Share

Chapt 4. Memulai hal baru

    Mentari pagi mengintip dari tirai tipis berwarna merah muda, sang gadis dengan rambut terurai di bantal tipis mulai membuka dua kelopak mata dengan netra coklat gelap. Suara keramaian pagi menyadarkan dari tidurnya. melirik ke arah jam di dinding kamarnya Naima segera beranjak, mempersiapkan diri untuk kegiatan pagi ini.

    Seporsi nasi uduk dengan semur tahu dan bala bala sebagai menu sarapan paginya, sarapan yang murah meriah di temani segelas teh hangat. Naima bersyukur untuk nikmat yang tuhan beri, tidak perlu mewah namun mengenyangkan. Setelah selesai, Naima bergegas menjemput peruntungannya. Semoga kebrtuntungan memang memihak kepada dirinya.

    Suasana pagi yang padat, begitupun jalan menuju Cafe Kita, padat merayap. Sempat terbersit rasa takut jika terlambat. Naima salah memperhitungkan waktu, hari kerja berbeda dengan hari libur. Naima melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya setengah delapan sudah terlewati.

    Naima berdoa dalam hati pekerjaan ini masih menjadi rejekinya. Menggigit kukunya sedikit panik, gadis cantik itu tak henti melihat ke arah depan. Busway yang ditumpanginya perlahan bergerak. Hingga akhirnya berjalan dengan lancar. Hati Naima sedikit lega. Sebelum jam 8 ia sudah turun dari bus, menyeberang menuju Cafe yang tidak terlalu jauh dari shuttle pemberhentian. 

    Memasuki area Cafe, degup jantung Naima semakin bertalu. Ini pengalaman baru, dan hal yang baru. Mendekati meja resepsionis yang masih sama dan dengan orang yang sama seperti yang ia temui tempo hari, Naima tersenyum.

   "Selamat pagi kak Naima ya? Wah selamat ya. Berarti kakak di terima lho. Silahkan isi daftar hadir, nanti akan ada training." Naima belum berkata kata, namun sang resepsionis bernama Ajeng sudah sangat ekspresif. Naima hanya menuruti, mengisi formulir.

"Memang sudah langsung di terima?" Naima mencoba meyakinkan dirinya. 

"Eh kenalan dulu... Ajeng" Ajeng mengulurkan tangannya gadis canti dan ramah juga supel batin Naima

"Naima" Naima membalas uluran tangan ajeng

"Panggil kaka atau nama? Aku 20 tahun" Ajeng memberikan informasi tentang dirinya.

"Saya baru 19 tahun." Naima merasa canggung.

"Adek dong ya..eh panggil nama aja ya." Ajeng mencoba untuk tidak bersikap formal

"Boleh aja sih kalau Ajeng ga keberatan." Peserta lain berdatangan, Naima menuju keruangan yang sudah di persiapkan.

  Memang benar, yang di panggil adalah yang terpilih dan di terima bekerja sebagai waitress juga kasir. Masing masing akan ada 2 shift pagi dan sore, kasir juga.  Aku hanya sebagai seorang waitress namun aku senang. Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan pertamaku. Kami akan di training sebelum cafe mulai beroperasi. Yang memberikan pembekalan bukan bapak yang aku temui kemarin, namun di name tagnya tertulis manager. Naima merasa ada yang aneh, siapa yang mewawancarainya kemarin.

  Dua hari menjelang grand opening, semua pegawai sudah siap dengan seragam juga job desk masing masing. Mereka sudah di bekali dengan kiat kiat menerima tamu dan melayani tamu. Cafe disini sangat modern, dan mengutamakan kenyamanan pelanggan. Para waitress harus selalu sigap dengan mini tablet mereka. 

   Di dalam ruang vice presiden  Albe dan Jaka sedang serius membahas tentang Grand opening. Menu yang akan disajikan tertata dengan rapi di atas meja panjang. Albe adalah pribadi yang perfeksionis. Semua harus sempurna, rasa tampilan juga penyajian. 

"Ini sih sudah oke banget bro" Jaka mencicipi salah satu menu andalan.

" Koki dari ajang pencarian bakat namun masakannya fantastis." Albe menimpali.

   "Semoga bisnis kita disini bisa sesukses di Bandung" Jaka ber hi five dengan  Albe.

   "Oh ya, bagaimana misi kita mencari penolong lo?" Jaka mengalihkan topik pembicaraan mereka.

   "Aku sudah berkali kali melihat videonya, namun hanya punggung yang tertutup tas, jadi sepertinya akan susah." Albe meletakkan piring saji yang terdapat potongan wafle dengan ice cream.

    "Jadi mau menyerah, belum juga ada 2 minggu."Jaka menyemangati.

   "Tidak, aku akan terus mencarinya. Aku sudah tau nama panjangnya." 

   "Mungkin lo harus di kantor catatan sipil hahahaha" Jaka tertawa, membayangkan Albe menuju kantor catatan sipil hanya berbekal nama lengkap seseorang.

   "Good idea, siapa tahu kan tidak banyak yang mempunyai nama seperti perempuan itu." Albe seperti menemukan oase dipadang pasir.

   "Silakan hubungi Viran daripada main cewek aja itu bocah."

   "Gampang, aku akan mencari sendiri. Aku kapok dengannya, terakhir dia mengerjaiku memberikan kartu pass kosong." Jaka terbahak di tempatnya.

