PERNIKAHAN KEDUA 7Hari pertama membuatku geleng-geleng kepala. Diaz sama sekali tak punya buku pelajaran maupun alat tulis. Tas-nya kosong, malah berisi sisir yang dia sebut obat ganteng, lima pasang kaus kaki yang sudah bau, dan dasi yang dia sumpah sembarangan. Padahal itu tas mahal yang harganya nyaris satu juga. Tas itu kini benar-benar kehilangan wibawanya. Jadilah hari itu aku bertindak seperti Mamanya, melihat daftar pelajaran dan mulai mendata apa saja yang harus dia bawa besok ke sekolah. Kami tidak bersekolah di tempat yang sama. Sekolah Diaz adalah sekolah bilingual dengan guru-guru dalam dan luar negeri yang handal. Bayarannya tentu saja setinggi langit."Jadi, besok jangan sampai aku melihat bukumu kosong.""Huh. Dasar udik. Nggak tahu ya sekolahku nggak pake buku lagi. Semua dikerjakan dengan laptop.""Aku nggak percaya. Nggak mungkin semuanya. Tapi okelah, aku akan periksa laptopmu besok dan kita akan mulai belajar serius."Aku berdiri dan menyandang ransel sekolahku.
PERNIKAHAN KEDUA 8Pernahkah kau merasakan sakitnya tenggelam? Saat tubuhmu masuk ke dalam air, kamu berusaha menahan nafas dari hidung, tapi air justru masuk dari dalam mulut, menutup katup nafas dan membuatmu sesak dalam sekejap. Dadamu rasanya terbakar, dan nyaris meledak. Lalu perlahan, kau akan kehilangan kesadaran seiring makin dalamnya tubuhmu tenggelam. Di dasar air, tampak seraut wajah malaikat maut yang sudah menanti dan tak mungkin dielakkan.Seperti itulah yang kurasakan kini.Memandang foto itu, dengan binar ceria yang jelas tampak di mata Rani, anak tiri Ibu, aku terbakar iri dan cemburu. Apalagi saat aku memandang Kiara yang sedang sibuk melipat sajadah dan mukena kecil miliknya. Apa yang Ibu pikirkan sehingga bisa bisanya membuang kami dan menyayangi anak orang lain seperti itu? Tak ingatkah Ibu pada Kiara yang masih kecil? Kucoba memandang mata Ibu yang tampak di foto itu, lalu aku terhenyak. Meski samar, dapat ku lihat bahwa senyum yang ada disana palsu.(Key, maaf.
PERNIKAHAN KEDUA 9Ibu, apa yang sedang kau lakukan di sana? Apa yang kau pikirkan? Apakah Ibu ingat kami? Apa Ibu memikirkan keadaanku dan juga Kiara? Ara sudah nggak minta susu dot lagi, seperti yang Ibu inginkan. Dia bahkan tak lagi minta susu karena tahu bahwa uangku tak banyak. Ibu, apa yang membuat Ibu begitu tega meninggalkan kami?Aku menutup wajah, berusaha menahan isakan yang susah payah kuredam. Sementara di luar sana, suara petikan gitar Diaz masih mengalun. Suaranya syahdu, sarat kesedihan dan penyesalan. Kami dua orang yang sama-sama merindukan Ibu. Jika Ibunya dipanggil Allah lebih dulu, aku dan Ibu dipisahkan oleh keadaan yang belum sepenuhnya kumengerti.Lalu, sepasang kaki bersepatu muncul dari tangga, berdiri membentang jarak sekitar seratus langkah dariku. Aku tertegun, mengusap mataku yang basah secepat mungkin dan mengangkat kepala."Apa yang terjadi?"Suaranya dingin. Dia memandang buku-buku yang berserakan di atas karpet, menatap ke pintu balkon dimana Diaz ber
PERNIKAHAN KEDUA 10"Jadi, waktu kecelakaan, Papa dan Mamanya sedang menjemput si kecil Aurel ke sekolah. Kau tahulah, anak orang kaya macam mereka, dari usia dua tahun saja sudah disekolahin macam-macam. Saat itu Diaz telepon dan ngamuk minta dianter ke kumon. Dia ada jadwal matematika dan baru saja dapat hukuman nggak boleh bawa motor sendiri akibat ngebut. Saat itu gerimis dan mobil yang mereka tumpangi menabrak pagar pembatas jalan. Papa dan Mamanya meninggal di tempat. Sementara Aurel, menyusul setelah dua minggu di ICU."Aku tercekat mendengar cerita itu. Sungguh tragis, mendengarnya saja sudah mampu membuatku menitikkan air mata, apalagi Diaz yang mengalaminya. Pantas saja ada banyak boneka terpajang di etalase ruang tengah."Diaz terus menyalahkan diri. Dia menghukum dirinya sendiri dengan tak makan berhari-hari hingga masuk rumah sakit. Setelah sembuh, dia terus bolos sekolah dan jadi anak Pembangkang. Entahlah Key, semua orang punya cara sendiri menebus rasa bersalah dan mel
