Share

BAB 3. PARNO

Author: QIEV
last update Last Updated: 2023-09-26 22:11:38

“Beliau putri Syarifah Alawiyah, pelanggan usaha almarhum. Maaf tidak memberitahu lebih dulu, kami singgah sejenak mewakili keluarga.”

Seolah tahu gestur Yara yang masih terkejut, Santi, sahabatnya mengambil alih menjawab pertanyaan pria tadi.

Sebenarnya, Santi-lah putri hubabah yang asli. Bukan Yara. Namun, Santi tahu betul siapa pria di hadapannya ini untuk Yara. Untuk itu, dia cepat-cepat menjalankan sebuah skenario.

Pria itu diam, tersenyum dan mengangguk tetapi tatapannya tak lepas dari sosok Yara yang berdiri di belakang Santi.

“Maaf, Wan, bukan mahram. Tolong jaga pandangan.”

Santi menghalau pandangan pria itu sembari menggandeng Yara menyingkir dari bahaya.

Namun, baru beberapa langkah menjauh, pria tadi memanggil dua gadis itu lagi.

“Tunggu.”

Jantung Yara berdebar hebat kala langkah kaki pria itu kian dekat. Kembali, pria itu tersenyum tipis menatap ke arah Yara. Santi gegas berdiri di hadapan sahabatnya, berusaha melindungi Yara dari pandangan menyelidik pria itu.

"Ehm ... silakan lanjutkan." Pria itu membiarkan mereka pergi, dengan tatapan menyelidik.

Sesampainya di parkiran, Yara lemas. Dia berjongkok di samping motor Santi.

Keringat dingin mengucur deras di balik gamis dan kerudungnya. Dia meraba dadanya yang berdentum hebat akibat ketakutan penyamaran mereka bakal terbongkar.

Seolah tahu ketakutan yang dirasakan Yara, Santi ikut berjongkok dan memeluknkya. "Baiknya ditunda dulu. Jangan sampai perjuangan kamu susah payah lepas dari dia, malah ketahuan. Pulanglah."

Santi benar. Dia belum memiliki kekuatan atau tabungan untuk menyewa pengacara jika keadaan bahaya mengancam jiwanya lagi seperti empat tahun lalu.

Akan tetapi, saat motor keduanya baru saja keluar dari komplek pemakaman umum, tiba-tiba mereka dijegal sebuah mobil yang menghadang jalan.

Kedua gadis itu saling pandang seraya mengendikkan bahu. Tak ingin berdebat, Santi memundurkan motornya untuk menghindar dan melanjutkan perjalanan mereka.

Namun, sebuah panggilan membuat Yara terkejut dan melihat ke sumber suara.

"Yara!"

"Eh!" Yara menoleh ke sosok yang memanggilnya.

"Siapa?" tanya Santi penasaran. "Kok dia bisa mengenalimu?"

"P-pak Andaru? Ngapain di sini?" Setengah tak percaya melihat kehadiran Andaru di sini.

"Aku tahu itu kamu. Turun dulu, kita bicara."

Andaru menepuk dashboard motor Santi dua kali seraya menatap lekat sekretarisnya yang berpakaian super tertutup.

Saat Yara bersiap turun dari boncengan Santi, sahabatnya itu menahan. "Bahaya gak?"

"Beliau bos aku di Jakarta. Nggak apa-apa."

Setelah meyakinkan Santi, Yara menghampiri atasannya.

Andaru mengajaknya bicara di dalam mobil dan membiarkan salah satu pintunya terbuka. Bimo, yang kali ini ikut pun diminta menyingkir sejenak, seolah pembicaraan mereka adalah sebuah rahasia.

"Bapak ngapain di Semarang?"

Sang duda tak menjawab pertanyaan sekretarisnya, dan memilih untuk menarik napas panjang.

Selanjutnya, kalimat yang keluar dari mulut Andaru sungguh-sungguh tak terduga.

"Yara, mari menikah."

"HAAAHH?"

Yara menoleh ke belakang, di mana Andaru duduk. Pria itu tak berkedip saat mengucapkan tiga kata keramat idaman para wanita. Wajah tampan sang CEO terlihat serius saat ini.

"Bukan pernikahan kontrak. Aku akan menjamin kehidupan kamu. Syaratnya cuma satu, merahasiakan status kita."

Seperti biasa, gestur pria itu begitu dingin. Bersedekap sambil menopang kaki.

Yara terkekeh dibuatnya. "Apa bedanya? ... Bapak mau menjadikan saya simpanan, gitu?" imbuhnya seraya menoleh ke belakang.

Andaru berdecak. "Beda, lah. Pernikahan ini legal di mata hukum. Kamu diakui sebagai cucu menantu keluarga Garvi, ditanggung biaya hidup, diberi fasilitas juga hal lain.” Pria itu mengambil jeda sejenak sebelum kemudian melanjutkan lagi kalimatnya. “Kita tinggal seatap dan aku membebaskan kamu dari segala tugas rumah tangga. Kamu tetap bekerja dan digaji seperti biasa. Hanya status saja berubah."

Yara memutar kembali tubuhnya. Tatapannya memandang jauh ke arah kaca depan mobil Andaru.

"Tidak ada komitmen, tidak ada seks atau kehamilan. Hanya kontrak seperti di film-film?” Ada nada ragu tersirat di sana. Setelahnya, Yara tersenyum sinis meski tertutupi cadar. “Maaf Pak, Anda salah sasaran. Saya memang miskin, tapi Anda tidak berhak menghina seperti ini.”

