada Devan di luar sedang mencari Tiara, kebetulan Sintia sedang berada di ruang keluarga. ''Nyonya, di luar ada kakaknya Ibu Tiara, sedang mencarinya?'' pembantu itu menyampaikan kepada Sintia kalau Pemuda di luar sana sedang menunggu di depan. mata Sintia, terbuka dengan lebar saking terkejutnya mendengar kalau Devan, datang untuk mencari Tiara. ''Apa? Kamu menyuruh dia untuk masuk ke dalam rumah'' ''Tidak Nyonya. saya menyuruhnya untuk menunggu di luar" ''Bagus. Tini, sekarang kamu buatkan kopi atau teh untuk kakanya Tiara, dan persilakan dia untuk masuk dan menunggu di ruang tamu'' ''Baik Nyonya," pembantu yang bernama Tini itu berlalu masuk menuju ke dapur untuk melakukan perintah dari Sintia. Sedangkan Sintia segera mencari keberadaan Tiara, menemukannya berada di halaman belakang sedang membersihkan. Wanita yang sudah berusia setengah abad itu segera menarik tangan gadis yang sedang memotong rumput masuk ke dalam rumah. ''Ibu, ada apa? Kenapa Ibu, menarik-narik tangan Tiara." Tiara sempat terkejut karena tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang. ''Diam kamu, segera masuk bersihkan dirimu dan berdandan karena saudaramu sedang menunggu di depan, dia datang untuk mengunjungimu, ingat kamu tidak boleh mengatakan apa pun kepada saudaramu jika sampai itu terjadi maka kamu akan jauh lebih menderita daripada ini,'' setelah mengatakan itu Sintia meninggalkan Tiara lebih dulu. Ternyata sintia menuju ke ruang tamu untuk menemui Devan dan menyapanya. Sintia memperlihatkan senyumanya yang ramah kepada pria yang sedang duduk di atas sofa. Dia tidak ingin kalau pria itu mengetahui kalau selama ini dirinya menyiksa Tiara semenjak pertama kali gadis itu menginjakkan kakinya di rumah ini. ''Devan, Maaf ya kamu sudah menunggu lama, Tiara, sedang bersiap-siap dia baru saja selesai mandi" ''Ah ... Selamat siang Tante, tidak apa-apa saya masih bisa menunggu Tiara,'' Sintia mengajak Devan mengobrol begitu banyak dan bertanya tentang banyak hal serta menanyakan kabar Indra, dan Diana untuk sekedar basa-basi, dia juga meminta maaf kepada pemuda itu karena adiknya belum pernah berkunjung ke rumah kedua orang tuanya semenjak dirinya memasuki rumah ini. Devan hanya berkata tidak masalah dan bisa memakluminya karena Tiara, dan Bima baru saja melangsungkan pernikahan. Devan sudah tidak sabar menunggu Tiara turung dari lantai dua, tak lama wanita yang di tunggu-tunggu akhirnya turung juga. Dia sangat kagum kepada adiknya meskipun sudah menikah dia tetap terlihat sangat anggun dan cantik. Tiara melebarkan senyumanya ketika bersitatap dengan Devan kakak yang sangat dirindukan. Ingin rasanya Tiara menangis di pelukan pria di hadapannya ini sambil mengadu dengan menceritakan semua masalahnya serta meanangis sekencang-kencangnya. ''Kak Devan. aku sangat merindukan Kakak." Tiara dengan manjanya memeluk Devan di hadapan Sintia. Sintia yang menyasihkan itu memutar bola matanya dengan sangat malas menyaksikan drama yang di buat oleh kedua bersaudara itu. ''Kakak juga sangat merindukan kamu, tadi saat pulang kerumah setelah sebulan lamanya, Kakak, merasa sangat aneh karena kamu, sudah tidak ada disana.'' Devan mengatakan dengan sungguh-sungguh sambil memeluk Tiara dengan sangat erat. ''Kalian, bisa mengobrol saya, akan masuk dulu.'' Sintia lalu berdiri dan mulai berjalan meninggalkan Tiara, dan Devan tetapi ... ''Tante, apakah saya, boleh menbawa Tiara, pulang kerumah saya, Mama sangat merindukannya dia ingin kalau Tiara, menginap untuk beberapa hari di rumah." Devan menyampaikan niatnya kepada Sintia sebelum