共有

BAB 8.

作者: QIEV
last update 最終更新日: 2025-06-27 11:02:40

Pagi itu, Qale masuk ke dalam sambil membawa kertas tadi. Gambar-gambar gelap itu, juga suara anak kecil dalam CD — tak hilang dari pikirannya. Bahkan saat mandi pun, isi kepala gencar berkelana.

Selama membuat adonan croissant, pikirannya masih melayang. Dia beberapa kali menjatuhkan spatula, salah menakar isian varian, hingga membuat adonan original nyaris tercampur dengan rasa baru.

Karyawan barunya yang sedang menyusun croissant di rak proofing hanya menggeleng pelan. Melihat si pemilik toko kebingungan, ia berseru ringan, “Seberisik apa di dalam sana, Kak?”

Qale menoleh, ketika si karyawan menunjuk kepalanya dari jauh. Dia tertawa kecil. “Lagi ada pasar malam,” kekehnya. “Lengkap sama bianglala dan wahana putar otak.”

Dia mencoba menertawakan dirinya, lalu memaksa diri untuk kembali fokus pada pekerjaan dan pelanggan yang mulai berdatangan.

Saat toko mulai sepi, Qale duduk di balik meja kasir, membuka laptop. Tangannya menopang dagu, membaca kembali artikel-artikel tentang penyeb
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
ロックされたチャプター

最新チャプター

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 23.

    Dalam perjalanan pulang, Qale terus mencuri pandang ke arah suaminya.Sampai akhirnya, saat mobil berhenti, fokusnya teralihkan. Dia membantu kursi roda Wafa turun lalu mendorongnya hingga ke depan pintu toko.Sebelum membuka kunci, Ia berjongkok di depan kursi roda Wafa, mengangkat tangan dan melambaikannya ke arah mata kiri Wafa."Kak, mata yang beneran buta tuh … begini, ya?"Seketika Wafa menunduk, meniup wajah Qale pelan—membuat poninya berkibar, dan pipinya memanas.“Eehh!” Qale menunduk, malu sendiri. "Maaf..."Wafa tersenyum kecil. “Kenapa tiba-tiba ngetes mataku?”Qale pun menceritakan semua keganjilan tadi.Tentang Deni. Soal sorotan matanya, juga gerak-geriknya.Wafa mendengarkan serius, sambil mengangguk perlahan.“Aku nggak tahu pasti ... tapi feeling kamu, bisa jadi benar. Kita harus cari tahu lebih lanjut, Sya.”Malam itu, Qale tak bisa tidur. Bukan hanya karena tubuh lelah—tapi karena ada yang mengganggu di benaknya.Bukan mengenai acara tunangan. Apalagi soal kue croi

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 22.

    Wafa pamit pagi itu dengan pesan sederhana tapi hangat, "Jualan yang bener, ya. Biar pelanggan makin banyak. Urusan yang lain, kita pikirkan berdua. Oke?"Qale mengangguk. Hatinya hangat oleh perhatian kecil itu. Bibirnya mencoba tersenyum, walau matanya menyimpan gelisah.Belum sempat Wafa masuk ke mobil, Qale tersadar satu hal—dia tidak punya nomor suaminya sendiri."Kak," panggilnya malu-malu sambil menyodorkan ponsel. "Boleh…?"Wafa menoleh dengan senyum menggoda. "Kirain nggak butuh," godanya, memiringkan kepala untuk melihat wajah manis Qale di bawah cahaya pagi.Pipi Qale langsung merona. "Iihh, ayo dong," rengeknya."Senyum dulu," Wafa mengulur tangan."Nggak mau!" Qale mencubit lengannya gemas."Aw! Iya iya, sini..." Wafa akhirnya menyerah, menerima ponsel bercasing pink itu.Qale mencuri pandang. Meski mata kirinya kosong, Wafa tetap tampan. Setelah menyimpan kontak, Wafa menyerahkan kembali ponsel itu.Begitu Qale melihat kontak barunya, matanya membesar. "Suamiku?" Qale me

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 21.

    "Non!"Lea masih berdiri di depan pintu kamar Mbak Mun. Namun karena ada ART lainnya, ia pun mengurungkan langkah dan menghampiri si ART. Dengan suara pelan, ia meminta dibawakan segelas air ke kamar.Dari balik pintu, Qale menutup mata, mengelus dadanya lega. Tapi sejurus kemudian, napasnya kembali tertahan. Langkah Lea berhenti lagi. Ia menoleh ke arah kamar, meraba panel pintu… dan menutupnya.Bruk."Fyuh," Qale menghela napas tanpa suara. Lututnya nyaris melorot ke lantai.Kalau pintunya dibuka satu senti lagi... selesai sudah.Ia belum bisa keluar. Suara langkah ART masih terdengar samar dari dapur. Tapi tak ada suara orang bicara. Seisi rumah hening.Qale memberanikan diri membuka pintu pelan, mengintip, lalu menyelinap keluar. Langkahnya cepat dan ringan menyusuri sisi rumah. Begitu melihat mobil Wafa di ujung jalan, ia langsung masuk.Tanpa banyak bicara, Wafa memberi isyarat pada sopir agar segera melajukan mobil."Pelan, Sya," ucap Wafa sambil menyodorkan botol air mineral.

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 20.

    Sepanjang malam, Qale tak bisa tidur. Kepalanya terus bekerja, menimbang-nimbang setiap pesan anonim yang pernah masuk. Ia mengambil buku kecil dan mulai mencatat satu per satu : waktu pengiriman, gaya bahasa, bahkan jeda antar pesan. Setelah Subuh, ia memutuskan keluar rumah. Tujuannya sederhana—membiarkan tubuh lelah, agar kantuk datang dengan sendirinya. Awalnya Qale hanya berolahraga ringan di halaman, tapi entah kenapa, matanya tertarik menyusuri lingkungan sekitar. Selama ini, setiap kali datang ke rumah Wafa, pikirannya terlalu semrawut untuk memperhatikan sekitar. Masih remang dengan cahaya fajar, Qale mulai berlari kecil. Jalan aspal yang sempit memanjang di depan membuatnya antusias. Di sisi-sisinya, pepohonan berdiri rimbun—Flamboyan berbunga oranye kecil, berbiji mirip petai yang menggantung lucu, dan Trembesi kokoh seperti pahlawan peneduh jalan. Di sela-sela rumah, tampak ladang singkong dan sayuran tumbuh subur. Rupanya mayoritas warga di sini berprofesi sebagai pet

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 19.

    Kepalanya penuh dengan ingatan, dan perasaan yang belum semuanya tertata.Wafa lalu menyerahkan sebuah map. Tulisan di depan map cukup membuat Qale menegang. Diam-diam, tangan Qale sedikit gemetar saat membukanya.Itu hasil visum almarhumah Rahayu.Dia membaca cepat. Baris-baris tulisan medis itu terasa lebih dingin dari AC yang menyala. Kata-kata seperti “paru-paru penuh cairan” dan “lumpur ditemukan di saluran cerna” membuat jantungnya mengerut.“Ibu…” bisik Qale nyaris tak terdengar. “Aku belum ingat sempurna malam itu.” Dia mendesah panjang.Wafa tak menjawab. Dia hanya mengamati istrinya yang menunduk, jari-jari menggenggam erat lembaran hasil visum itu. Seperti memeluk kenyataan yang belum siap diterima.“Kamu tau, Sya? Suara Wafa pelan, seperti gumaman, "apa untungnya bila aku pelaku DM itu?”Qale terdiam. Merenung.Dia menoleh, menatap Wafa yang masih duduk dengan santai, tetapi matanya jelas-jelas menyimpan sesuatu. Tenang, tapi dalam.Sementara itu, Wafa diam-diam memandangi

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 18.

    Qale tak tahu bagaimana caranya menghadapi fakta ini. Bukan hanya tatapan tuduhan oleh Lea, Mbak Mun, tapi hatinya tidak siap."K-ka-k?" ucapnya serak terbata, masih mencoba menolak fakta."Sya, aku jelasin," elak Wafa sambil menangkupkan telapak tangannya."Ternyata kamu!" ucap Hasan Sasmita. Dia bergerak cepat ingin menyerang Wafa tapi Mbak Mun buru-buru menangkup kaki majikannya itu.Dengan tangis meraung, Mbak Mun berujar, "Jangan, Pak. Jangan!" teriaknya panik. "Den lari, Den! Bawa Non Qale!" Wafa langsung menarik tangan Qale yang menggantung. Istrinya shock, tampak bingung tapi Qale tidak memberontak. Dia mengikuti Wafa keluar dari sana."Mun lepas, kurang ajar!" kata Hasan menggoyang-goyangkan kakinya yang masih dipeluk Mbak Mun. "Sialan!" Tubuh senja itu menerima tendangan Hasan sampai terjungkal. Tapi Mbak Mun tak menyerah, dia merangkak menahan satu kaki Hasan agar tak mengejar Qale."MUN!" sentak Hasan, kembali menendang Mbak Mun tapi susah karena goyah."Aawwhh!" jerit M

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status