Dia sudah menggeser posisi kakinya, bersiap keluar dari mobil sang pimpinan saat Andaru kembali membuka suara.

"Aku tidak menghinamu. Hanya mengajak berkomitmen saja."

"Komitmen palsu, kan? Terikat seterusnya dalam satu atap meski tanpa cinta, begitu? Apa tujuan Anda?"

Andaru tak menjawab. Dia terus menatap lekat wanita yang menyamar dengan hijab dan niqab di depannya.

"Anda bilang membebaskan dari pekerjaan rumah tangga. Berarti termasuk pada no sex karena tidak ada cinta?"

Gadis itu tersenyum remeh dari balik niqabnya.

"Kamu hidup di jaman apa, Yara? Tidak butuh cinta jika hanya sekadar membuat kecebong berenang bebas menemukan sarang dan berkembang biak.” Andaru berujar enteng, nyaris membuat bola mata Yara memutar. “Lagipula, kamu istriku, bukan? Aku membebaskanmu dari pekerjaan rumah, tapi tidak dengan kewajibanmu yang satu itu."

Kalimat terakhir benar-benar penuh penegasan. Mata elangnya terus menatap lekat sosok Yara yang berada di hadapan.

Yara terkekeh geli sampai-sampai dia menepuk dashboard mobil. Andaru seperti membolak-balik perkataannya sendiri. Dalam otak Yara, itu sama saja bagai perjanjian pernikahan. Banyak syarat yang harus disepakati demi meraih keuntungan.

Namun, jelas sekali penawaran Andaru hanya menguntungkan dirinya sendiri. Sedangkan Yara, jika dia hamil, tentu dia akan seutuhnya menjadi ibu rumah tangga biasa. Tidak dapat leluasa keluar rumah, bahkan mungkin membuka celah cemoohan karena dianggap hamil di luar nikah.

"Anda gila!"

Tak tahan lagi, Yara mantap menarik tubuhnya keluar dari mobil Andaru.

“Come on, Yara!"

Andaru masih tak mau menyerah. Dia mengikuti Yara yang kembali berjalan menghampiri Santi.

Saat Santi bersiap menjalankan motornya untuk mengantar Yara ke Bandara, tangan pria itu menahan dengan memegang bagian spion motor.

"Aku memberimu waktu satu hari. Pikirkan lagi. Kita sama-sama sedang dalam situasi terdesak bukan?" tegasnya.

Yara hanya melirik tajam saat motor Santi perlahan meninggalkan Andaru yang terpaku.

**

"Lepas! lepasin aku!"

Gadis SMA itu berusaha menepis tangan kekar yang melingkari dadanya.

“Diamlah. Aku nggak punya niat jahat sama kamu. Kita sama-sama kedinginan.”

Takut, sang gadis terus memberontak. “Nggak! Lepasin!”

Hal tersebut justru membuat pria itu semakin murka. Sebuah seringai lantas tercipta di wajah pria itu.

Plak!

Gadis itu menampar sang pria, menatap nanar si pelaku yang berusaha melecehkannya. Napasnya terengah, tangan yang digunakan untuk menampar pun berdenyut dan memerah.

Saat pria itu lengah, gadis itu lantas berusaha kabur. Namun, teriakan minta tolongnya tidak didengar siapa pun dan berakhir dengan dirinya yang tertangkap kembali.

“Nggak!”

Tubuh Yara yang semula lelap bersandar di kursi penumpang ekonomi pesawat itu terguncang. Napasnya memburu, pandangannya kabur saat memori kelam itu kembali mengganggunya.

Peluh sebesar biji jagung terlihat di dahi. Wajah Yara memucat. Gerakan kepala Yara yang mencoba mengenyahkan memori pahit itu rupanya menarik perhatian seorang pramugari maskapai.

“Mbak, apa baik-baik saja?”

Meski masih linglung, akhirnya tepukan halus di bahunya itu menarik kembali kesadaran Yara sepenuhnya. Dengan tergagap, dia menyahut. “I-iya. Maaf.”

Setelahnya, pramugari itu memberikannya segelas air mineral. Sementara, hati Yara kembali dibuat sesak. Saat itu … tidak ada satu pun yang percaya padanya. Semua orang beranggapan jika gadis abege ingusan itu hanya sedang berhalusinasi.

Menjelang petang, Yara telah kembali menginjakkan kaki di ibu kota. Tidak ada waktu berleha-leha, karena dia harus menyiapkan makanan gratis untuk anak jalanan.

Saat semua pekerjaan selesai, baru juga berbaring di ranjangnya yang sempit, notifikasi ponsel Yara berbunyi. Dia enggan membuka pesan, tapi pop up yang muncul itu dengan gamblang menampilkan isi pesan, membuat matanya membelalak.

["Halo, Sayang. Apa kabarmu? akhirnya, kau kutemukan."]

"Aaahh!" pekik Yara, melempar ponselnya asal dan beringsut tiba-tiba ke pojok ruang di bawah jendela. Dia meraih bantal dan menggigit ujung jarinya. "Enggak, gak mau. Pergi, pergi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
QIEV
Betul betul betul
goodnovel comment avatar
QIEV
Siiiaappp grak
goodnovel comment avatar
QIEV
Mangats ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 115. JUAN ALMEER

    "Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 114. SURPRISE

    Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 113. BYE AFREEN

    Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 112. HAPPINESS

    Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 111. MENANTU JAEDY

    Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p

  • PESONA ISTRI RAHASIA CEO   BAB 110. PENGUKUHAN

    Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status