mertua adiknya meninggalkan mereka berdua. Sintia sangat kesal dengan permintaan Devan tapi meskipun begitu Sintia tetap berbalik ke arah pria itu dengan memasang senyum yang di paksa. ''Bagaimana Ya ... Tante, tidak bisa memutuskanya Tiara harus meminta izin dulu sama Bima, karena bagaimana pun dia harus meminta izin kepada suaminya'' Sintia berpura-pura tidak bisa memutuskan untuk mengizinkan Tiara sebelum meminta izin dari Bima. ''Oh begitu Ya, Tante, baiklah kalau begitu saya, akan menghubungi Bima,'' Sintia hanya mengangguk dan tersenyum sambil menunggu melihat Devan mulai menghubungi Bima putranya, tetapi Bima tak kunjung mengangkat teleponya. ''Maaf Tante, Bima, tidak mengangkat telepon saya, bagaimana kalau saya, menbawa Tiara saja dulu nanti di perjalanan saya akan berusaha menghubungi Bima lagi dan menberitahunya?'' Tiara dan Devan masih menunggu jawaban dari Sintia. Gadis itu takut kalau ibu mertuanya melarangnya untuk ikut bersama dengan kakaknya karena belum mendapatkan izin dari Bima. Tiara terus berpikir apakah dirinya akan di beri izin atau tidak.Betapa kagetnya Alex setelah membuka horden. Dia mengenali sosok yang terbaring disana dia adalah Louis yang terbarin tak berdaya dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Alex diam seribu bahasa setelah melihat itu semua. Apa yang terjadi sebenarnya?''Apa kamu masih mau marah melihat itu?'' Hana mendekati Alex da menggoyangkan lenganya.''Kenapa kamu hanya diam saja?'' Hana tidak hentinya menggoyankang tangan Alex saking kesalnya. Alex yang mendapat perlakuan seperti itu hanya diam saja sepertinya dia merasah bersalah. Karena datang dengan marah-marah tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Alex tidak menyangkah harus melihat Louis terbaring dirumah sakit tak berdaya seperti itu, ''Apa yang terjadi dengan Louis?'' dengan suara yang sangat pelan Alex menanyakan tentang Louis yang saat ini sedang terbaring dengan bantuan beberapa alat ditubuhnya.''Seharusnya pertanyaan itu kamu tanyakan sejak tadi Lex?'' tidak terasa air mata yang sejak tadi dia tahan kini jatuh juga mem
''Bima, ternyata kamu yang datang Mama, pikir siapa?''Diana menghela nafas karena yang datang adalah Bima dia pikir tadi siapa, tapi lain halnya dengan Tiara yang merasa kikuk dan merasa sangat gugup. Bima mendekti Tiara untuk menyentuh dahinya apakah panasnya sudah turung atau belum, karena sebelum berangkat kantor tadi panasnya belum meredah.''Kata Dokter, panasnya sudah mulai menurun dan mungkin besok suddah bisa pulang.'' Diana mencoba menjelaskan mengenai keadaan Tiara kepada Bima.''Baguslah, Papa, dimana Ma?'' Sejak datang kesini dia tidak melihat kehadiran Indra diruangan ini, karena tadi pagi dia disini bersama dengan Diana.''Papa, lagi ada urusan jadi tadi siang dia pulang lebih awal.'' Sambil menjawab pertanyaan Bima. Diana juga mengupas buah untuk Tiara.''Bagaimana perasaan kamu,'' Bima tiba-tiba menggengam tangan Tiara didepan Diana.Tiara yang diperlakukan seperti itu merasa tidk nyaman karena tau kalau Bima sedang berpura-pura baik padanya, tapi sebenarnya Bima sed
''Ada apa?'' Devan heran dengan kediaman Laura, wanita itu hanya menunduk saja tanpa mau menjawab.'Apakah dia sungkang dan malu menjawab dimana dia tinggal dan menyebutkan alamatnya dimana.' ucap Devan didalam hatinya.''Kenapa diam saja?'' Devan kembaali bertanya, ''Ada apa? Apa kamu tidak memiliki tempat tinggal?'' pertanyaan Devan sontak membuat Laura langsung meliriknya sekilas.''Jadi benar, kamu tidak memiliki tempat tinggal?'' begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh Devan.Namun, tak satu pun yang dijawab oleh Laura, gadis itu terlihat sangat kasihan bahkan pakaiaanya saja tidak karuan menurut Devan, bahkan baju dilengan kirinya terdapat sobetan kecil disana. 'Apa dia tidak memperhatikan pakaiaanya saat keluar rumah, dia terlihat sangat menyedihkan.' Devan berkali-kali berbicara didalam hatinya.''Jawab lah, bagaimana aku bisa mengantaarkan kamu kalau, aku tidak tau dimana alamat kamu.''''kemarin aku memiliki tujuan, tapi tidak lagi?'' Laura tiba-tiba berkata dengan me
Devan sangat terkejut dan segera meninggalkan kantornya, dia tidak menyangkah kalau wanita yang tadi pagi hampir dirinya tabrak jatuh pingsan. Sebenarnya dia sudah menduganya kalau hal ini akan terjadi.Namun, wanita itu terlalu keras kepala dan memilih untuk kekampus dalam keadaan tidak sehat, untungnya tadi dia sempat memberikan kartu namanya kepada wanita itu. Devan menambah lajuh kendaraannya agar segera tiba dikampus diimana wanita itu berada.''Permisi, apa kalian tau dimana ruangan wanita yang jatuh pingsang tadi dimana dia sekarang?'' Devan telah tiba dikampus gadis itu dan menanyai beberapa mahasiswa yang kebetulan berpapasan denganya.''Oh, gadis yang tadi sepertinya dia berada diruangan dosen disebelah sana yang pintunya berwarna coklat, karena kami tadi sekelas jadi saya mengetahuinya.'' jawab seorang gadis yang memakai kacamata lensa.''Terimakasih.'' Devan segera berlari menuju ruangan yang ditunjuk oleh gadis berkacamata tadi.Devan hanya mengetuk pintu satu kali dan m
Saat mendengar kabar tentang Louis mereka semua terkejut dan panik, terutama Hana dia sangat syok sampai ingin jatu pingsan untungnya Axel ada dibelakanya sehingga bisa menhanya agar tidak terjatuh.''Suster, apa yang terjadi kepada anak kami?'' Axel mencoba untuk tenang.Jika mereka berdua sama-sama panik siapa yang akan menangani keadaan ini, Lisa juga sedang di rawat disini jadi sala satu dari mereka harus ada yang kuat.''Sayang, tenanglah ingat kalau Lisa masih dirawat disini.''''Aku, sangat takut kalau putra kita kenapa-napa. Louis, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu nak?''''Padahal baru saja dia meninggalkaan ruangan ini dan kita sudah mendapatkan kabar buruk tentangnya''''Sayang, sabarlah Louis, pasti akan baik-aik saja dia anak yang kuat'' Axel terus saja menenankan istrinya yang terus menangis.''Ada apa?'' Lisa tiba-tiba terbangun mungkin karena mendengar suara Hana yang menangis.''Lisa?''''Kakek, apa yang terjadi kenapa Nenek, menangis seperti itu?'' dan benar saja
Tubuh Louis jatuh dengan darah yang mulai mengalir disekitarnya. Keempat pria tadi meninggalkan Louis yang sudah tergeletak diatas tanah. Louis masih sadar sehingga berusaha bangkit, akan tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bangun dari tanah. Dia masih tidak menyangkah kalau pria yang menusuknya tadi membawa pisau. "Tolong...?"Louis mencoba untuk teriak meminta tolong disisa tenaganya yang masih tersisa. "Tolong... Akh..."Namun, tak ada satupun yang mendengarkan teriakanya yang meminta tolong. Louis semakin lemah rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berteriak hingga kesadarannya mulai hilang dan pingsan. Namun, kebetulan salah satu mobil yang berada disamping mobilnya sang pemiliknya datang, saat akan hendak membuka pintu mobil matanya tertuju kepada Louis yang sudah tidak sadarkan diri. Karena sangat terkejut pria itu segera menghampiri tubuh Louis yang sudah bersimbah dara segar. "Pak, Pak bangun, Pak...?" Pria itu berusaha membangunkan Louis. "Huk... Huk...?" "Pak? Apa