Bagi Yara, Andaru adalah bos tampan sundul langit yang gemar sekali mencari kesalahannya. Sementara bagi Andaru, Yara adalah sekretaris unik yang selalu berani menyahuti segala ucapannya. Suatu hari, seseorang dari masa lalu Yara kembali hadir. Melihat sikap Yara berubah drastis sejak kehadirannya, Andaru seakan mendapat jalan keluar dari persoalan yang juga tengah menghimpitnya. Sang CEO, menawarkan sebuah solusi yang diklaim bakal menyelesaikan segala masalah mereka. Hubungan keduanya yang semula tidak akur itu perlahan berubah. Mungkinkah mereka akan jatuh pada pesona satu sama lain?
View More"Heh, bocah! Sudah kubilang, kalau mau masuk ruangan ketuk pintu dulu! Apa seniormu tidak mengajarkan SOP, hah?"
Yara Falmira tersenyum memamerkan giginya. Tidak lupa, dua jari kanannya terangkat membentuk huruf v. Kemarahan Andaru, bosnya, tidak dia anggap sesuatu hal yang serius."Tadi sudah, Pak. Dua kali ketuk."Wanita berhijab itu menatap berani pada sang atasan, tetapi kemudian kembali menunduk akibat tatapan tajam yang Andaru layangkan. "Mana ada!”"Bener, Pak.” Meski merasa sedikit takut, tetapi gadis itu tetap berjalan mendekati meja sang pimpinan dengan file-file yang sedari tadi dia genggam. “Tapi tidak ada jawaban, jadi saya masuk aja setelah—” "Jawab terus! Yara, kamu tahu 'kan istilah bos tidak pernah salah?"Pria yang kini duduk di kursi kebesarannya menatap tajam. Tangannya terulur, meminta berkas yang akan dia tanda tangani dari sang sekretaris. "Ehm, keliru itu, Pak. Yang benar itu wanita tidak pernah salah!" Sambil cengengesan, Yara memberikan file yang dia bawa."Kan, jawab lagi! Bisa diam, nggak!""Lah, salah mulu. Bukannya tadi disuruh jawab?" gumam Yara, melirik ke arah sang pimpinan yang mulai fokus membaca dokumen. Andaru mendengar keluhan Yara. Dia hanya menggeleng kepala. Tiap kali bertemu gadis itu, mereka lebih sering berdebat ketimbang berdiskusi.Yara Falmira, lolos seleksi kualifikasi dengan nilai tertinggi dibanding kandidat lain saat Andaru membutuhkan sekretaris tambahan dua bulan silam.HRD memilihnya sebab gadis itu cerdas, meski secara gaya berpakaian jauh dari standar kebanyakan asisten pribadi yang stylish. Gadis bermata bulat jernih dengan bulu mata lentik itu tersenyum samar kala menerima uluran berkas dari Andaru. Lesung pipinya nampak jelas, bentuk wajah oval tanpa ditumbuhi jerawat membuat Yara sangat ayu meski penampilannya sederhana. "Yara!" panggil Andaru saat gadis itu menjauh. Yara berhenti dan membalikkan badannya lagi. "Ya, Pak?""Apa bajumu hanya itu?” Andaru menaikkan sebelah alisnya. “Senin kemeja putih dan kulot abu tua. Selasa, blus krem dan rok hitam. Rabu, kemeja garis dengan celana panjang. Kamis, Jumat balik lagi kayak awal pekan. Bahkan kerudungmu pun aku hafal. Membosankan."Andaru memandang penampilan sang sekretaris dengan wajah datar sambil bersedekap tangan. "Wuah, beneran hafal.” Sesaat, Yara merasa tersanjung. Apakah itu berarti bosnya benar-benar memperhatikan penampilannya? Namun, detik berikutnya gadis itu berdeham. “Maaf Pak, apa hasil pekerjaan saya sama membosankannya dengan penampilan sederhana ini?"Yara menatap serius ke arah Andaru. Dia berani bertaruh, meski mungkin penampilannya membosankan, pekerjaan yang dilakukannya selalu memuaskan. Dan, terbukti benar ketika pria dewasa itu hanya diam dan balik menatap Yara sambil menyeringai tipis. Namun, mau hal itu benar pun, bos tetaplah bos, selalu benar, seperti kata Andaru tadi. Merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Yara kembali berdeham, bersiap menutup pembicaraan. "Ada lagi pujian Anda untuk saya hari ini, Pak?” Tidak lupa, senyuman penuh kemenangan dia layangkan untuk sang atasan."Tidak. Tapi, kamu bisa mengajukan pinjaman ke divisi keuangan. Belilah beberapa setelan kerja yang pantas."Andaru berujar datar sembari memutar kursinya menghadap jendela. "Terima kasih."Yara berbalik badan dan menarik tuas pintu ruangan bosnya. Sesampainya di kubikel, Yara menaruh file yang kembali dia bawa dengan sedikit kasar. Brak! "Ugh, selalu saja! Penampilan, penampilan, penampilan! Apa gue seculun itu? Kan gue anak baru, gaji belum full karena dalam masa percobaan tiga bulan.”Yara bersungut-sungut kesal karena ucapan Andaru tadi.Sejenak, dia menarik napas panjang. Yang dikatakan Andaru ada benarnya, sedikit. Baju-bajunya memang tidak banyak, itulah kenapa Yara sudah punya jadwal untuk pakaian kerjanya sehari-hari.Masih jadi karyawan kontrak, Yara yang sebatang kara merantau ini jelas harus pandai-pandai berhemat. "Sabar-sabar. Sebulan lagi pengangkatan. Nanti