   "Aku heran kenapa dia bisa menjadi pengacara sukses dengan tingkah ajaibnya." Albe hanya mengegeleng tanda tidak tahu.

    "Kamu segera persiapkan para pegawai, aku akan disini dengan makanan ini." Albe mengedarkan pandangannya ke penjuru meja. Sebagai penggagas dan pemilik modal terbesar, Albe akan melakukan yang terbaik untuk memajukan bisnisnya. Albe harus merasakan sendiri setiap menu yang tersaji.

    Jaka turun menuju ruangan pembekalan untuk para pegawainya. Mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok perempuan berwajah ayu yang menjadi perhatian utamanya. Jaka menyapa semua pegawai dengan ramah. Masing masing sudah memakai seragam, fasilitas dari cafe kita. Pembekalan masih terus berlangsung hingga grand opening. Mereka harus cekatan, sigap dan enerjik.

   Jaka harus menjaga jarak, mengontrol setiap tindak tanduknya bermain aman dan cantik. sekarang waktunya untuk membangun wibawa, bukan tebar pesona. Sementara dari lantai atas, Albe memperhatikan sekilas kegiatan para pegawainya. Saat melihat Naima, Albe seperti terseret ke masa 3 hari yang lalu, saat gadi tak dikenal menolongnya membayarkan tiket busway. Sungguh dunia ini sempit sekali, Ada sedikit kebanggaan. Jaka merecruit orang yang berhati mulia. Albe mempunyai rencana nanti untuk membalas gadis itu.

   ***

   Grand opening yang sangat hectic, pengunjung yang membludak dan sangat ramai. Naima dan apara pegawai kewalahan, Yang harusnya 2 shift akhirnya merek bekerja 1 hari penuh. Naima merebahkan badannya di kasur kamarnya, tak menyangka melayani orang sangat menyita tenaganya. Kakinya pegal bukan kepalang, Naima mengoleskan cream pereda nyeri di sepanjang betis hingga paha. berharap esok setiap nyeri menghilang.

   Naima berjalan menuju loker pegawai dengan langkah ringan, seminggu sudah cafe Kita beroperasi, pengunjung masih ramai tapi tidak seperti saat grand opening. Saat di ujung lorong Jaka melintas membawa secangkir kopi. Naima tersenyum menyapa sekilas, Jaka tersenyum penuh arti namun enggan untuk mendekati. Belum saatnya Jaka menenangkan debaran dalam hatinya.

    Albe duduk di kursinya membolak balikkan kertas dengan deretan nama disana. Albe serius dengan niatnya mendatangi kantor catatan sipil, dengan modal beberapa digit nominal rupiah. Albe berhasil mendapatkan data nama perempuan dengan nama depan Naima dari seluruh Indonesia. Padahal Albe hanya meminta dari wilayah Jakarta, mungkin karena Albe salah cabang. Albe mendatangi kantor pusat catatan sipil. tentu saja data yang didapat dari seluruh Indonesia. Albe mengusap wajahnya frustasi, bagaimana bisa dia menemukan dengan cepat.

    Albe menyudahi pencariannya, dia akan melanjutkan besok. Sekarang dia ingin pulang mempersiapkan keberangkatannya ke Amerika. Saat keluar dari cafe Albe menemukan perempuan tiket sedang berdiri di pinggir jalan depan cafe. Albe memberanikan diri mendekati.

"Hai." Albe mencoba menyapa. Naima menolehkan kepalanya sedikit terkejut, seperti mengenali.

"Hai!" Naima membalas sekilas.

"Terima kasih tiketnya waktu itu. Maaf aku terlalu bodoh tidak menanyakanmu saat itu" Albe langsung mengungkapkan apa yang selama ini ingin dia uncapkan.

"Oh iya tidak masalah" Naima tersenyum sekilas.

"Boleh berkenalan?" Albe mengulurkan tangannya. Naima terlihat berpikir sejenak.

"Aku ingin membalas kebaikanmu, mungkin mentraktirmu makan atau kamu mau aku mengembalikan uangmu?" Albe memberikan alasaan, melihat keengganan perempuan di hadapannya.

"Aku tidak keberatan kok nolongin kamu, aku ikhlas. Ga perlu di ganti apapun." Naima mencoba bersikap sopan. Sebenarnya tidak nyaman karena selama ini tidak pernah berbicara dengan orang asing.

"Aku Albe." Albe kembali mengulurkan tangannya. Naima akhirnya juga membalas uluran tangan Albe.

"Naima." Sesaat dunia Albe runtuh di kakinya. Nama yang sama dengan penolongnya saat kecelakaan? Juga menolongnya membelikan tiket. Hatinya berdesir menjabat erat tangan halus perempuan yang selama ini dia cari.

"Naima Ayundia?' Albe tergagap menyebut nama panjang perempuan di hadapannya. Naima tertegun, seperti mengenali wajah lelaki asing di hadapannya. Apakah ini orang yanga kecelakaan itu? 

"Alberico?" Dengan lirih Naima menyebutkan nama seseorang yang pernah ia tolong, tapi ia lupa akan wajahnya. Senyuman merekah di wajah Albe, bidadari tak bersayap, malaikat penolongnya adalah wanita yang 2 minggu berada didekatnya.

     

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Albe & Naima....sama sama kaget... Ternyata,selama ini....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status