PERNIKAHAN KEDUA 11Kami saling bertatapan sejenak. Memandang anak tangga yang melingkar itu sesungguhnya hatiku gentar. Kalau jatuh dari sana, akan jadi apa? Berpikir cepat, sebelum Diaz melakukan apapun yang ada di pikirannya, aku melangkahkan maju sambil menarik tangannya memutar menjauhi tangga yang tampak mengancam itu. Diaz yang tak menyangka dan sama sekali tak siap menjerit mendapati tubuhnya memutar dan berakhir di atas karpet tebal dengan posisi telungkup. Sementara aku sendiri jatuh lebih dulu, terduduk di atas karpet."Aww.. Sialan lo Key. Awas kalau gitar gue rusak!"Dia lebih mengkhawatirkan gitarnya dari pada tangannya yang kupelintir tadi. Lalu…"Aww… tangan gue…!"Nah kan. Aku menarik nafas dalam-dalam. Diaz bangkit dan menjerit lagi merasakan sakit di pergelangan tangannya."Gue keseleo beneran! Gila!""Kan gue udah pernah bilang…""Trus gimana gue main gitar?""Ya libur dulu. Ujian tinggal dua bulan lagi. Gitar lo nggak bakalan kemana-mana."Diaz masih terus menyum
PERNIKAHAN KEDUA 12Rania.Kami saling tatap tanpa sedikitpun senyum. Meski dia dua tahun lebih muda dariku, tubuhnya tinggi besar. Dan jangan lupakan roknya yang pendek dengan kemeja seragam pas body. Dia cantik tentu saja, dengan rambut ikal berwarna coklat yang tergerai di atas punggung, melambai lembut tertiup angin sore.Aku sungguh ingin bertanya kabar Ibu, tapi sekuatnya kutahan karena dari tatapan matanya aku tahu bahwa jawaban yang dia berikan akan menyakitiku. "Key! Ayo pulang!"Seruan Diaz membuatku menoleh. Dia berdiri menunggu di dekat gerbang pemakaman. Aku mengangguk, namun tiba-tiba saja Rani mencekal tanganku."Bagaimana kamu bisa kenal Diaz?"Aku memandangnya dalam-dalam, dan menarik tanganku hingga lepas dari cekalannya."Bukan urusanmu.""Urusanku. Diaz itu pacarku.""Rasanya aku tadi mendengar Diaz bilang kalau kalian sudah putus."Wajah Rani cemberut."Jadi kamu mau balas dendam karena Papaku mengambil Ibumu?" Dia tersenyum miring, jelas sekali mengejek."Ayahmu
PERNIKAHAN KEDUA 13PoV IBUDadaku berdebar kencang membaca pesan Keysha yang baru saja masuk. Sebuah pesan dengan nada menghiba dan memohon. Anakku yang lembut hati, begitu mudah memaafkan padahal aku tak pernah meminta. Padahal luka yang kutorehkan di hatinya amatlah dalam.Tak terasa air mataku membasahi pipi, sebisa mungkin aku mencoba tak terisak ataupun membuat gerakan agar tak membangunkan Mas Reyhan yang tidur dalam selimut yang sama di sebelahku. Dia tak boleh tahu bahwa aku baru saja membuka blokiranku pada nomor WA Keysha. Aku membukanya karena teringat, besok adalah hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Hari yang istimewa bagi setiap remaja. Tapi, aku bahkan telah merenggut masa remajanya yang indah. Bagaimana dia bisa bertahan hidup? Bersekolah sambil membawa Kiara. Dan dari mana dia mendapat uang untuk makan? Apakah mereka makan dengan kenyang? Apakah Ara masih suka minta susu?Tuhan, kenapa kesalahan yang kulakukan dimasa lalu menyakiti anakku sedalam itu?Tujuh bela
PERNIKAHAN KEDUA 14(Selamat Ulang Tahun Keysha, Guru gue yang galak. Lo mau kado apa? Cepat balas sebelum gue berubah pikiran.)Aku menghapus air mata yang mengaliri pipi. Membaca pesan itu membuatku tertawa, tertawa sambil menangis. Begitu maha adilnya Allah hingga dia mengirimkan orang-orang baik di sekitarku, yang selalu menghapus setiap air mata yang menitik sebelum menjadi banjir.(Aku nggak mau kado Diaz. Aku sudah cukup bahagia kalau kamu belajar dengan benar.)Balasannya langsung masuk seketika itu juga.(Belajar atau nggak itu urusan gue. Gue sukses atau nggak itu juga nggak ada urusannya sama lo. Yang gue tanya, kado yang lo inginkan dan nggak ada sangkut pautnya sama gue.)Diaz, meski bicaranya Lo gue, dia seorang pengamat yang baik.(Kalau gitu, doain aku dan Ara bisa ketemu lagi sama Ibu ya, dan do'akan Ibuku baik-baik saja dan selalu bahagia.)Lama tak kuterima balasannya. Entah sedang apa dia. Aku meletakkan ponsel di atas meja kecil tempatku menaruh buku pelajaran dan