kita blanja-blanji.”Uang pemberian Aba—Ayah Yara, saat gadis itu memilih pergi empat tahun lalu sudah habis untuk biaya kuliah. Satu-satunya harta benda yang tersisa hanya gelang warisan milik mama saja. Mau dijual, sayang kenangannya.Seketika, wajah Yara berubah sendu. Dia teringat kedua orang tuanya di ‘kampung halaman. “Ya Allah, jagalah kedua orang tuaku di sana." Sebentar lagi jam istirahat, seperti biasa Yara hanya duduk di kubikelnya sambil memakan bekal. Dia akan turun ke mushala di lantai dasar untuk salat lalu kembali ke meja. Bukan untuk lekas bekerja, tapi memejamkan mata sejenak bila waktu istirahat masih tersisa. Setiap hari Yara bangun jam tiga pagi. Dia membuat puluhan risoles sayur atau sandwich untuk dibagikan pada para anak jalanan sepanjang perjalanan menuju kantor.Meski hidup pas-pasan di kota, dia tidak lupa berbagi. Berharap dari rejeki yang dia bagi, ada kebaikan dan penjagaan dari Tuhannya untuk menjauhkan dia dari keburukan dan orang-orang dari masa lalu. Tok! Tok!"Bangun! Ini kantor, bukan hotel, hoy!" Andaru mengetuk dinding kubikel Yara beberapa kali. Melihat sang sekretaris tidak terusik sedikit pun, kekesalan Andaru terpancing. Dia pun ganti menggebrak dinding kubikel Yara dengan kencang. "YARA!""I-iya, Pak. Maaf." Dengan gelagapan, Yara langsung berdiri sembari membenarkan pashminanya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” "Arin sakit. Kamu temani aku jam tiga nanti ketemu klien di restoran Pacifik." Andaru melempar berkas ke atas meja agar Yara mempelajarinya. Yara menunduk melihat file tadi. Kening gadis itu mengerut. Dia merasa keberatan, sebab belum masanya untuk menemani Andaru kunjungan atau dinas luar. Sekali lagi, Yara masih karyawan probasi. "Maaf, Pak. Biasanya itu tugas Pak Bimo jika Mbak Arin berhalangan. Saya belum diizinkan senior untuk hal tersebut."Yara mengerjapkan mata beberapa kali agar pupilnya sempurna menangkap sosok di hadapan. "Aku nggak tanya! Kalau kamu telat, gajimu taruhannya."Setelahnya, Andaru berlalu pergi meninggalkan Yara yang masih terpaku. Bruk. Yara terduduk lemas sembari menepuk jidatnya. "Ya Allah, ujian lagi. Pulang malam, ongkosnya pasti mahal."Jam kerja nyaris saja berakhir. Para karyawan satu per satu meninggalkan gedung. Namun, berbeda dengan Yara yang harus merelakan waktu istirahatnya sedikit tersita karena menemani sang pimpinan.Pukul tujuh malam, Yara akhirnya bisa bernapas lega. Meeting telah usai, sementara resume meeting dia janjikan akan dikirim setelah gadis itu tiba di kostan.Gadis baru lulus kuliah jurusan bisnis itu berlari kecil menuju halte busway, berharap belum tertinggal kendaraan yang akan membawa ke kostannya. Andaru melihat sekilas Yara masih menunggu di halte saat mobilnya melintas. Dia menangkap ekspresi cemas di wajah sekretaris keduanya itu. Sang pimpinan merenung. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari saku jas dalam dan menghubungi orang kepercayaannya. "Carikan informasi tentang seseorang. Aku akan kirimkan datanya. Selesaikan dalam dua hari.”Sementara Andaru tengah disibukkan dengan riuhnya pikiran, Yara yang baru saja tiba di kostan justru tengah merengut.Angkutan umum yang ditunggunya tidak kunjung melintas. Mau tidak mau Yara menggunakan ojek online, yang mana menelan kocek yang lebih dalam.Tubuhnya penat, mukanya kucel, badannya bau keringat, ditambah mata yang mulai mengantuk membuat jemari Yara kesulitan saat akan memasukkan kunci ke lubang gembok pagar. Gadis ayu itu berdecak kesal. Pekerjaan ringan jadi terasa lambat akibat kelelahan. Saat gembok pagar baru saja terbuka, tiba-tiba sebuah suara berat yang asing terdengar dan membuat bulu kuduk Yara menegang. "Halo, anak manis. Makin cantik aja."Takut-takut, Yara membalikkan badan. Wajah ayunya itu langsung pucat pasi, takut jika lelaki ini akan berbuat macam-macam.Refleks, dia bergerak mundur. Namun, tubuhnya membentur pagar. Pikiran-pikiran buruk seketika berkeliaran di otaknya.Mungkinkah keberadaannya kini telah terendus oleh orang yang sangat ingin dia lupakan itu? "Si-siapa? Anda salah orang, kah?" Bibir mungil Yara bergetar, jemarinya berusaha menarik slot pagar agar terbuka. "Tidak.” Pria tinggi besar dengan tato bergambar botol pecah di lengan kanan itu berujar kembali. “Saya hanya ingin menyampaikan pesan atas perintah seseorang. Haji Jaedy, pemilik usaha perhiasan perak dan kain batik dari Semarang telah berpulang satu bulan lalu.” “A-aba?” Samar, Yara bergumam. Matanya seketika mengembun. "Nggak! Kamu pasti bohong!""Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments